Agustus 2018



Assalammu Alaikum Wr. Wb.

Dalam pelaksanaan LK-2, harus memiliki surat mandat dari HMI Cabang atau BPL Cabang bila di cabang nya memiliki BPL. Surat mandat tersebut berfungsi sebagai tanda bukti seorang anggota telah memenuhi syarat dan direkomendasikan untuk mengikuti Latihan Kader Intermediate Training(LK-2) HMI. Surat mandat bisa didapatkan sewaktu waktu ketika telah memiliki niat mengikuti LK 2. Menimbang dari terbentuknya kualitas anggota dari cita cita HMI melahirkan kader Muslim Intelektual, Mengingat dari AD,ART, Pedoman Perkaderan dan ketentuan-ketentuan lainnya, makan BPL HMI Cabang Pontianak bersama PA Cabang Pontianak menetapkan suatu kebijakan Syarat Syarat Untuk Mendapatkan Surat Mandat dari HMI Cabang Pontianak untuk dilaksanakan bersama.

Adapun syarat syarat untuk mendapatkan surat mandat dari HMI Cabang Pontianak antara lain sebagai berikut: 
1. Terdaftar sebagai kader aktif HMI dan tidak sedang menjalani skorsing organisasi
2. Anggota biasa HMI yang :

-telah lulus Latihan Kader I (Basic Training) minimal 6 bulan dan 
-telah melakukan follow up, upgrading dari P3A komisariat, dibuktikan dengan fotocopy sertifikat LK1
(diberikan ke anggota setelah mengikuti follow up, upgrading, dll min setelah 6bulan) 
-surat keterangan dari pengurus komisariat(lokal) /cabang (cabang luar)yang bersangkutan.
3. Anggota biasa melakukan koordinasi langsung terlebih dahulu kepada Bidang P3A Komisariat
4. P3A melakukan koordinasi kepada bidang PA HMI Cabang Pontianak diketahui oleh Ketua Umum Komisariat.
5. PA HMI Cabang Pontianak melakukan koordinasi kepada BPL HMI Cabang Pontianak untuk mengadakan Screening dan Pembekalan.
6.BPL melakukan rapat presidium menentukan pola screening dan Pembekalan terhadap anggota sesuai kebutuhan(screening /meminta membuat Materi Ringkasan (5 Materi Wajib) tulis tangan sebelum screening ataupun hal hal yang berkaitan dengan menjaga kualitas anggota untuk Latihan Kader(1, 2, 3 dll). Adapun sub-pembahasan materi diujikan antara lain:

1. SEJARAH PERJUANGAN HMI
 
TPU)TARGET PENCAIPAIAN UMUM): 
Peserta Memahami Sejarah & Dinamika Perjuangan HMI

TPK(TARGET PENCAPAIAN KHUSUS): 

1. Peserta dpt Menjelaskan Latar Belakang Berdirinya HMI.
2. Peserta dpt Menjelaskan Gagasan & Visi Pendiri HMI
3. Peserta dpt Mengklasifikasikan Fase2 Perjuangan HMI.

POKOK / SUBPOKOK BAHASAN:
1. Pengantar Ilmu Sejarah
1.1 Pengertian Ilmu Sejarah
1.2 Manfaat & Kegunaan Mempelajari Sejarah
2. Misi Kelahiran Islam
2.1 Masyarakat Arab pra-Islam
2.2 Periode Kenabian Muhammad
2.2.1 Fase Makkah
2.2.2 Fase Madinah
3. Latar Belakang Berdirinya HMI
3.1 Kondisi Islam di Dunia
3.2 Kondisi Islam di Indonesia
3.3 Kondisi Perguruan Tinggi & Mahasiswa Islam
3.4 Saat Berdirinya HMI
4. Gagasan & Visi Pendiri HMI
4.1 Sosok Lafran Pane
4.2 Gagasan Pembaharuan Pemikiran Keislaman
4.3 Gagasan & Visi Perjuangan Sosial Budaya
4.4 Komitmen ke-Islam-an dan Kebangsaan sbg Dasar Perjuangan HMI
5 Dinamika Sejarah Perjuangan HMI
5.1 Fase Perjuangan Fisik
5.2 Fase Pertumbuhan & Konsolidasi Bangsa
5.3 Fase Transisi Orde Lama & Orde Baru
5.4 Fase Pembangunan & Modernisasi bangsa
5.5 Fase Orde Reformasi

REKOMENDASI REFERENSI:
1. Agussalim Sitompul, “Sejarah Perjuangan HMI (1947-1975)”. Bina ilmu.
2. Agussalim Sitompul, “Historiografi HMI”. Tintamas. 1995.
3. Badri Yatim, “Sejarah Peradaban Islam I, II, III”. Rajawali Pers.
4. BJ Boland, “Pergumulan Islam di Indonesia”. Grafiti Pers.1985.
5. Deliar Noer, “Gerakan Modern Islam Indonesia (1902-1942)”. LP3ES.1980.
6. Hasil - Hasil Kongres.
7. M.Rusli Karim, “HMI MPO Dalam Pergumulan Politik di Indonesia”. Mizan.1997.
8. Muhammad Kamal Hasan, “Modernisasi Indonesia, Respon Cendikiawan Muslim Masa Orde Baru”. LSI.1987.
9. Muhammad Husein Haikal, “Sejarah Hidup Muhammad”. Litera Antar Nusa.
10. Moksen Idris Sirfefa et al., “Mencipta dan mengabdi”. PB HMI.1997.
11. Ramli Yusuf (ed), “50 Tahun HMI Mengabdi Republic”. LASPI. 1997.
12. Ridwan Saidi (ed), “Biografi A.Dahlan Ranuwiharjo”. LSPI.1994.
13. Said Muniruddin azZahir, “Basic Training: A Comprehensive Guide to Implement Basic Training”.
Guntomara ‘the Kingdom of Art’, Banda Aceh. 2007.
14. Sejarah Kohati.
15. Sharsono, “HMI dalam Lingkaran Politik Umat Islam”. CIIS.1997.
16. Sulastomo, “Hari-hari yang Panjang”. PT Gunung Agung. 1988.
17. Thomas W.Arnold, “Sejarah Dakwah Islam”.
18. Victor I. Tanja, “HMI, Sejarah & Kedudukannya di Tengah Gerakan Muslim Pembaharu Indonesia”. Sinar
Harapan. 1982.
19. Literatur lain yg relevan.


2. KONSTITUSI HMI:

TPU(TARGET PENCAPAIAN UMUM): 
Peserta Memahami Ruang Lingkup Konstitusi & Hubungannya
dg Pedoman Pokok Organisasi HMI lainnya.

TPK(TARGET PENCAPAIAN KHUSUS):
1. Peserta dpt Menjelaskan Ruang Lingkup Konstitusi HMI &
Hubungannya dg Pedoman Pokok Organisasi lainnya.
2. Peserta dpt Mempedomani Konstitusi HMI & Pedoman2 Pokok
Organisasi dlm Kehidupan Berorganisasi.

POKOK / SUBPOKOK BAHASAN:
1. Pengantar Ilmu Hukum
1.1 Pengertian & Fungsi Hukum
1.2 Hakekat Hukum
1.3 Pengertian Konstitusi & Arti Pentingnya dlm Organisasi
2. Ruang Lingkup Konstitusi HMI
2.1 Makna Mukaddimah AD HMI
2.2 Makna HMI sbg Organisasi yg Berasaskan Islam
2.3 AD & ART HMI
2.3.1 Masalah Keanggotaan
2.3.2 Masalah Struktur Kekuasaan
2.3.3 Masalah Struktur Kepemimpinan
3. Pedoman-Pedoman Dasar Organisasi
3.1 Pedoman Perkaderan
3.2 Pedoman Kohati
3.3 Pedoman Lembaga Kekaryaan
3.4 Pedoman Atribut HMI
3.5 GPPO dan PKN
4. Hubungan konstitusi (AD/ART) dg Pedoman2 Organisasi Lainnya

REKOMENDASI REFERENSI:
1. Chainur Arrasjid, “Dasar-Dasar Ilmu Hukum”. Sinar Grafika,
Jakarta. 2000.
2. Hasil - Hasil Kongres.
3. Mochtar Kusumaatmadja, dan B.Rief Sidharta, “Pengantar Ilmu
Hukum: Suatu Pengenalan Pertama Berlakunya Ilmu Hukum”.
Alumni, Bandung. 2000.
4. Said Muniruddin azZahir, “Basic Training: A Comprehensive
Guide to Implement Basic Training”. Guntomara ‘the Kingdom of
Art’, Banda Aceh. 2007.
5. UUD 1945 (untuk perbandingan).
6. Zainal Abidin Ahmad, “Piagam Muhammad”. Bulan Bintang. t.t.
7. Literatur lain yg relevan.


3. MISSION HMI:

TPU(TARGET PENCAPAIAN UMUM): 
Peserta Memahami Missi HMI dan Hubungannya dg Status, Sifat, Asas, Tujuan,
Fungsi, dan Peran Organisasi HMI secara Integral.

TPK(TARGET PENCAPAIAN KHUSUS):
1. Peserta dpt Menjelaskan Fungsi & Perannya sebagai Mahasiswa.
2. Peserta dpt Menjelaskan Tafsir Tujuan HMI.
3. Peserta dpt Menjelaskan Hakekat Fungsi & Peran HMI.
4. Peserta dpt Menjelaskan Hubungan Status, Sifat, Asas, Tujuan, Fungsi, & Peran.

POKOK / SUBPOKOK BAHASAN:

1. Makna HMI sebagai Organisasi Mahasiswa
1.1 Pengertian Mahasiswa
1.2 Mahasiswa Sebagai Inti Kekuatan Perubahan
1.3 Dinamika Gerakan Mahasiswa
2. Hakekat Keberadaan HMI
2.1 Makna HMI sbg Organisasi yg Berasaskan Islam
2.2 Makna Independensi HMI
3. Tujuan HMI
3.1 Arti Insan Akademis, Pencipta, Pengabdi, Bernafaskan Islam, serta Bertanggung
Jawab
3.2 Arti Masyarakat Adil Makmur yg Diridhai Allah Swt
4. Fungsi dan Peran HMI
4.1 Pengertian Fungsi HMI sbg Organisasi Kader
4.2 Pengertian Peran HMI sbg Organisasi Perjuangan
4.3 Totalitas Fungsi dan Peran sebagai Perwujudan dari Tujuan HMI
5. Hubungan Antara Status, Sifat, Asas, Tujuan, Fungsi, dan Peran HMI secara Integral

REKOMENDASI REFERENSI:
1. AD / ART HMI.
2. Ade Komaruddin dan Muchriji Fauzi (ed), “HMI Menjawab Tantangan Zaman”. PT
Gunung Kulabu. 1992.
3. Agussalim Sitompul, “Pemikiran HMI & Relevansinya dlm Pembangunan Nasional”.
Bina Ilmu. 1986.
4. Ali Syari’ati, “Ideologi Kaum Intelektual: Suatu Wawasan Islam”. Mizan. 1992.
5. Asghar Ali Engineer, “Islam dan Teologi Pembebasan”. Pustaka Pelajar. 1999.
6. BJ. Bolan, “Pergumulan Islam di Indonesia 1945-1972”. Grafiti Pers. 1985.
7. Chrisbianto Wibisono, “Pemuda dlm Dinamika Sejarah Bangsa”. Menpora. 1986.
8. Deliar Noer, “Partai Islam di Pentas Nasional”. Grafiti Pers. 1984.
9. Fachri Ali dan Bachtiar Effendi, “Merambah Jalan Baru Islam”. Mizan. 1986.
10. Francois Railon, “Politik dan Ideology Mahasiswa Indonesia”. LP3ES. 1985.
11. Jalaluddin Rakhmat, “Rekayasa Sosial: Reformasi atau Revolusi?”. Rosdakarya. 1999.
12. M.Dawam Raharjo, “Intelektual, Intelegensia, dan Prilaku Politik Bangsa”. Mizan. 1992.
13. Muhammad Kamal Hasan, “Modernisasi Indonesia”. Lingkaran Studi Indonesia. 1987.
14. M.Rusli Karim, “HMI MPO dalam Pergulatan Poltik Indonesia”. Mizan. 1997.
15. Moeslim Abdurrahman, “Islam Transformatif”. Pustaka Firdaus. 1997.
16. Nilai Dasar Perjuangan (NDP) HMI
17. Ramli H. M. Yusuf (ed), “50 Tahun HMI Mengabdi Republik”. LASPI. 1997.
18. Ridwan Saidi, “Mahasiwa dan Lingkaran politik”. Mappusy UI. 1989.
19. Said Muniruddin azZahir, “Basic Training: A Comprehensive Guide to Implement Basic
Training”. Guntomara ‘the Kingdom of Art’, Banda Aceh. 2007.
20. Victor I. Tanja, “HMI, Sejarah dan Kedudukannya di Tengah Gerakan Muslim
Pembaharu Indonesia”. Sinar harapan. 1982.
21. Literature lain yang relevan.


4. NILAI –NILAI DASAR PERJUANGAN HMI (NDP)

TPU(TARGET PENCAPAIAN UMUM): 
Peserta Memahami Latar Belakang Perumusan & Kedudukan NDP serta
Substansi Materi NDP secara Garis Besar Dalam Organisasi.

TPK(TARGET PENCAPAIAN KHUSUS): 
1. Peserta dpt Menjelaskan Sejarah Perumusan NDP & Kedudukannya
dlm Organisasi.
2. Peserta dpt Menjelaskan Hakekat Sebuah Kehidupan.
3. Peserta dpt Menjelaskan Hakekat Kebenaran.
4. Peserta dpt Menjelaskan Hakekat Penciptaan Alam Semesta.
5. Peserta dpt Menjelaskan Hakekat Penciptaan Manusia.
6. Peserta dpt Menjelaskan Hakekat Masyarakat.
7. Peserta dpt Menjelaskan Hubungan antara Iman, Ilmu dan Amal.

POKOK / SUBPOKOK BAHASAN:
1. Sejarah Perumusan NDP & Kedudukannya dlm Organisasi HMI
1.1 Pengertian NDP
1.2 Sejarah Perumusan & Lahirnya NDP
1.3 NDP sebagai Kerangka Global Pemahaman Islam dlm Konteks
Organisasi HMI
1.4 Hubungan antara NDP & Mission HMI
1.5 Metode Pemahaman NDP
2. Garis Besar Materi NDP
2.1 Hakekat Kehidupan
2.1.1 Analisa Kebutuhan Manusia
2.1.2 Mencari Kebenaran sbg Kebutuhan Dasar Manusia
2.1.3 Islam sbg Sumber Kebenaran
2.2 Hakekat Kebenaran
2.2.1 Konsep Tauhid “Laailaaha illa Allaah”
2.2.2 Eksistensi & Sifat - Sifat Allah
2.2.3 Rukun Iman sbg Upaya Mencari Kebenaran
2.3 Hakikat Penciptaan Alam Semesta
2.3.1 Eksistensi Alam
2.3.2 Fungsi & Tujuan Penciptaan Alam
2.4 Hakekat Penciptaan Manusia
2.4.1 Eksistensi Manusia & Kedudukannya diantara Makhluk Lainnya
2.4.2 Kesetaraan & Kedudukan Manusia sbg Khalifah di Muka Bumi
2.4.3 Manusia sbg Hamba Allah
2.4.4 Fitrah Kebebasan & Tanggung Jawab Manusia
2.5 Hakekat Masyarakat
2.5.1 Perlunya Menegakkan Keadilan dlm Masyarakat
2.5.2 Hubungan Keadilan & Kemerdekaan Manusia
2.5.3 Hubungan Keadilan & Kemakmuran
2.5.4 Kepemimpinan utk Menegakkan Keadilan
2.6 Hakekat Ilmu
2.6.1 Ilmu sbg Jalan Mencari Kebenaran
2.6.2 Jenis – Jenis Ilmu
3. Hubungan antara Iman, Ilmu dan Amal

REKOMENDASI REFERENSI:
1. alQur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama.
2. A. Syafi’I Ma’arif, “Islam dan Masalah Kenegaraan”. LP3ES. 1985.
3. Abdul Aziz A. Sachedina, “Kepemimpinan dlm Islam, Perspektif Syi’ah”.
Mizan. 1991.
4. Alija Ali Izetbegovic, “Membangun Jalan tengah”. Mizan. 1992.
5. Ali Syari’ati, “Ideologi Kaum Intelektual: Suatu Wawasan Islam”, Mizan.
1992.
6. __________, “Tugas Cendekiawan Muslim”. Srigunting. 1995.
7. Alvin Toffler, “Gelombang Ketiga”. PT Pantja Simpati. 1989.
8. _________ , “Kejutan Masa Depan”. PT Pantja Simpati. 1989.
9. _________ , “Pergeseran Kekuasaan”. PT Pantja Simpati. 1992.
10. Asghar Ali Engineer, “Islam dan Teologi Pembebasan”. Pustaka Pelajar.
1999.
11. Asghar Ali Engineer, “Islam dan Pembebasan”. LKIS. 1993.
12. Aswab Mahasin et al. (ed), “Ruh Islam dlm Budaya Bangsa”. Yayasan
Festifal Istiqlal. 1996.
13. Budi Munawar Rahman (ed), “Konstektualisasi Doktrin Islam dlm Sejarah”.
Paramadina. 1995.
14. Donald Eugene Smith, “Agama dan Modernitas Politik”. Rajawali Pers.
1985.
15. Fazlur Rahman, “Membuka Pintu Ijtihad”. Pustaka Salman. 1984.
16. ____________, “Islam Modernitas: Tentang Transformasi Intelektual”.
Pustaka. 1985.
17. ____________, “Islam”. Binarupa Aksara. 1987.
18. ____________, “Tema-tema Pokok alQur’an”. Pustaka. 1985.
19. Hasan Hanafi, “Agama, Ideologi dan Pembangunan”. P3M. 1992.
20. Hasan Hanafi, “Kiri Islam”. Lkis. 1995.
21. Jalaluddin Rakhmat, “Islam Alternatif”. Mizan. 1987.
22. Kuntowijoyo, “Identitas Politik Umat Islam Indonesia”. Mizan. 1995.
23. M. Dawam Raharjo, “Ensiklopedia alQur’an”. Paramadina. 1996.
24. Masdar F. Mas’udi, “Agama Keadilan: Risalah Zakat (Pajak) dlm Islam”.
P3M. 1993.
25. Marchel A. Boisard, “Humanisme dlm Islam”. Bulan Bintang. 1982.
26. Nabil Subhi ath-Thawil, “Kemiskinan & Keterbelakangan di Negara-Negara
Muslim”. Mizan. 1982.
27. Nilai – Nilai Dasar Perjuangan – NDP (Referensi Pokok).
28. Nurcholish Madjid, “Islam, Doktrin dan Peradaban”. Paramadina. 1995.
29. ______________, “Islam Agama Peradaban”. Paramadina. 1995.
30. ______________, “Islam Agama Kemanusiaan”. Paramadina. 1995.
31. ______________, “Masyarakat Religius”. Paramadina. 1997.
32. Said Muniruddin azZahir, “Basic Training: A Comprehensive Guide to Implement
Basic Training”. Guntomara ‘the Kingdom of Art’, Banda Aceh. 2007.
33. Syafi’i Ma’arif, “Islam dan Masalah Kenegaraan”. LP3ES. 1985.
34. Taufik Adnan Amal, “Islam & Tantangan Modernitas: Studi Atas Pemikiran
Hukum Fazlur Rahman”, Mizan. 1989.
35. Yustiono et al. (ed), “Ruh Islam dlm Budaya Bangsa”. Yayasan festifal
Istiqlal. 1993.
36. Ziauddin Sardar, “Rekayasa Masa Depan Peradaban Islam”. Mizan. 1986.
37. Literatur lain yang relevan.


 5. KEPEMIMPINAN, MANAJEMEN & ORGANISASI:

TPU(TARGET PENCAPAIAN UMUM): 
Peserta Memahami Pengertian, Dasar-Dasar, Sifat & Fungsi Kepemimpinan,
Manajemen, dan Organisasi.

TPK(TARGET PENCAPAIAN KHUSUS):
1. Peserta mampu Menjelaskan Pengertian, Dasar-Dasar, Sifat & Fungsi Kepemimpinan.
2. Peserta mampu Menjelaskan Pentingnya Fungsi Kepemimpinan, Manajemen & Org.
3. Peserta dpt Menjelaskan & Mengapresiasikan Kharakteristik Kepemimpinan dlm Islam.

POKOK / SUBPOKOK BAHASAN:

1. Pengertian, Tujuan dan Fungsi Kepemimpinan, Manajemen dan Organisasi.
2. Kharakteristik Kepemimpinan
2.1 Sifat - Sifat Rasul sebagai Etos Kepemimpinan
2.2 Tipe - Tipe Kepemimpinan
2.3 Dasar - Dasar Manajemen
2.4 Unsur Manusia dlm Manajemen
2.5 Model - Model Manajemen
3. Organisasi sebagai Alat Perjuangan
3.1 Teori - Teori Organisasi
3.2 Bentuk - Bentuk Organisasi
3.3 Struktur Organisasi
4. Hubungan antara Kepemimpinan, Manajemen dan Organisasi.

REKOMENDASI REFERENSI:
1. Alfian, “Pemikiran dan Perubahan Politik di Indonesia”. Gramedia. 1996.
2. Alvin Toffler, “Gelombang Ketiga”. PT Pantja Simpati. 1989.
3. _________ , “Kejutan Masa Depan”. PT Pantja Simpati. 1989.
4. _________ , “Pergeseran Kekuasaan”. PT Pantja Simpati. 1992.
5. Amin Wijaya T, “Manajemen Strategik”. PT Gramedia. 1996.
6. Buchari Zainun, “Manajemen dan Motivasi”. Balai Aksara. 1981.
7. Charles J. Keating, “Kepemimpinan dlm Manajemen”. Rajawali Pers. 1995.
8. _______________,” Kepemimpinan: Teori dan Pengembangannya”. Kanisius. 1997.
9. Chrisbianto Wibisono, “Pemuda dlm Dinamika Sejarah Bangsa”. Menpora. 1986.
10. Cole G. A., “Management: Theory and Practice (5th Ed.)”. Ashfor Colour Press Ltd,
London. 1996.
11. S.B Hari Lubis dan Martani Hoesaini, “Teori Organisasi: Suatu Pendekatan Macro”.
UI. 1987.
12. James L. Gibson, “Organisasi dan Manajemen”. Erlangga. 1986.
13. J. Salusu, “Pengembangan Keputusan Strategik”. Gramedia. 1986.
14. Marbun (ed), “Manajemen dan Kewirausahaan Jepang”. PPM. 1986.
15. Miftah Toha, “Kepemimpinan dan Manajemen”. Rajawali Pers. 1995.
16. Nilai Dasar Perjuangan HMI (NDP).
17. Prajudi Atmosudiro, “Pengambilan Keputusan”. Ghalia Indonesia. 1987.
18. Richard M. Steers, “Efektifitas organisasi (Seri Manajemen)”. Erlangga. 1985.
19. Said Muniruddin azZahir, “Basic Training: A Comprehensive Guide to Implement Basic
Training”. Guntomara ‘the Kingdom of Art’, Banda Aceh. 2007.
20. Winardi, “Kepemimpinan Manajemen”. Rineke Cipta. 1990.
21. Referensi lain yang relevan.

7. Setelah anggota biasa telah menyelesaikan tugas dari BPL cabang dengan baik dan memenuhi syarat untuk LK 2, BPL akan koordinasi kepada PA HmI Cabang Pontianak untuk memberikan surat mandat LK 2 dan surat mandat akan diambil ketika akan melaksanakan/berangkat untuk LK 2 dan discreening/pembekalan bersama BPL HMI Cabang Pontianak.


MATERI SCREENING BERSAMA BPL:

Dalam pelaksanaan materi Latihan Kader II (Intermediate Training) Tingkat Nasional dibagi
kedalam dua tahapan, yaitu:
Materi Screening:
1. BTQ (Baca, Tulis Al-Qur’an)
2. Sejarah Perjuangan HMI
3. Konstitusi HMI
4. Mission HMI
5. NDP (Nilai-Nilai Perjuangan) HMI
6. Kepemimpinan, Manajemen dan Organisasi (KMO)
7. Ke Islam an
8. Wawasan Nusantara(Ke-Indonesia-an) dan Internasional
9.Tulisan Ilmiah (mengikuti rekomendasi tulisan Ilmiah)

Materi LK II:

1. Teori-Teori Perubahan Sosial
2. Studi Gerakan Islam
3. Wawasan Nusantara
4. Pendalaman NDP HMI
5. Ideologi, Politik, Organisasi, Strategi, dan Taktik (Ideopolitor-stratak)
6. Kepemimpinan, Manajemen dan Organisasi (KMO)
7. Materi Tambahan/Penunjang

Nb: Bagi komisariat yang mempersiapkan anggotanya untuk LK-2, harus melakukan koordinasi dahulu dari P3A Komisariat kepada PA HMI Cabang Pontianak dibuktikan dengan Ringkasan 5 materi wajib tulis tangan. Adapun perubahan kebijakan atau penambahan ketentuan dan persyaratan mengikuti Latihan Kader 2(LK-2) Intermediate Training diatur oleh BPL Cabang Pontianak(Lakukan koordinasi berkelanjutan).


PEDOMAN PERKADERAN
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM
MUKADDIMAH

Asyahadu Alla Ilaha Illallah Wa Asyahadu Anna Muhammadarrasulullah
(Aku Bersaksi bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan Aku Bersaksi bahwa Muhammad Utusan Allah)
Sesungguhnya Allah telah mewahyukan Islam sebagai ajaran yang hak dan sempurna untuk
mengatur kehidupan umat manusia sesuai dengan fitrahnya sebagai khalifah di muka bumi. Sebagai
khalifah, manusia dituntut memanifestasikan nilai-nilai ilahiyah di bumi dengan kewajiban
mengabdikan diri semata-mata kepada-Nya, sehingga melahirkan spirit tauhid sebagai persaksian
(syahadah) untuk melakukan pembebasan (liberation) dari belenggu-belenggu selain Allah. Dalam
konteks ini, seluruh penindasan atas kemanusiaan adalah thagut yang harus dilawan. Inilah yang
menjadi subtansi dari pesaksian primordial manusia yang termaktub dalam syahadatain.
Dalam melaksanakan peran sebagai khalifah, manusia harus berikhtiar melakukan perubahan
sesuai dengan misi yang diemban oleh para Nabi, yaitu menjadikan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil ’alamin). Rahmat bagi seluruh alam menurut Islam adalah terbentuknya masyarakat yang menjunjung tinggi semangat persaudaraan universal (universal brotherhood), egaliter, demokratis, berkeadilan sosial (social justice), berakhlakul karimah, istiqomah melakukan perjuangan untuk membebaskan kaum tertindas (mustadh’afin), serta mampu mengelola dan menjaga keseimbangan alam.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai organisasi kader diharapkan mampu menjadi alat
perjuangan dalam mentransformasikan gagasan dan aksi terhadap rumusan cita yang ingin dibangun
yakni terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi, yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang dirindhoi Allah SWT.
HMI sebagai organisasi kader memiliki platform yang jelas dalam menyusun agenda dengan
mendekatkan diri kepada realitas masyarakat dan secara konsisten membangun proses dialetika secara obyektif dalam pencapaian tujuannya. Daya sorot HMI terhadap persoalan akan tergambar pada penyikapan kader yang memiliki keberpihakan terhadap kaum tertindas (mustadha’afin) dan
memperjuangkan kepentingan mereka serta membekalinya dengan ideologi yang kuat untuk melawankaum penindas (mustakbirin).
Untuk dapat mewujudkan cita-cita revolusi di atas, maka seyogyanya perkaderan harus diorientasikan kepada proses rekayasa pembentukan kader yang memiliki karakter, nilai dan kemampuan untuk melakukan transformasi kepribadian dan kepemimpinan seorang muslim yang utuh(kaffah), sikap dan wawasan intelektual yang melahirkan kritisisme, serta orientasi kepada kemandirian dan profesionalisme. Oleh karena itu, untuk menguatkan dan memberikan nilai optimal bagi pengkaderan HMI, maka ada tiga hal yang harus diberi perhatian serius. Pertama, rekruitmen calon kader. Dalam hal ini, HMI harus menentukan prioritas rekruitmen calon kader dari mahasiswa pilihan,

yakni input kader yang memiliki integritas pribadi, bersedia melakukan peningkatan dan
pengembangan diri secara berkelanjutan, memiliki orientasi kepada prestasi yang tinggi dan potensi
leadership, serta memiliki komitmen untuk aktif dalam memajukan organisasi. Kedua, proses
perkaderan yang dilakukan sangat ditentukan oleh kualitas pengurus sebagai penanggung jawab
perkaderan, pengelola latihan, pedoman perkaderan dan bahan yang dikomunikasikan serta fasilitas
yang digunakan. Ketiga, iklim dan suasana yang dibangun harus kondusif untuk perkembangan kualitas kader, yakni iklim yang menghargai prestasi individu, mendorong semangat belajar dan bekerja keras, menciptakan ruang dialog dan interaksi individu secara demokratis dan terbuka untuk membangun sikap kritis yang melahirkan pandangan futuristik serta menciptakan media untuk merangsang kepedulian terhadap lingkungan sosial.
Untuk memberikan panduan (guidance) yang dipedomani dalam setiap proses perkaderan HMI,
maka dipandang perlu untuk menyusun pedoman perkaderan yang menjadi strategi besar (grand
strategy) perjuangan HMI sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan dalam menjawab tantangan zaman.

STRUKTUR PEDOMAN PERKADERAN
MUKADIMMAH
PENGANTAR
DAFTAR ISI
GLOSSARIUM
BAB I KONSEP PERKADERAN
1.1 Landasan Perkaderan
1.1.1 Landasan Teologis
1.1.2 Landasan Ideologis
1.1.3 Landasan Sosio-Historis
1.1.4 Landasan Konstitusi
1.2 Prinsip-prinsip Perkaderan
1.2.1 Integratif
1.2.2 Seimbang
1.2.3 Persamaan
1.2.4 Kasih Sayang
1.2.5 Keteladanan
1.2.6 Ketaatan
1.3 Kepribadian Kader
1.4 Ruang Lingkup
1.5 Pola Perkaderan
1.5.1 Rekrutmen
1.5.2 Pembentukan dan Pengembangan
1.5.2.1 Perkaderan Formal
1.5.2.2 Perkaderan Informal
1.5.3 Pengabdian
1.6 Pengelolaan Perkaderan
1.7 Monitoring dan Evaluasi
1.8 Skema Perkaderan
BAB II IMPLEMENTASI PERKADERAN
2.1 Rekrutmen
2.2 Pembentukan dan Pengembangan
2.2.1 Perkaderan Formal
2.2.1.1 Training Formal
2.2.1.1.1 Latihan Kader I
2.2.1.1.2 Latihan Kader II
2.2.1.1.3 Latihan Kader III
2.2.1.2 Training Non-Formal
2.2.1.3 Training Lainnya
2.2.2 Perkaderan Informal
2.2.2.1 Follow-up
2.2.2.2 Up-grading
2.2.2.3 Aktivitas
2.2.2.4 Promosi
2.2.2.6 Pembentukan iklim, suasana, dan budaya positif
2.3 Pengabdian

BAB III PENGELOLAAN PERKADERAN
3.1 Kelembagaan
3.2 Sumber Daya Manusia

BAB IV MONITORING DAN EVALUASI
4.1 Objek Pengukuran
4.2 Metodologi Pengukuran
4.3 Instrumen Pengukuran
4.4 Skala/Indikator Pengukuran
4.5 Analisa Penilaian

BAB V KETENTUAN KHUSUS
PENUTUP

GLOSSARIUM
Istilah Pengertian
Kader Kader adalah "sekelompok orang yang terorganisasir
secara terus menerus dan akan menjadi tulang punggung
bagi kelompok yang lebih besar". Dengan demikian ciri
seorang kader tewujud dalam empat hal: pertama, seorang
kader bergerak dan terbentuk dalam organisasi, mengenal
aturan- aturan permainan organisasi dan tidak bermain
sendiri sesuai dengan selera pribadi. Kedua, seorang kader
mempunyai komitmen yang terus menerus (permanen),
tidak mengenal semangat musiman, tapi utuh dan istiqomah
(konsisten) dalam memperjuangkan dan melaksanakan
kebenaran. Ketiga, seorang kader memiliki bobot dan
kualitas sebagai tulang punggung atau kerangka yang
mampu menyangga kesatuan komunitas manusia yang lebih
besar. Jadi fokus penekanan kaderisasi adalah pada aspek
kualitas. Keempat, seorang Kader memiliki visi dan
perhatian yang serius dalam merespon dinamika sosial
lingkungannya dan mampu melakukan "social
engineering".
Perkaderan Perkaderan adalah usaha organisasi yang dilaksanakan
secara sadar dan sisternatis selaras dengan pedoman
perkaderan HMI
Rekruitmen Penjaringan atau usaha pengadaan kader dalam arti
kuantitas maupun kualitas
Metode Cara atau jalan yang dilakukan untuk mencapai tujuan
Pendekatan Langkah-langkah strategis untuk mencapai suatu tujuan
Pra-Perguruan Tinggi Sebelum masuk atau terdaftar pada perguruan tinggi
tertentu
Perguruan Tinggi Lembaga pendidikan formal
Pembentukan Sekumpulan aktivitas yang terintegrasi untuk memberikan
prinsip-prinsip dan kemampuan dasar kader.
Pengembangan Sekumpulan aktivitas untuk mengembangkan kemampuan
dan keahlian serta minat-bakat kader.
Training Formal Pelatihan dalam rangka pembentukan kader yang sistematis
dan berjenjang.
Training Non-Formal Pelatihan diluar training formal yang dilaksanakan secara
sistematis yang bertujuan untuk mengembangkan keahlian
dan kemampuan dalam bidang tertentu.
Training Lainnya Pelatihan diluar training formal dan non-formal yang
dilaksanakan berdasarkan kebutuhan kader.
Up-Grading Kegiatan yang menitik beratkan pada pengembangan nalar
dan kemampuan kader dalam rangka mempersiapkan
menuju jenjang Training berikutnya.
Follow-Up Aktivitas pasca training formal yang berfungsi untuk
memaksimalkan kemampuan kader berdasarkan jenjangnya.
Pelatihan (sebelum training) Pelatihan adalah kegiatan sistematis yang bertujuan untuk
membentuk dan atau mengembangkan kemampuan dan
keahlian kader.
Aktivitas Kegiatan-kegiatan organisasi baik bersifat individu maupun
kelompok yang diarahkan pada pembentukan dan
pengembangan kapasitas, karakter dan militansi kader.
Pengabdian Wujud implementasi aktivitas pasca ber-HMI dalam ruang
yang lebih luas.
Kepribadian Kader Gambaran ideal kualitas kader HMI
Kurikulum Serangkaian rencana dan pengaturan baik mengenai tujuan,
isi, bahan kajian, cara penyampaian maupun penilaian yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan training
untuk mencapai tujuan tertentu
Steering Commite Panitia pengarah dalam sebuah kegiatan tertentu
Organising Commite Panitia pelaksana dalam sebuah kegiatan tertentu
Pelaksana Kegiatan Lembaga yang diberikan mandat untuk melaksanakan
sebuah kegiatan tertentu.
Penyelenggara Kegiatan Lembaga yang diberikan wewenang menyelenggarakan
kegiatan
Pengelola Kegiatan Institusi yang mengelola sebuah training tertentu, dalam hal
ini Badan Pengelola Latihan.
Inteligensia Inteligensia merujuk pada sebuah strata sosial dan
mengidikasikan “respon kolektif” dari identitas kolektif
tertentu, sebagai refleksi dari kesamaan pendidikan, psikososiografis,
sistem nilai, habitus, dan ingatan kolektif yang
sama.
Muslim Istilah muslim disini merujuk pada identitas seorang
manusia sebagai orang yang menganut agama Islam dengan
sempurna (Kaffah), yang diikuti oleh pelaksanaan segala
kewajiban-kewajibannya sebagai hamba Allah.
Master Of Training (MOT) Orang yang memiliki diberikan mandat untuk mempimpin,
mengelola training dan bertanggung jawab atas jalannya
training tersebut.
Team Master Sejumlah orang yang ditugaskan untuk membantu MOT
dalam pengelolaan Training
Instruktur Orang yang memiliki kualifikasi untuk menyampaikan
materi.
Narasumber Orang ahli dalam bidang tertentu yang tugaskan untuk
menyampaikan bahasan tertentu.
Peserta Orang yang memenuhi kriteria/syarat kepesertaan training.

BAB I
KONSEP PERKADERAN

Tujuan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) adalah “Terbinanya insan akademis, pencipta,
pengabdi yang bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur
yang diridhoi oleh Allah subhanahu wa ta'ala”. Berdasarkan tujuan tersebut, maka pada hakikatnya
seluruh aktivitas HMI merupakan proses pembinaan terhadap kader HMI agar setiap individu kader
memiliki kualitas insan cita. Dengan demikian dapat dipahami bahwa tugas pokok HMI secara
organisatoris adalah menyediakan sumberdaya manusia yang akan berperan aktif dalam kehidupan
umat dan bangsa untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi oleh Allah subhanahu wa
ta'ala tersebut.
Penyediaan sumberdaya manusia yang berkualitas, hanya dapat dicapai melalui serangkaian
usaha sistematis, terarah, dan utuh-mensyeluruh, diistilahkan dengan perkaderan. Secara sederhana
pengertian dari perkaderan adalah serangkaian usaha organisasi yang dilakukan secara sadar,
sistematis, dan terus-menerus untuk pembentukan dan pengembangan diri dan karakter kader, supaya
memiliki kepribadian kader sebagaimana yang diharapkan, yaitu Insan Cita. Dan yang dimaksud dengan
kader adalah sekelompok orang yang terorganisasir secara terus menerus dan akan menjadi tulang
punggung bagi kelompok yang lebih besar.
Untuk memberikan acuan dan arahan dalam pelaksanaan perkaderan agar sistematis,
diperlukan suatu pedoman yang memuat konsep perkaderan untuk mengatur dan memberikan arahan
yang jelas dalam pelaksanaan perkaderan secara komprehensif, diantaranya meliputi: landasan/dasar,
prinsip, ruang lingkup, pola, pengelolaan, dan monitoring evaluasi. Pedoman ini merupakan acuan
umum dan arah perkaderan bagi seluruh elemen HMI dalam pelaksanaan perkaderan guna
membentuk kepribadian kader sesuai yang dicita-citakan.

1.1 Landasan Perkaderan
Landasan perkaderan merupakan pijakan dasar bagi aktivitas HMI di dalam menjalankan
fungsinya sebagai organisasi perkaderan. Nilai-nilai yang termaktub di dalam landasan ini tiada lain
merupakan spirit yang harus dijiwai baik oleh HMI secara kolektif maupun kader HMI secara individual.
Dengan demikian, aktivitas kaderisasi di HMI tidak akan keluar dari nilai-nilai yang dimaksud, agar
setiap aktivitasnya selalu mengarahkan pada tujuan-tujuan yang bersifat jangka panjang dan terarah.
Maka landasan-landasan yang dimaksud, terbagi menjadi empat pokok landasan:
1.1.1 Landasan Teologis
Manusia adalah makhluk yang berketuhanan. Dia adalah makhluk yang menurut alam
hakikatnya sendiri, yaitu sejak masa primordialnya selalu mencari dan merindukan Tuhan. Inilah fitrah
atau kejadian asal sucinya, dan dorongan alaminya untuk senantiasa merindukan, mencari, dan
menemukan Tuhan. Agama menyebutnya sebagai kecenderungan yang hanif (Hanafiyah al-samhah),
yaitu “sikap mencari kebenaran secara tulus dan murni, lapang, toleran, tidak sempit dan tidak
membelenggu jiwa.
Selain itu pula, bahwa fitrah bagi manusia adalah adanya sifat dasar kesucian yang kