REFLEKSI 63 TAHUN PERJUANGAN HMI(Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul)

REFLEKSI 63 TAHUN PERJUANGAN HMI :
MENDIAGNOSA LIMA ZAMAN PERJALANAN HMI
(SUATU TINJAUAN HISTORIS DAN KRITIS TERHADAP FASE-FASE PERJUANGAN HMI)
DALAM MENJAWAB TANTANGAN MASA DEPAN

Oleh :
Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul
Dipresentasikan pada Latihan Kader II Tingkat Nasional
Diselenggarakan HMI Cabang Malang Provinsi Jawa Timur

Di Malang
Senin, 20 Juni 2010
Digandakan :
Panitia Latihan Kader II
HMI Cabang Malang
Malang
2010

I. PENDAHULUAN

Sejarah perjalanan HMI selama 63 tahun pada dasarnya telah melalui dua masa, yaitu masa dulu dan masa kini. Apabila dikembangkan ditambah dengan masa mendatang, karena sejarah memang selalu ditandai dengan tiga dimensi waktu yakni masa lalu, masa kini, dan masa mendatang.
Selama 63 tahun usia HMI, telah menjalani 10 fase perjuangan :
1. Fase konsolidasi spiritual dan proses berdirinya HMI (1946-1947)
2. Fase berdiri dan pengokohan (5 Februari 1947 sampai 30 November 1947)
3. Fase perjuangan bersenjata dan perang kemerdekaan dan menghadapi pengkhianatan PKI I (1947-1949)
4. Fase pembinaan dan pengembangan organisasi (1950-1963)
5. Fase tantangan I dan menghadapi pemberontakan PKI II (1964-1965)
6. Fase kebangkitan HMI sebagai pejuang orde baru dan pelopor kebangkitan angkatan ’66 (1966-1968)
7. Fase partisipasi HMI dalam pembangunan (1969-sekarang)
8. Fase pergolakan dan pembaharuan pemikiran (1970-1994)
9. Fase reformasi (1995-1999)
10. Fase tantangan II (2000-sekarang)

Kesepuluh fase itu 8 fase di antaranya dapat dilalui dengan baik, walaupun tidak luput dari berbagai kekurangan maupun kesalahan HMI serta dapat memberikan jawaban dan kontribusi yang terbaik kepada bangsa Indonesia yang mayoritas beragama Islam.
Beberapa faktor pendukung atas keberhasilan antara lain :
1. Karena konsolidasi dan proses berdirinya HMI muncul dan mendapat dukungan dari bawah, dan dilalui secara bertahap, sehingga menciptakan kondisi objektif untuk mendirikan HMI dan dapat diterima mahasiswa dan kalangan perguruan tinggi.
2. Karena kehadiran HMI merupakan kebutuhan dan keharusan sejarah. Tantangan yang muncul sebelum dan sesudah HMI berdiri dapat dilalui dengan penuh dinamika sehingga kehadiran HMI dapat diterima oleh masyarakat luas, terutama dunia perguruan tinggi dan kemahasiswaan.
3. Karena keikutsertaan HMI melawan Belanda dan mempertahankan kemerdekaan 17 Agustus 1945 adalah merupakan tugas nasional, yang mendapat dukungan segenap rakyat Indonesia. Begitu juga perlawanan HMI serta segenap yang anti PKI terhadap PKI merupakan perang membela agama, nusa dan bangsa Indonesia.
4. HMI telah dapat menjadikan dirinya sebagai aset nasional alat perjuangan bangsa yang harus dibina dan mendapat respon dari mahasiswa sehingga HMI menjadi organisasi besar, dengan jumlah pengikut yang besar pula.
5. Orde baru merupakan pintu gerbang memasuki fase dan terase kehidupan baru yang mendapat dukungan luas dari masyarakat yang mendambakan keadilan dan kebenaran. 
6. Karena peranan mahasiswa dalam kehidupan suatu negara yang sedang berkembang sangat strategis dan dibutuhkan. 
7. Karena pemikiran-pemikiran yang disampaikan HMI, sangat relevan dengan kebutuhan bangsa Indonesia dalam kehidupan.
Perjalanan HMI selama 63 tahun dengan 8 faktor latar belakang berdirinya HMI, tujuan
HMI yang pertama dan terakhir kemudian misi HMI, 7 pemikiran awal HMI telah membawa dan menciptakan karakter HMI. Karakter HMI adalah potensi yang sejak awal kelahirannya sudah melekat pada dirinya dan selalu menyertai, menjiwai perjalanan dan perjuangan HMI, sehingga mampu membiaskan nuansa-nuansa yang selalu aktual. Karakteristik dan jati diri HMI inilah yang membedakannya dengan organisasi lain.
Berdasarkan berbagai dokumentasi organisasi HMI seperti AD/ART HMI, Nilai-Nilai Dasar Perjuangan (NDP), tafsir tujuan, tafsir independensi, latar belakang berdirinya HMI, maka karakteristik HMI mengandung prinsip-prinsip :
1. Berdasarkan Islam yang bersumber pada Alquran dan Assunnah.
2. Berwawasan keindonesiaan dan kebangsaan.
3. Bertujuan terbinanya 5 kualitas insan cita HMI, dengan 17 indikator, serta ditandai 5
ciri kader HMI.
4. Bersifat independen.
5. Berstatus sebagai organisasi mahasiswa yang berorientasi kepada keilmuan.
6. Berfungsi sebagai organisasi kader.
7. Berperan sebagai organisasi perjuangan.
8. Bertugas sebagai pembentuk calon pemimpin bangsa Indonesia.
9. Berkedudukan sebagai organisasi modernis.

Jadi, sejak kelahirannya HMI telah berhasil meletakkan hal-hal yang bersifat fundamental dan mendasar, sehingga eksistensi dan keberadaan HMI dapat kokoh di tengahtengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara umumnya, dan di tengah dunia perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan pada khususnya.

Di pertengahan fase pergolakan dan pembaharuan pemikiran, tepatnya sejak tahun 1980, HMI mulai mengalami kemunduran. Kemunduran itu berlangsung terus secara perlahan sampai pada fase reformasi (1995-1999), dan sampai sekarang pada fase tantangan II (2000- sekarang).
Pada fase reformasi, inisiatif pertama tidak muncul lagi dari HMI. Begitu juga kendali perjuangan tidak dipegang HMI sebagaimana pada masa perjuangan orde baru. Pada fase tantangan II ini, persoalan yang dihadapi HMI semakin kompleks, sehingga HMI saat ini tidak bisa berbuat banyak memberikan kontribusinya di tengah-tengah pergulatan dinamika bangsa dewasa ini. Ini sangat ironis. HMI menghadapi tantangan internal dan eksternal yang sangat serius. Semestinya HMI senantiasa harus mampu sebagai organisasi perjuangan yang selama ini dikenal sebagai kader pelopor dan avant garde bangsa memberikan solusi yang tepat dan cepat terhadap berbagai permasalahan bangsa. Kenyataannya, julukan itu sekarang ini tidak lagi seperti yang diharapkan. Mengapa hal itu terjadi ? Itulah persoalan besar yang kini melanda HMI bahkan mungkin untuk masa mendatang.
Maka yang menjadi persoalan adalah :
1. Bagaimana dinamikan perjalanan HMI pada masa dulu ?
2. Bagaimana pula kondisi HMI sekarang ini ?
3. Tantangan apa yang dihadapi HMI ?
4. Agenda-agenda perubahan apa yang perlu dilakukan untuk membangkitkan kembali HMI?
5. Mengapa HMI perlu mereformasi diri dan membutuhkan pemimpin yang kuat?
6. Bagaimana masa depan HMI ?

Inilah beberapa persoalan pokok yang akan dibahas dalam makalah ini melalui analisis komparatif HMI masa dulu dan masa sekarang akan jelas terlihat posisi HMI di tengah dinamika persoalan bangsa dewasa ini bagaimana kondisi antara cita dan realitas yang sebenarnya. Dengan demikian bagaimana agenda-agenda perubahan yang perlu dilakukan untuk kebangkitan HMI kembali sehingga dapat muncul dan berjaya seperti pada masa dulu.

II. DINAMIKA PERJUANGAN HMI MASA DULU 
Sejarah telah mencatat bahwa sejak lahirnya HMI 5 Februari 1947, 59 tahun yang lalu, HMI telah menorehkan masa lalu, dengan berbagai hasil sebagai akumulasi dari perjuangannya. Terlalu banyak dan panjang untuk diungkapkan di sini, berupa keunggulan dan keberhasilan HMI dalam berbagai aspek, di antaranya adalah :
1. HMI adalah organisasi mahasiswa tertua di Indonesia ini.
2. HMI adalah organisasi mahasiswa terbesar.
3. HMI mempunyai anggota dan alumni yang banyak.
4. HMI telah memberikan andil terbesar bagi pembentukan cendekiawan muslim di Indonesia.
5. HMI telah memberikan kontribusi penting bagi pembinaan generasi muda di Indonesia.
6. HMI telah memberikan kontribusi positif bagi pembangunan bangsa dengan berbagai pemikiran.
7. HMI telah memberikan sumbangsihnya yang besar dan nyata untuk mempertahankan negara proklamasi 17 Agustus 1945.
8. HMI telah memberikan kontribusinya melawan dan berhadapan dengan PKI dan antekanteknya, yang berusaha untuk mengkomuniskan Indonesia, sehingga HMI ditempatkan sebagai musuh utama PKI untuk dibubarkan sebelum meletusnya Gestapu/ PKI 1965.
9. HMI tetap mampu mempertahankan sifat independensinya sejak berdiri hingga sekarang.
10.HMI memliki sejarah yang jelas. Terdapat 94 buah buku yang menulis khusus tentang HMI.
11.HMI memiliki aparat yang lengkap yaitu PB, BADKO, Cabang, KORKOM, Komisariat, Lembaga-Lembaga Kekaryaan, KOHATI yang merata di seluruh Indonesia.
12.Usia 59 tahun HMI dapat diartikan sebagai petunjuk eksistensi kebenaran, ketahanan, kekuatan, dan ketepatan konsep perjuangan yang telah dipilih para generasi pendiri HMI.
13.Eksistensi kebenaran dan ketepatan wawasan HMI telah teruji sekaligus membenarkan akan makna dan ketepatan dasar dan identitas HMI.
14. Perjalanan kehidupan HMI sejak berdiri hingga sekarang, pada hakikatnya berlangsung secara dinamis, penuh perubahan dan kelangsungan, pergumulan dan perdamaian, ketegangan dan ketenangan, konflik dan konsensus.
15.HMI dapat mengembangkan diri sebagai organisasi yang bersifat nasional dan modern.
16.HMI dapat menempa kader-kader yang berwawasan keIslaman, keIndonesiaan,kemahasiswaan, independen, kepemudaan, keilmuan, pemikir, pejuang, dan pengabdi.
17.HMI dapat memberikan jawaban yang terbaik bagi persoalan bangsa dan bernegara, dalam perang kemerdekaan ikut melawan dan mengusir penjajah Belanda serta sumbangannya dalam ikut menumpas pemberontakan PKI di Madiun 1948.
18.HMI tampil sebagai aset nasional dengan berbagai kekuatan dan kelemahan.
19.HMI dapat melakukan alih generasi dengan tertib, walaupun sering ditandai dengan berbagai kelemahan.
20.HMI banyak dikaji dan diteliti oleh kalangan ilmuan untuk karya tulis seperti skripsi, tesis, dan disertasi.
21.HMI berhasil mencetak alumni-alumninya yang dapat menduduki berbagai jabatan dalam negara dan masyarakat walaupun sering timbul masalah.
22.HMI dapat mengembangkan pemikiran-pemikiran yang inovatif.
23.HMI banyak terpublikasi oleh berbagai media, baik melalui saluran resmi maupun yang dipublikasikan insan pers.

III. KONDISI HMI MASA KINI
Untuk melihat kondisi HMI dewasa ini, seperti ditulis Prof. DR. H. Agussalim Sitompul, dalam bukunya 44 Indikator Kemunduran HMI, telah mengungkapkan secara gamblang, kemunduran yang dialami HMI sejak tahun 1980, selama 26 tahun1. Ir. H. Akbar Tandjung dalam kata Pengantar dalam buku ini mengatakan bahwa kritik-kritik yang dikemukakan penulis buku ini memang pahit bagi HMI. Akan tetapi hendaknya itu semua dipandang sebagai motivasi bagsi setiap pengurus, aktivis, dan kader HMI dimanapun juga, untuk bangkit dan berkembang kembali sebagai organisasi kemahasiswaan bernapaskan Islam, yang berwibawa kuat dan berpengaruh. 

Ketua Umum PB HMI, Hasanuddin, dalam kata sambutan PB HMI mengemukakan bahwa apa yang ditulis di buku ini menunjukkan betapa banyaknya persoalan yang dihadapi HMI termasuk konflik internal Prof. Dr. H. Nurcholish Madjid, memberikan peringatan keras terhadap HMI ketika menjelang Kongres ke-23 HMI di Balikpapan tahun 2002. Nurcholish dalam peringatan itu mengatakan bahwa apabila HMI tidak bisa melakukan perubahan, lebih baik membubarkan diri4. Peringatan itu sebagai shock therapy, dengan harapan, HMI dapat dan mampu melakukan perubahan terhadap dirinya yang banyak kalangan dipandang bahwa dalam tubuh HMI ditemukan berbagai kekurangan yang sifatnya negatif.

Kondisi seperti inilah yang menyebabkan munculnya stigma negatif terhadap HMI yang meliputi berbagai aspek seperti tentang keislaman, keindonesiaan, kemahasiswaan, keorganisasian, keHMIan, kedipsilinan, kurangnya respon terhadap berbagai masalah yang berkembang dalam kehidupan berbangsa bermasyarakat, dan bernegara, HMI tidak diminati lagi oleh mahasiswa, HMI hanya pandai berpendapat, tetapi tidak bisa melakukan perbuatan nyata (action), HMI sangat lemah dalam hal networking (jaringan), HMI sangat lemah dalam bidang informasi, publikasi, dokumentasi, banyak anggota HMI tidak memiliki sifat amanah, pamrih dalam berjuang, kurang dilandasi dengan semangat ikhlas. HMI tidak lulus dalam sejarah, yaitu dengan adanya organisasi yang menamakan dirinya “HMI-MPO”.

Maka dari kondisi HMI seperti itu, mutlak dilakukan tindakan atau langkah untuk mengubah stigma negatif HMI itu, dengan berbagai cara dan tindakan nyata. Kalau stigma negatif HMI tidak segera dilakukan perubahan, maka reputasi HMI pasti akan lebih merosot dari kondisi yang ada sekarang, yang ditandai 44 indikator kemunduran HMI. Terutama oleh Pengurus sejak dari PB sampai Komisariat bahkan seluruh anggota HMI, suka tidak suka, mau tidak mau, harus memiliki kesadaran kolektif, bahwa mengubah stigma negatif HMI harus dilakukan saat ini juga. Di sini tidak ada tawar-menawar lagi. Apabila HMI terlambat melakukan perubahan integral, maka dampaknya akan semakin buruk bagi kelangsungan hidup HMI untuk masa-masa mendatang.

Dari dua citra yang saling bertolak belakang itu, HMI berada di persimpangan sejarah. Di satu arah dipandang sebagai suatu keberhasilan dan keunggulan HMI yang penuh romantisme sejarah. Di satu arah lain, HMI mengalami kemunduran, sebagai satu kegagalan menjalankan peranannya sebagai organisasi perjuangan. Dari dua kasus ini menunjukkan bahwa perjuangan HMI selama 63 tahun ini tidak semuanya ditandai dengan kesuksesan dan keberhasilan. Yang menjadi pertanyaan, mengapa terjadi demikian ? Pertanyaan itulah secara lugas diungkapkan oleh Agussalim Sitompul dalam “44 Indikator Kemunduran HMI”.

Secara empiris Agussalim Sitompul membeberkan terdapatnya 44 indikator yang menyebabkan HMI mengalami kemunduran. Semestinya dalam usia HMI 63 tahun, dan telah memasuki usia 50 tahun kedua (50 tahun pertama 1947-1997, dan usia 50 tahun kedua 1998- 2048), perjalanan perjuangannya semakin mulus dan menanjak, sudah take off. Akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya – HMI mengalami kemunduran.

Kemunduran itu seperti ditulis oleh Didik J. Rachbini, sudah terjadi sejak tahun 19806, berarti sudah 26 tahun. Seperempat abad lebih HMI tidak dapat mengikuti perkembangan realitas sosial budaya yang berkembang sangat pesat. Maka HMI terlambat, sebabnya karena HMI tidak dapat mengadakan penyesuaian-penyesuaian secara struktural. Walaupun HMI ada, tetapi laksana bergerak di tempat dan sangat lamban memberi respon terhadap setiap perkembangan yang muncul, dengan bermacam-macam perubahan. Berarti antara perkembangan masyarakat dan aktivitas HMI tidak seimbang. Apabila ini terjadi, dan memang sudah terjadi, HMI akan tersingkir dari perubahan yang terus muncul datang silih berganti. Walaupun HMI ada tetapi berada di pinggir, tidak mampu lagi tampil dalam orbit yang semestinya, malah dengan keberadaan serta akses yang lemah jika dibandingkan terhadap supra sistemnya, yaitu masyarakat yang terus berkembang dan mengalami perubahan. Supra sistemnya yang dimaksud di sini juga adalah gerakan Islam kontemporer yang juga mengalami perubahan. Gerakan Islam kontemporer juga termasuk dalam sistem sosial politik yang ada, karena ia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bangsa Indonesia.

Pada saat itu momentum untuk melihat eksistensi HMI di dalam konteks supra sistem yang dimaksud dan sistem sosial politik yang ada. Ketika itu, momentum pembangunan sosial politik maupun ekonomi, tengah berada dalam tingkat intensitas yang tinggi, gerakan Islam kontemporer ikut mengalaminya. Dalam dekade sekarang maupun dekade-dekade mendatang. Pergeseran-pergeseran peran dan kekuatan sosial politik, maupun ekonomi, serta gerakan Islam kontemporer tengah terjadi dengan intensitas yang lebih tinggi dan besar. Maka bagi organisasi perjuangan seperti HMI, perlu dibina dan dipelihara kesadarannya bahwa segala sesuatu di luar organisasi tengah mengalami perubahan dengan berbagai konsekuensi dan pengaruh yang lebih besar. Hal itu perlu dilakukan untuk tetap memulihkan eksistensi maupun akses HMI untuk suatu perubahan. Perlu disadari oleh HMI, bahwa perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, bisa merupakan kekuatan untuk mengembangkan organisasi, akan tetapi bisa juga menjadi ancaman yang potensial, yang mematikan keberadaan HMI, karena HMI tidak mampu mengimbanginya berupa konsolidasi organisasi sehingga lama kelamaan kerdil dan akhirnya bisa mati hilang dari peredaran.

Sebuah treatment, dilakukan dalam bentuk suatu kebijaksanaan dan proses rasionalisasi yang seharusnya menjadi konsekuensi dari adanya kesadaran akan urgennya sebuah perubahan internal HMI. Akan tetapi terbukti banyak elemen-elemen organisasi yang tidak siap, baik sumber daya manusianya.

Berdasarkan sinyalemen itu, HMI sejak tahun 1980-2009, nampaknya banyak melakukan kesalahan di berbagai hal, yang menyebabkan HMI mengalami kemunduran. Koreksi dan kritikan terhadap HMI telah banyak dilakukan baik dari dalam maupun dari luar HMI. Akan tetapi dengan koreksi dan kritikan itu, tidak kunjung terjadi perubahan terhadap perbaikan HMI yang dilakukan PB HMI. Bahkan 2 periode terakhir, HMI semakin terpuruk karena terjadi dualisme kepemimpinan dalam tubuh PB HMI (Kholis Malik – Muchlis Tapi- Tapi 2001-2003, dan Hasanuddin – Syamud Ngabalin 2003-2006). Kondisi seperti itu terjadi 29 tahun – waktu yang cukup lama. Puncak gelombang koreksi dan kritikan tentang terjadinya kemunduran di tubuh HMI muncul menjelang Kongres ke-25 HMI di Makassar bulan Februari 2006, yaitu dengan terbitnya karya monumental Agussalim Sitompul “44 Indikator Kemunduran HMI”. Buku itu telah tersebar luas sejak pra Kongres ke-25 HMI hingga pada Kongres ke-25 HMI di Makassar. Bahkan di beberapa Cabang, seperti HMI Cabang Medan, Padangsidimpuan, Lampung, Cirebon, HMI Komisariat PAI Unissula Semarang buku itu telah dibedah. Sejak itu muncullah kesadaran individual dan kolektif di kalangan HMI bahwa memang HMI benar-benar mengalami kemunduran, dan diikuti pula kesadaran individual dan kolektif bahwa dalam tubuh HMI mutlak dilakukan perubahan agar dapat bangkit kembali. 

Demikianlah gambaran posisi HMI yaitu di antara keberhasilan – dan kemunduran antara positif – negatif. Akan tetapi apabila dilihat dari waktunya – lebih panjang masa keberhasilannya, selama 33 tahun. Akan tetapi para pengamat lebih terfokus melihat kemunduran HMI saja selama 26 tahun, terlebih-lebih apabila yang melihat itu tidak mengalami masa keberhasilan HMI pada masa-masa sebelumnya.

Maka kondisi HMI yang semakin mundur belakangan ini, adalah satu kewajiban HMI sebagai ulil albab atau orang yang berpikir untuk mengambil ibrah atau iktibar. Seperti disebutkan dalam Alquran bahwa dalam membaca peristiwa sejarah yang terdapat dalam Alquran tidaklah mudah. Karena di dalamnya mengandung ibrah atau lambang-lambang yang perlu dipahami oleh kalangan albab.8

Begitu juga halnya membaca peristiwa sejarah yang terdapat dalam tubuh HMI tidaklah mudah. Karena di dalam peristiwa sejarah dalam HMI juga mengandung ibrah atau lambang-lambang perlu dipahami oleh kalangan albab. Nampaknya para kalangan albab di HMI terutama para pengurus HMI utamanya PB HMI belum dapat memahami sepenuhnya tentang ibrah atau lambang-lambang yang menimpa HMI walau sudah terjadi 29 tahun datang silih berganti tanpa berhenti, berupa peristiwa-peristiwa negatif yang menimpa HMI seperti pecahnya HMI menjadi dua kubu antara HMI DIPO dan HMI MPO, terjadinya dualisme kepemimpinan dalam tubuh PB HMI pada dua periode terakhir, adanya indikasi money politic dalam pemilihan pengurus HMI, kerusakan moral/ akhlak, terdapat para pengurus HMI yang lalai menunaikan shalat, banyak pengurus HMI yang tidak amanah, jujur, adil, dan ikhlas serta kasus-kasus negatif lainnya. Dengan demikian peristiwa-peristiwa yang nyata-nyata atau benar-benar terjadi yang mengandung lambang atau ibrah yang perlu ditangkap maknanya agar dapat dijadikan contoh untuk hari ini.

Demikianlah halnya, bahwa semua kejadian sejarah yang menimpa HMI yang menyebabkan kemundurannya, hendaknya dapat dipahami sepenuhnya oleh para pengurus HMI (albab, yang mengandung lambang atau ibarat sebagai cobaan atau peringatan dari Allah SWT, yang perlu ditangkap maknanya agar dapat dijadikan contoh untuk hari ini, guna memperbaiki HMI dari kemundurannya sehingga dapat bangkit kembali. Allah SWT akan terus menguji dan mendatangkan peringatan kepada HMI apabila kalangan pengurus atau albab tidak cepat-cepat melakukan perbaikan/perubahan. Para albab atau pengurus dan segenap anggota, aktivis, dan kader HMI, jangan memandang enteng dan remeh terhadap semua peringatan Allah SWT berupa kejadian-kejadian sejarah sebagai ibrah atau lambanglambang yang perlu dipahami dengan cepat, tepat dan cerdas. Dalam kaitan ini juga Allah SWT mengingatkan bahwa; wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghodin – perhatikanlah sejarahmu untuk masa depanmu9. Mengapa dengan sejarah sampai dijadikan standar agar seorang dapat selamat meniti masa depannya. Sejarah ternyata di dalamnya terdapat pelajaran, peringatan, kebenaran, yang akan mengukuhkan hati manusia10 Manusia sebagai “aktor sejarah” harus disadarkan bahwa dia hidup dalam masyarakat yang selalu berubah.11 Keyakinan diri terhadap kemampuan untuk maju sering surut, karena pemahaman terhadap esensi sejarah tugas kehidupannya mulai pudar dari kesadarannya.
Karena itu perlu disadarkan kembali dengan sejarah12, dengan tidak mengambil peristiwa secara fragmental, melainkan sebagai satu kesatuan sejarah yang universal yang terumuskan dalam 25 peristiwa sejarah Kerasulan. Pengambilan sebagian hanya memperoleh bahan mentah sejarah, tetapi bukan hakekat sejarah.

Menoleh kembali ke masa lalu, bertujuan untuk memahami masa yang akan datang, wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghad (perhatikanlah sejarahmu untuk masa depanmu13, merupakan tiga dimensi waktu yang selalu berkaitan. Menoleh ke masa lalu akan menemukan “informasi pengalaman yang telah teruji”. Membaca peristiwa kerasulan dalam Al Quran, berarti memperoleh contoh yang benar yang tidak dapat diragukan lagi.14 Berkaitan dengan tugas manusia sebagai aktor sejarah untuk menciptakan perubahan, juga ditegaskan Allah SWT dalam Al Quran, “sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah”15

IV. TANTANGAN YANG DIHADAPI HMI
Sebagai organisasi perjuangan, setiap saat HMI dihadapkan kepada berbagai tantangan yang datang silih berganti tanpa berhenti. Tantangan itupun akan selalu munculterlebih-lebih di masa depan, yang bentuk dan wujudnya jauh lebih besar dan berat. Ada 2 tantangan besar yang dihadapi HMI, yaitu tantangan internal dan eksternal.

A. Tantangan internal
Kajian tentang HMI saat ini menunjukkan, bahwa kehidupan sekarang dan mandatang, HMI telah ditantang :
1. Masalah eksistensi dan keberadaan HMI, yang ditandai 40 indikator kemunduran , memudar dan mundurnya HMI, seperti diuraikan pada bagian II.
2. Masalah relevansi pemikiran-pemikiran HMI, untuk melakukan perbaikan dan perubahan mendasar terhadap berbagai masalah yang dihadapi bangsa Indonesia.
3. Masalah peran HMI sebagai organisasi perjuangan yang sanggup tampil dalam barisan terdepan sebagai avant garde bangsa, dalam melakukan berbagai perubahan yang dibutuhkan masyarakat.
4. Masalah efektifitas HMI memecahkan masalah yang dihadapi bangsa, karena banyak organisasi sejenis maupun yang lain, dapat tampil lebih efektif mengambil inisiatif terdepan memberi solusi terhadap problem yang dihadapi bangsa Indonesia.

Sebagai jawabannya, menuntut pemecahan yang bersifat teoritis dan praktis, akan tetapi semuanya bersifat konseptual, integratif, dan inklusif. Sebab pendekatan yang tidak konseptual, parsial, dan eksklusif tidak akan melahirkan jawaban yang efektif. Untuk itu dibutuhkan ide dan pemikiran dari anggota aktifis, kader, dan pengurus HMI di seluruh jenjang organisasi.

B. Tantangan eksternal
Berbagai tantangan eksternal juga dihadapkan kepada HMI yang tidak kalah besar dan rumitnya dari tantangan internal, antara lain :
1. Tantangan menghadapi perubahan zaman yang jauh berbeda dari abad ke-20, yang munculpada abad ke-21 saat ini, serta abad Globalisasi.
2. Tantangan terhadap peralihan generasi yang hidup dalam zaman dan situasi berbeda dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya yang dijalani generasi muda bangsa.
3. Tantangan untuk mempersiapkan kader-kader dan alumni HMI, yang akan menggantikan alumni-alumni HMI yang saat ini menduduki berbagai posisi strategis dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Karena regenerasi, suka tidak suka, mau tidak mau pasti berlangsung.
4. Tantangan menghadapi bahaya abadi Komunis.
5. Tantangan menghadapi golongan lain, yang mempunyai missi berbeda dari umat Islam.
6. Tantangan adanya kerawanan aqidah. Abad kejatuhan manusia dari makhluk spritual menjadi makhluk materialistis adalah akibat munculnya humanisme dalam panggung  sejarah yang ditandai dengan adanya Renaissance. Lewat corong Renaissance ini, humanisme mempromosikan potensi manusia melebihi batas-batas-batas fitrahnya.

Humanisme memfigurkan manusia sebagai titik pusat alam yang bergerak ke arah pengukuran manusia sebagai superman. Manusia yang merasa dirinya unggul karena penemuan sains dan teknologi lewat otaknya, membuat dia bertambah ambisi menaklukkan alam. Itulah konteks generasi manusia di abad ini yang mengandalkan budi dayanya untuk merumuskan prinsip-prinsip kehidupan yang tidak bisa dipertahankan, karena paradigma dan epistemologi yang dipakai sesungguhnya kering sama sekali dari tata nilai spriritual.

Jiwa masyarakat di abad ini tidak bersemi untuk membuahkan perilaku yang harum sebagai makhluk Tuhan. Semua ini adalah hasil produksi agen humanisme, yakni sekularisme yang mengemukakan gagasan dimensi pertama dari masyarakat di abad ini, yaitu kemanusiaan yang tidak bertuhan (humanisme). Dimensi kedua adalah materi yang tidak bertuhan (materialisme) yang menganggap realitas kehidupan ini cuma materi. Materialisme ilmiah telah menarik jutaan ilmuwan yang ikut memikirkan konsep-konsep materialisme untuk dipasarkan dalam masyarakat. Masyarakat model ini begitu tertarik dengan propaganda kaum materialisme yang menawarkan potensi materi dalam kehidupan melalui berbagai dimensi kebutuhan. Materialisme telah memprojeksikan diri dalam postur kapitalisme yang membangun berbagai industri untuk memproduksi macam barang-barang konsumtif. Lewat promosi efektif, disertai iklan gencar lewat teknologi informasi, manusia dipaksa membeli. Hal ini berarti mengukukan kapitalisme untuk menghancurkan mental. Manusia diracuni dengan aneka barang produksi yang sebenarnya tidak primer. Inilah fenomena kehidupan sosial pada saat ini. Dimensi ketiga, adalah perilaku yang tidak bertuhan (atheisme) yakni suatu pandangan hidup yang tidak mengakui Tuhan secara konsepsional, karena Tuhan tidak dapat ditangkap dengan indera dan tidak dapat dirasakan secara langsung dalam bentuk pengalaman. Tuhan hanya hadir dalam pikiran, tidak hadir dalam tindakan. Alam dan manusia tidak mampu membuktikan Tuhan secara ilmiah karena manusia begitu lahir sudah ada alam. Semuanya terjadi karena ada yang menciptakan. Mati dan hidup cuma sebagai suatu siklus alam yang berputar pada porosnya.
7. Tantangan menghadapi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang terus berkembang tanpa berhenti sejenakpun.
8. Tantangan menghadapi perubahan dan pembaharuan di segala aspek kehidupan manusia yang terus berlangsung sesuai dengan semangat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang sangat kompetitif.
9. Tantangan menghadapi masa depan yang beum dapat diketahui bentuk dan coraknya. Masa depan tidak mungkin ditolak dan ditangguhkan, karena masa depan tidak mengenal tapal batas waktu dan perubahan.
10.Kondisi umat Islam Indonesia yang dalam kondisi belum bersatu.
11.Kondisi dan keadaan perguruan tinggi dan dunia kemahasiswaan, kepemudaan, yang penuh dengan berbagai persoalan dan problematika yang sangat kompleks.

Karena itu menghadapi tantangan itu HMI dengan segenap aparatnya harus mampu menghadapinya, dengan penuh semangat dan militansi yang tinggi. Apakah HMI mampu menghadapi tantangan itu, sangat ditentukan oleh pemegang kendali organisasi sejak dari PB HMI, Pengurus Badko, Cabang, Komisariat, Korkom dan Lembaga – lembaga kekaryaan, serta segenap anggota HMI, maupun alumninya yang tergabung dalam KAHMI sebagai penerus, pelanjut serta penyempurna mission sacre HMI. Peralihan zaman, peralihan generasi saat ini sangat menentukan bagi eksistensi HMI di masa – masa mendatang. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi tantangan frontal itu diperlukan kesadaran dari angota, kader dan pengurus HMI secara simultan. Untuk menimbulkan kesadaran simultan itu maka NDP, 5 kualitas insan cita HMI dengan 17 indikatornya, 5 ciri kader HMI, 8 macam karakter/kekuatan HMI perlu diaktualkan dalam diri masing – masing anggota, kader dan pengurus. Faktor – faktor tersebut sangat potensial untuk menumbuhkan kesadaran para anggota, kader dan pengurus asalkan pembelajarannya dilakukan secara terpadu dan intensif. Dengan demikian pemberdayaan setiap anggota, kader dan pengurus HMI akan tumbuh dengan subur, sehingga merupakan kekuatan besar dengan semangat kebersamaan untuk membangun kembali HMI.

Manusia sebagai “aktor sejarah” harus disadarkan bahwa dia hidup dalam masyarakat yang selalu berubah (Q.S. 55 : 26). Keyakinan diri terhadap kemampuan untuk maju sering surut, karena pemahaman terhadap esensi sejarah tugas kehidupannya mulai pudar dari kesadarannya. Karena itu perlu disadarkan kembali dengan sejarah (Q.S. 11:20), dengan tidak mengambil peristiwa secara fragmental, melainkan sebagai satu kesatuan sejarah yang universal yang terumuskan dalam 25 peristiwa Sejarah Kerasulan. Pengambilan sebagian hanya memperoleh bahan mentah sejarah, tetapi bukan hakekat sejarah. Menoleh kembali ke masa lalu, bertujuan untuk memahami masa yang akan datang, wal tandhur nafsun ma qaddamat li ghad (perhatikanlah sejarahmu untuk masa depanmu, (59:18)), merupakan tiga dimensi waktu yang selalu berkaitan. Menoleh ke masa lalu akan menemukan “informasi pengalaman yang telah teruji”. Membaca peristiwa kerasulan dalam Al Quran, berarti memperoleh contoh yang benar yang tidak dapat diragukan lagi (Q.S. 2 : 2). Berkaitan dengan tugas manusia sebagai aktor sejarah untuk menciptakan perubahan, juga ditegaskan Allah SWT dalam Al Quran, “sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah” (Q.S. 11 : 13).16


V. AGENDA-AGENDA PERUBAHAN YANG PERLU DILAKUKAN UNTUK MEMBANGKITKAN KEMBALI HMI
Seperti ditulis Agussalim Sitompul, bahwa kini HMI menghadapi dua tantangan, yaitu
tantangan internal, dan tantangan eksternal.17 Maka untuk menghadapi tantangan tersebut, perlu diambil langkah-langkah guna melakukan perubahan revolusioner dalam tubuh HMI. Berbagai langkah untuk mengubah stigma negatif HMI, harus merupakan perbuatan sadar dari segenap aparat dan seluruh anggota HMI. Beberapa langkah-langkah pokok dan mendasar untuk mengubah stigma negatif HMI, antara lain :
1. Memiliki Kesadaran Individual dan Kolektif bahwa HMI Sekarang Mengalami Kemunduran serta Memiliki Kesadaran bahwa HMI Harus Melakukan Perubahan agar Bangkit Kembali
Untuk itu dituntut dari segenap anggota, aktivis, kader, dan pengurus HMI, untuk memiliki kesadaran kolektif bahwa HMI sedang mundur dan harus dibangkitkan kembali dengan memberi “obat terhadap 44 macam penyakit yang diderita HMI”, sehingga sehat dan segar bugar kembali seperti masa sehatnya dulu.

2. Mengembalikan Ruh dan Semangat Keislaman dalam HMI serta Anggotanya
Terdapat titik lemah dalam HMI, tentang pengetahuan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan Islam. Hakekat Islam itu adalah pertama, Iman (6 rukun Iman), 1) percaya kepada Allah, 2) percaya kepada Nabi dan Rasul Allah, 3) percaya Malaikat Allah, 4) percaya kepada kitab-kitab yang diturunkan Allah, 5) percaya kepada hari akhirat, dan 6) percaya kepada Qadla dan Qadar; kedua, Islam (5 rukun Islam), 1) mengucapkan dua kalimat Syahadat, 2) Shalat, 3) Puasa, 4) Zakat, 5) menunaikan ibadah Haji apabila sanggup; ketiga, Akhlak atau moral. (Sesungguhnya aku diutus kata Nabi Muhammad SAW adalah untuk memperbaiki akhlak). Ketiga Hakikat agama Islam itu tergambar jelas dalam lambang HMI. Semestinya pengetahuan, pemahaman, penghayatan, dan pengamalan hakekat Islam itu bagi setiap anggota HMI harus mendarah daging dan kental, sempurna atau secara kaffah baik yang menyangkut rukun Iman dengan segala totalitasnya, maupun yang menyangkut rukun Islam secara totalitas, maupun yang menyangkut masalah akhlaq atau moral. Hakekat Islam yang meliputi 3 aspek itu harus menjadi sumber inspirasi, sumber motivasi, sumber berbuat dan bertindak dalam setiap melakukan apapun dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat, dan bernegara. Ruh dan semangat Islam dalam setiap gerak HMI serta segenap anggotanya, secara positif harus tampil beda dengan anggota organisasi lain. Untuk itu, peningkatan pengetahuan, pemahaman, penghayatan atau pengamalan ajaran Islam secara kaffah bagi setiap anggota HMI harus dilakukan dengan agenda-agenda konkrit, seperti melakukan kajian-kajian agama Islam secara intensif, melakukan pendidikan atau kursus belajar baca Alquran bagi yang belum bisa baca Alquran, menggiatkan ceramah-ceramah agama dalam setiap rapat dan pertemuan HMI. Sehingga dengan demikian bagi setiap mahasiswa yang masuk HMI harus memiliki nilai lebih atau nilai tambah tentang Islam secara utuh dan benar. Asep Sopyan, ketika mencalonkan diri sebagai Ketua Umum HMI Cabang Ciputat periode 2003-2004 menulis buku Mengislamkan HMI Meluruskan Niat dalam Berorganisasi. Yang dimaksud dengan ungkapan “mengislamkan HMI” lebih tepat diartikan dengan “Melebih Islamkan HMI”. Jika keadaan HMI sekarang ini tidak Islam, dicoba agar keadaannya lebih dekat kepada Islam. Jika keadaan sekarang sudah agak Islam, diusahakan agar agaknya itu hilang. Jika keadaan HMI sekarang sudah lumayan Islam, kita ganti kata lumayannya itu dengan kata cukup, misalnya, Jika HMI sekarang sudah Islam, kita usahakan agar lebih Islam lagi. Begitu seterusnya proses “evolusi” keislaman HMI, sehingga pada akhirnya bisa mencapai Islam dalam kategori kaffah (sempurna luar dalam)18. Keislaman juga merupakan ciri khas HMI, harus tercermin dalam semua sikap dan perilaku setiap anggota HMI. Nilai-nilai dan semangat Islamiyah haruslah mampu membawah kita ke arah kemajuan dan kemandirian. Dalam suasana yang sejuk dan nyaman, dan dinamis nilai keislaman itu hendaknya benar-benar didalami, dihayati dan diamalkan oleh setiap anggota sehingga menjadi penuntun dalam kehidupan pribadinya sehari-hari, baik dalam hubungannya dengan Allah SWT maupun dengan sesama umat manusia dan lingkungan alam sekitarnya. Dengan demikian, setiap langkah dan alunan nafas insan HMI akan senantiasa berada dalam jalur amar ma’ruf nahimunkar, serta menjunjung tinggi akhlaqul karimah. Seluruh keluarga besar HMI akan senantiasa terdorong untuk melaksanakan perbuatan yang serba baik, serba benar dan serba bermanfaat, kapan dan di manapun berada. Itu berarti apa yang dituntut kepada HMI bukan lagi jawaban lama terhadap persoalan baru, melainkan kemampuan baru untuk gaung tantangan baru menghadapi perubahan dan pergantian zaman dan meyongsong masa depan.

3. Membangun dan Meningkatkan Tradisi Intelektual HMI
HMI yang selama ini memiliki tradisi intelektual sangat pekat dan kental, kini telah memudar, harus dikembalikan posisinya seperti semula. Keunggulan tradisi intelektual HMI harus dikembalikan, sehingga kiprah HMI di bidang intelektual ini harus dikembangkan dan ditingkatkan lagi, sehingga reputasi tradisi intelektual HMI baik tingkat lokal, nasional, maupun internasional dengan bukti nyata. Qua Ilmiah anggota-anggota HMI harus menonjol, semangat belajarnya harus prima, pemikiran ilmiah dan karya ilmiahnya harus dibina dan ditingkatkan, sehingga terhindar dari kemiskinan intelektual. Kelulusannya harus mencapai prestasi yang paling tinggi. Untuk itulah Komisariat sebagai ujung tombak perjuangan HMI dan pembinaan anggota, harus mengagendakan secara nyata program-program untuk pembinaan dan peningkatan kualitas keilmuan setiap anggota HMI, sehingga dalam setiap kesempatan harus mampu merebut dan menguasai ilmu pengetahuan dan dunia intelektual yang terus berkembang dan maju, tanpa mengenal tapal batas waktu.

4. Mempelajari dan Memperdalam Pengetahuan ke-HMI-an tanpa Batas
Karena tradisi intelektual anggota HMI dengan kunci persoalan utama bahwa “budaya membaca” di kalangan anggota HMI sangat lemah. Akibatnya, gerak organisasi menjadi lamban, terjebak rutinitas, bahkan stagnan. Oleh sebab itu seluruh jajaran HMI, harus mengagendakan untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman dan penghayatan ke-HMI-an bagi seluruh anggota, dengan melakukan diskusi-diskusi rutin, kajian intensif, penyediaan buku-buku perpustakaan. Peningkatan pengetahuan ke-HMI-an ini sebagai prasyarat untuk majunya organisasi dalam setiap gerakannya. Rendahnya kualitas pengetahuan ke-HMI-an anggota, kader, aktivis, maupun pengurus sejak dari pengurus komisariat sampai PB HMI ini terjadi turun temurun selama 26 tahun.

5. Melakukan Pembaharuan dalam Tubuh HMI.
Sesuai dengan tuntutan dan kemajuan zaman serta perubahan yang terus menerus terjadi, maka pembaharuan dalam tubuh organisasi mutlak dilakukan. Struktur organisasi harus diperbaharui, sehingga mampu bergerak dengan lincah untuk menjawab tantangan yang datang silih berganti tanpa henti. Jumlah anggota PB HMI harus dirampingkan, sehingga tidak menjadi beban tersendiri bagi HMI. Personal PB HMI cukup diambil dari Cabang-Cabang terdekat dengan kedudukan PB HMI. Tata kerja harus dirasionalkan, sehingga menjadi “rule of game” yang mampu menggerakkan roda organisasi secara lincah dan dinamis. Lembagalembaga kekeryaan yang tidak memahami tri fungsinya (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat), mutlak dilakukan reorientasi secara benar dan utuh, sehingga lembaga kekaryaan betul-betul berfungsi, tidak hanya sekedar pajangan nama dalam AD/ART HMI.

6. Melakukan Perombakan Perkaderan, Sesuai dengan Tuntutan Kontemporer.
Titik pusat kelemahan HMI saat ini terletak pada kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang kurang berkualitas, untuk tidak dikatakan “tidak berkualitas”, baik di kalangan pengurus, sejak dari PB HMI sampai pengurus Komisariat, maupun anggota-anggotanya. Turunnya kualitas anggota dan para Pengurus HMI sudah berlangsung secara berkesinambungan dan turun-temurun selama 26 tahun, 1980-2006. Realitas ini menyebabkan terdapatnya 44 Indikator Kemunduran HMI. Sesuai dengan fungsi HMI sebagai organisasi kader, dan merupakan urat nadi kehidupan HMI. Maka pembaharuan perkaderan sesuai dengan tuntutan kontemporer mutlak dilakukan di sini dan kini, yang meliputi antara lain, 
1)Tujuan dan arah perkaderan, 
2) Sistem dan Metode Perkaderan, 
3) Pendekatan, 
4) Jenjang Training, 
5) Kurikulum dan Silabi Perkaderan, 
6) Kompetensi Kader, 
7) Tenaga Pengajar (Instruktur), 
8) Sarana dan Prasarana Perkaderan, 
9) LPL, 
10) Literatur Perkaderan, 
11) Follow Up Perkaderan dan 
12) Evaluasi Perkaderan.

7. Mengakhiri dualisme dalam tubuh HMI
Walaupun secara hukum yang berlaku di Republik ini serta konstitusi HMI, bahwa HMI-MPO secara de jure adalah organisasi yang inkonstitusional. Akan tetapi secara de facto “HMI MPO” itu ada. Keberadaannnya menimbulkan banyak masalah dalam HMI dan mengganggu konsolidasi organisasi. Oleh karena itu penyelesaian masalah ini harus dilakukan dengan tiga tahap. Pertama, dengan kemauan dan kesadaran dari dua HMI harus dilakukan islah atas kemauan bersama dan diberi batas waktu tiga bulan. Apabila tahap pertama ini tidak berhasil maka PB HMI menempuh tahap kedua yaitu PB HMI mengirim surat kepada HMI MPO agar tidak memakai nama dan segala atribut HMI dengan batas waktu 3 bulan. Apabila tahap kedua belum berhasil maka ditempuh tahap ketiga yaitu mengajukan kasus ini ke pengadilan sampai tuntas.

8. Menjaga dan memelihara image HMI
Image HMI di mata orang dalam maupun orang luar, terutama mahasiswa baru sebagai calon anggota harus dijaga sedemikian rupa sehingga HMI dalam pandangan orang dalam maupun orang luar terhadap HMI harus selalu positif, dengan citra tunggal. Hal-hal yang dapat merusak image atau citra HMI harus dihindari. Karena berbagai image yang jelek terhadap HMI sering muncul, menyebabkan orang kurang simpati kepada HMI. Mahasiswa barupun sering mendapatkan image yang tidak simpatik terhadap HMI mereka tidak memilih HMI sebagai organisasinya. Setiap anggota, kader, aktivis, dan pengurus HMI harus dapat menjadikan dirinya sebagai panutan dan uswatun hasanah dalam hidup dan kehidupannya sehari-hari.

9. Networking 
Kelemahan mendasar yang juga dialami oleh HMI hampir di seluruh level struktur HMI adalah networking. Diakui atau tidak diakui bahwa hari ini HMI tidak bisa jalan
sendirian. HMI membutuhkan patner dalam memainkan peranannya untuk ikut
bertanggungjawab atas terciptanya masyarakat adil makmur dan sejahtera. Oleh karena itu
networking baik bersifat lokal, regional, bahkan internasional adalah satu keharusan.19
10. Membangun, memelihara, dan meningkatkan semangat idealisme perjuangan
pada setiap diri anggota, kader, aktivis, dan pengurus HMI
Setiap anggota, aktivis, kader, dan pengurus HMI, secara proaktif dapat menempatkan
dirinya sebagai subjek (pelaku) terhadap perubahan sosial dalam tubuh HMI, bukan sematamata
objek. Sikap pragmatisme sedapat mungkin harus dihindari, karena hal itu cenderung
dapat melemahkan semangat idealisme perjuangan. 
11. Menegakkan Disiplin
Disiplin yang tinggi sangat diperlukan dari segenap anggota, aktivis, kader, dan pengurus HMI, dalam kehidupan sehari-hari. Disiplin adalah syarat mutlak untuk mencapai kemajuan. Tanpa disiplin yang tinggi yang dilakukan dengan penuh kesadaran tidak mungkin dapat membuat organisasi akan maju dan bertambah baik.

12. Menjadikan HMI Tetap Sebagai Moral Force
Menetapkan dan menerapkan bahwa HMI adalah suatu moral force atau kekuatan moral. HMI dan segenap anggotanya harus dapat mewarnai setiap lingkungan di mana berada, sehingga mampu melakukan perubahan dan membuat suasana lingkungan semakin baik. Tidak boleh terjadi bahwa HMI dan segenap anggota dimanapun berkiprah terkooptasi dengan lingkungan. Selain HMI sebagai moral force HMI juga merupakan political force. Lima kualitas insan cita HMI, dengan 17 indikatornya, sebagai tafsiran dari tujuan HMI sebagai norma yang harus diterapkan oleh anggota HMI pada dirinya masing – masing. 17 indikator itulah yang menghasilkan HMI sebagai moral force atau kekuatan moral.

“Sebagai organisasi mahasiswa, HMI bukan dibentuk sebagai organisasi politik, dan karena itu tidak berorientasi pada politik. Perjuangan HMI adalah perjuangan kebenaran, atau nilai-nilai kemanusiaan. Dengan demikian maka HMI tepat disebut sebagai kekuatan moral dan pantulan suara nurani masyarakat. Akan tetapi sebagai organisasi yang telah mengalami perkembangan sedemikian rupa, termasuk persentuhannya dengan dinamika politik bangsa, maka setiap sikap dan perilaku HMI akan tetap mempunyai nilai dan resonansi politis. HMI yang postur awalnya sebagai moral force mau tidak mau juga dihitung sebagai political force. Kondisi demikian menuntut HMI untuk mengaktualisasi potensinya itu, baik moral force maupun political force. Tanpa aktualisasi keduanya, bukan hanya akan mubazir, tetapi juga akan menyebabkan proses pembusukan secara internal. Aktualisasi potensi tersebut tentunya bersifat outward looking, sehingga akan meminimalisir terjadinya konflik internal atau menumpuk kolesterol institusi yang akan membuat kinerja dan kerja-kerja organisasi menjadi lamban. Akan tetapi yang harus ditegaskan bahwa awal keberangkatan HMI adalah sebagai kekuatan moral. Ini yang tidak boleh luntur atau hilang. Artinya setiap bentuk aktualisasi kekuatan politiknya harus tetap dalam kerangka moralitas itu. Bahkan parameter perjuangan HMI tetap pada etika, moralitas dan nilai-nilai kebenaran. Aktualisasi kekuatan politik yang lepas dari kerangka dari moralitas itu tidak dapat dibenarkan”.20

13. HMI Harus Sanggup Melawan Mitos
Banyak julukan yang melekat kepada HMI yang berbau mitos, seperti HMI adalah organisasi mahasiswa tertua, HMI anggota dan alumni terbanyak, HMI sebagai kader pelopor atau avant garde bangsa, pewaris intelektual muslim, dan sebangsanya. Julukan itu ada benarnya, karena memang julukan itu pernah terbukti pada masa-masa dulu. Akan tetapi sekarang julukan itu tinggal mitos. Seperti dikatakan oleh Fachry Ali : Bahwa tanpa menyadari posisi HMI sekarang – lewat refleksi sosiologis – historis yang dipaparkan di muka, tanpa hasrat untuk menangkap dan mengembangkan kembali secara kreatif tradisi intelektual yang terwariskan kepadanya, HMI kini dan di masa mendatang, mungkin hanya tinggal mitos. Mitos hanya berarti suatu bentuk kepercayaan berlebihan tetapi kosong tanpa isi.
Oleh karena itu demi eksistensi HMI di masa-masa mendatang HMI harus berani dan sanggup melawan segala bentuk mitos, sebagai hiburan dan racun yang membahayakan, yang bisa membawa HMI kepada kemunduran bahkan bisa mematikan.

14. Konsolidasi Organisasi sebagai Masalah Besar Sepanjang Masa
Tugas pokok organisasi ada dua, (1) mengumpulkan kekuatan, (2) menggunakan kekuatan. Untuk mengumpulkan kekuatan suatu organisasi mempunyai panca tugas organisasi, yaitu (a) memelihara dan menciptakan sumber potensi, (b) mengolah sumber potensi menjadi potensi, (c) mengolah potensi menjadi kekuatan, (d) memelihara dan mempertinggi kualitas kekuatan, (e) menyediakan kekuatan yang setiap waktu diperlukan organisasi, sehingga merupakan kekuatan yang combat ready atau siap pakai. Teori berorganisasi, bahwa konsolidasi organisasi adalah masalah besar sepanjang masa yang harus dilakukan secara terus-menerus tanpa berhenti sejenakpun. Kalau berhenti,lama-kelamaan organisasi menjadi kerdil dan akhirnya mati.21 Maka dengan demikian untuk membangun dan membangkitkan kembali HMI organisasi yang solid mutlak diperlukan. Kalau organisasi dalam keadaan centang perenang, tidak mungkin dapat bergerak dan beraktifitas secara sempurna.
Agenda-agenda di atas mutlak dilakukan di sini dan kini oleh setiap anggota, aktivis, kader, dan pengurus HMI untuk meningkatkan kualitas diri. Dengan agenda-agenda tersebut setiap aktivitas yang dilakukan oleh anggota dan pengurus maupun aparat HMI semuanya akan berdampak, kualitasnya akan nampak. Secara simultan gerakan untuk melakukan perubahan revolusioner dalam tubuh HMI menghadapi tantangan zaman akan nampak dengan nyata. 
Inilah 14 langkah mendasar yang perlu dilakukan untuk mengubah stigma negatif HMI.

Kelima langkah ini masih bisa dikembangkan sehingga dapat ikut meramu usaha untuk melakukan perbaikan dan perubahan yang mendasar di HMI. Pelaksanan dari 4 langkah mendasar tersebut, pendekatannya adalah kualitatif, yaitu mengutamakan kualitas atau mutu.

Kalau agenda-agenda yang dilakukan berkualitas, dan dilaksanakan oleh pengurus yang berkualitas serta pengorganisasian yang berkalitas maka hasilnya dengan sendirinya pasti berkualitas. Apabila pendekatan kualitas tersebut dilakukan secara terus-menerus, maka keseluruhan aktivitas HMI pasti berkualitas. Selain agenda-agenda di atas, langkah-langkah yang perlu diambil sebagai jawaban dari berbagai kritik yang merupakan realitas yang harus diterima HMI, setidaknya HMI hari ini meminjam istilah Syafruddin Azhar, (Kompas, 25 April 2002) bahwa HMI harus mampu mendeskripsikan lagi perjalanan organisasinya untuk dapat meningkatkan keunggulan komparatif sumber daya manusia (SDM) yang dimilikinya sekaligus eksis di tengah gerakan – gerakan sosial masyarakat yang sangat akseleratif. Oleh karena itu dalam konteks ini HMI harus berupaya keras untuk : 1) Merebut kembali tradisi intelektualisme; yaitu diantaranya para kader HMI dan pengurusnya harus berprestasi di kampusnya dengan studi tepat waktu dan menghidupkan kembali kajian – kajian ilmiah; 2) Mengambil peran populis di tengah – tengah perubahan masyarakat. Hal ini memiliki arti bahwa HMI harus kembali kepada cita – cita awal berdirinya seperti tertuang dalam tujuan HMI. Insan akademis dalam AD/ART HMI dijelaskan bahwa seorang kader HMI berpendidikan setinggi – tingginya, berwawasan luas, berpikir rasional, kritis dan objektif, dan sekaligus bertanggung jawab terciptanya masyarakat adil makmur dan sejahtera. HMI tidak hanya sekedar bersemedi di kantor – kantornya akan tetapi HMI bersama rakyat membangun peradaban yang kuat.

Selain hal tersebut di atas dalam situasi yang serba sulit untuk menentukan strategi gerakan, HMI sebaiknya memilih wilayah transformatif dan missi korektif. Missi transformatif menekankan pada penyadaran sosial politik dan penularan gagasan dan ide – ide demokrasi dan hak asasi manusia. Sedangkan korektif menitikberatkan pada koreksi terhadap berbagai kebijakan dan sikap yang tidak menguntungkan rakyat banyak. HMI dari sosial change berubah menjadi directing sosial change yaitu pada awalnya HMI adalah sebagai pendobrak sekarang peran yang dibutuhkan adalah menjadi pengarah perubahan. Untuk mewujudkan missi tersebut maka yang harus dilakukan HMI :
1) Secara individual kader HMI harus menjadi profil kader modern religius. Menjadi kader religius modern tentunya harus menggambarkan profile of religious structure yang menggambarkan personalita seseorang atau manusia yang merupakan internalisasi nilai – nilai religiositas secara utuh. Oleh karena itu kualifikasi manusia yang modern religius, terkait dengan banyak faktor di antaranya :
a. Bebas dari kebodohan dan kemiskinan. Kebodohan dan kemiskinan akrab dengan kesesatan, lebih-lebih dalam masyarakat yang cenderung materialistik, individualistik, dan hedonistik. Cara-cara memenuhi kebutuhan hidup dan kekuasaan hidup yang tidak manusiawi telah banyak muncul dalam kehidupan termasuk di
lingkungan HMI. Kebodohan yang dimaksud dapat terjadi pada dimensi pengetahuan, motivasi, sikap dan perilaku yang membangun keutuhan karakteristik kader HMI.
b. Mencerminkan manusia modern yang berbudaya. Manusia modern religius ditandai karakteristik tingginya motivasi berprestasi yang diwujudkan dalam perbuatan nyata dalam bentuk kerja keras, pantang menyerah terhadap hambatan dan kesulitan kerja, bekerja tuntas tidak lekas puas dan lain – lain.
c. Memiliki motivasi untuk maju; sumber daya manusia yang baik bukanlan mereka yang tidak memiliki semangat untuk maju dan statis. Profil kader atau institusi semacam itu tidak akan membawa perkembangan dan kemajuan, bahkan dapat ditinggalkan zaman.
d. Memiliki paradigma hidup perspektif. Paradigma hidup perspektif dirasa semakin fungsional untuk menghadapi kehidupan yang sangat cepat berubah. Oleh karena itu, SDM yang mampu melihat masa depan merekalah akan unggul menghadapi masa depan.
e. Memiliki potensi sebagai subjek (pelaku) perubahan sosial. Ketergantungan adalah primordial sosial yang akhirnya akan menjadi beban sosial. Kualifikasi yang diharapkan adalah yang memiliki kemandirian dalam menghadapi berbagai persoalan, sebagai subjek dan bukan objek.
f. Memiliki keahlian yang jelas, akan memperjelas peran akan kehidupan bersama. Keahlian dapat diartikan sebagai sumbangan partisipasi nyata yang dapat diwujudkan oleh kader. Oleh karena itu antisipasi perubahan keadaan hanya dapat dilakukan oleh kader dari masyarakat belajar. Masyarakat belajar pada dasarnya dapat dibangun individu belajar, yang selalu mencermati keadaan, perubahan – perubahan yang terjadi, kesenjangan yang muncul dan dampak dari perubahan itu, serta alternatif untuk mengisi kesenjangan tersebut.
g. Memiliki disiplin dan etos kerja yang tinggi. Disiplin merupakan produk dari kemampuan seseorang untuk memanage diri sendiri baik dalam melakukan kegiatan individual maupun kegiatan organisasi.
h. Memiliki budaya kerja tuntas. Budaya kerja tuntas adalah cerminan dari sikap yang profesional.
i. Memiliki komitmen kebersamaan yang tinggi. Optimalisasi pemanfaatan kader tampak dalam konteks kebersamaan. Kebersamaan mencerminkan keadaan partisipasi – integratif, artinya peran seorang kader dalam kehidupan masyarakat pada dasarnya adalah merupakan bagian dari keseluruhan untuk memenuhi kebutuhan keluarga besar HMI.

2) Dalam konteks institusi HMI ada beberapa agenda yang harus dilakukan sebagai berikut :
a. Studying. Yaitu bahwa HMI harus melakukan proses pengkajian, penelitian dan pengembangan secara intensif sesuai dengan tuntutan waktu, zaman, keadaan, tantangan serta kebutuhan cabang-cabang di wilayah aktivitasnya. Proses ini dapat dilakukan dengan menghidupkan kembali tradisi intelektualisme di kalangan kader HMI yang sementara ini dianggap telah asing di kalangan kader HMI. Sebab intelektualisme inilah yang merupakan dasar bagi segenap perubahan yang steril dari berbagai bentuk intervensi yang merusak citra HMI. Sehingga back to campus dengan sendirinya dapat diraih.

b. Capacity Building. Potensi dasar yang memungkin HMI eksis adalah penguatan dan pengembangan SDM HMI. Hari ini HMI hidup di tengah-tengah perubahan yang sangat akseleratif dan terkadang HMI kewalahan untuk mengikuti serta mengambil peran di dalamnya. Oleh karena itu pengembangan SDM HMI merupakan prioritas yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Penguatan SDM HMI yaitu dengan menilik berbagai aktivitas internal HMI. Perkaderan adalah tugas utama HMI sebelum melangkah wilayah eksternal yang luas. Kecuali latihan kader I, II dan III di lingkungan HMI masih terkesan seremonial. Hal ini tercermin bahwa pengorganisasian aktivitas pasca LK hampir dipastikan tidak termanage dengan baik. Oleh karena itu bahwa LK bukanlah cerita seorang kualitas kader tetapi justru pendalaman dan karya nyata dari LK itulah yang penting. Dan yang perlu diingat konteks penentuan komposisi pengurus juga bukanlah deal – deal politik yang menjadi ukuran orang pantas tidaknya ia menduduki suatu jabatan. Akan tetapi kepantasan profesional dan moral adalah ukurannya. Sehingga HMI adalah bukan seperti partai politik yang hitungannya selalu untung dan rugi bukan kualitas.

c. Voicing. Butir ini terkait erat dengan ada tidaknya eksistensi HMI di tengah – tengah masyarakat. Voicing adalah dimensi interaksi eksternal HMI. Oleh karena itu proses studying dan capacity building yang mantap akan menjadikan HMI mampu berinteraksi secara optimal di wilayah eksternal. Missi as a directing and social engineer merupakan dimensi penting yang harus diperankan HMI.

d. Networking. Kelemahan mendasar yang juga dialami oleh HMI hampir di seluruh level struktur HMI adalah networking. Diakui atau tidak bahwa hari ini HMI tidak bisa berjalan sendirian. HMI membutuhkan partner dalam memainkan perannya untuk ikut bertanggung jawab atas terciptanya masyarakat adil makmur dan sejahtera. Oleh karena networking baik bersifat lokal, regional bahkan internasional adalah satu keharusan.22

VI. HMI PERLU REFORMASI DIRI DAN MEMBUTUHKAN PEMIMPIN YANG KUAT
Dari berbagai kritik yang merupakan realitas yang harus diterima HMI, setidaknya HMI hari ini meminjam istilah Syafruddin Azhar, (Kompas, 25 April 2002) bahwa HMI harus mampu mendeskripsikan lagi perjalanan organisasinya untuk dapat meningkatkan keunggulan komparatif sumber daya manusia (SDM) yang dimilikinya sekaligus eksis di tengah gerakan – gerakan sosial masyarakat yang sangat akseleratif. Oleh karena itu dalam konteks ini HMI harus berupaya keras untuk : 1) Merebut kembali tradisi intelektualisme; yaitu diantaranya para kader HMI dan pengurusnya harus berprestasi di kampusnya dengan studi tepat waktu dan menghidupkan kembali kajian – kajian ilmiah; 2) Mengambil peran populis di tengah – tengah perubahan masyarakat. Hal ini memiliki arti bahwa HMI harus kembali kepada cita – cita awal berdirinya seperti tertuang dalam tujuan HMI. Insan akademis dalam AD/ART HMI dijelaskan bahwa seorang kader HMI berpendidikan setinggi – tingginya, berwawasan luas, berpikir rasional, kritis dan objektif, dan sekaligus bertanggung jawab terciptanya masyarakat adil makmur dan sejahtera. HMI tidak hanya sekedar bersemedi di kantor – kantornya akan tetapi HMI bersama rakyat membangun peradaban yang kuat. Jika disimpulkan semua kritikan terhadap HMI, menunjukkan bahwa kini organisasi HMI lemah, HMI terpuruk, HMI tinggal mitos, HMI tidak pernah lagi membuahkan karya yang dapat dibanggakan, bahkan secara ekstrim Nanag Tahqiq mengusulkan supaya HMI dibubarkan, diganti dengan yang lain. Dalam berbagai hal di tubuh HMI terjadi pembusukan, seperti pembusukan komisariat, cabang, pembusukan lembaga, pembusukan perkaderan, pembusukan KOHATI, dan pembusukan aqidah. Di atas realitas seperti itu, maka tidak ada alternatif lain, HMI harus berani mereformasi diri untuk membangun kembali HMI, menjemput masa depannya yang lebih baik dari masa lalu. Hal ini nampaknya bukan masalah sepele, akan tetapi masalah yang sangat mendasar dan mendesak, yang tidak bisa ditawar dan ditunda lagi. Apabila reformasi diri HMI tidak segera dilakukan, maka HMI akan lebih terpuruk, dan inilah yang akan mengantarkan HMI, untuk hilang dari peredaran. Di samping reformasi diri HMI yang mutlak dilakukan, walaupun untuk itu tidak perlu menghadirkan “HMI Reformasi”, HMI saat ini membutuhkan pemimpin yang kuat. Kuat aqidahnya, kuat dedikasinya, kuat inisiatifnya, kuat pemikirannya, kuat manajerialnya, kuat komitmennya, amanah, ikhlas, mempunyai tipe kepemimpinan problem solving, dan lain-lain. Oleh karena persoalan yang dihadapi HMI dan bangsa Indonesia ke depan di abad ke-21, millenium ketiga, bukan semakin ringan, akan tetapi justru semakin berat dan kompleks maka pemimpin yang kuat yang dibutuhkan HMI saat ini adalah sekaliber Lafran Pane, A. Dahlan Ranuwihardjo, Deliar Noer, Amir Rajab Batubara, Ismail Hasan Metarium, Bintoro Cokroamijoyo, Nursal, Oman Komaruddin, Syarifuddin Harahap, Sulastomo, Mar’ie Muhammad, Nurcholish Madjid, Akbar Tanjung.

VII. MASA DEPAN HMI
Seperti disebutkan dalam 44 indikator kemunduran HMI suatu kritik dan koreksi untuk kebangkitan kembali HMI, bahwa melihat kondisi riil HMI saat ini, serta tantangan internal maupun eksternal yang dihadapinya sangat kompleks sekali, maka keberadaan HMI di masa depan ada 3 kemungkinan :
Pertama, HMI akan tetap eksis dan bangkit kembali dari kemunduran dan keterpurukan yang melandanya selama 29 tahun. Hal itu dapat dicapai apabila HMI mampu melakukan perubahan, dengan agenda-agenda perubahan.

Kedua, HMI Status Quo. Keadaan HMI akan tetap seperti yang sekarang dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Hal itu terjadi karena HMI enggan melakukan perubahan, dan tantangan yang dihadapinya pun tidak kunjung terselesaikan. Bahkan kondisi saat ini akan lebih parah lagi untuk di masa-masa mendatang, apabila HMI tetap merasa dirinya sebagai organisasi mahasiswa terbesar dan tertua, sebagai kesombongan historis yang kini menghinggapinya. Lebih dari itu, HMI tidak mau mendengar dan memperhatikan kritik yang konstruktif baik dari luar maupun dari intern HMI yang banyak dialamatkan pada HMI.
Kritikan dan saran perbaikan itu oleh PB HMI dan cabang-cabang HMI seluruh Indonesia dianggap angin lalu saja.
Ketiga, HMI akan hilang dari peredaran untuk tidak dikatakan bubar. Hal itu terlihat, terdapatnya 44 indikator kemunduran HMI, yang hingga kini belum ada tanda-tanda perubahan ke arah perbaikan yang semestinya sesuai dengan tuntutan kontemporer. Hal ini lebih diperparah lagi karena saat ini HMI sedang mengalami krisis kepemimpinan, yang antara lain ditandai dengan pecahnya HMI menjadi dua kubu, pada dua periode terakhir PB HMI yang masing-masing kelompok mengklaim dirinya yang paling benar. Tentu hal ini tidak diinginkan oleh HMI sendiri. Akan tetapi mengapa para pemegang kendali pimpinan HMI saat ini, tidak kunjung mampu melakukan langkah-langkah strategis, sehingga dalam waktu singkat mampu mencegah HMI dari ancaman bubar. 

VIII. KHATIMAH
Dari persoalan-persoalan yang dikemukakan di atas serta analisis komparatif yang telah dilakukan dapatlah diambil kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut :
1. Dinamika perjalanan HMI masa dulu mengalami berbagai macam rona dan peristiwa dengan prestasi-prestasi yang sangat gemilang.
2. Kondisi HMI sekarang ini sedang memudar dan mengalami kemunduran yang sangat serius yang ditandai dengan 44 indikator kemunduran HMI.
3. Tantangan yang dihadapi HMI ada dua; 1). Tantangan internal, dan 2). Tantangan eksternal.
4. Agenda-agenda perubahan yang perlu dilakukan untuk membangkitkan kembali HMI dalam makalah ini ditawarkan 14 langkah dan agendaagenda lain yang sangat strategis.
5. HMI perlu mereformasi diri untuk melakukan perubahan dan harus dipimpin oleh pemimpin yang kuat.
6. Masa depan HMI ada 3 kemungkinan, 1). Akan tetap eksis, 2). Status quo, dan 3). Bubar.
Demikianlah pokok-pokok pikiran yang disampaikan untuk dikaji dan dikembangkan dalam forum dialog di LK II ini.


                                         Yogyakarta, 1 Juni 2010
                                         Penulis




                                        Prof. Dr. H. Agussalim Sitompul
Label:

Posting Komentar

[blogger]

BPL HMI Cabang Pontianak

{facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google-plus#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget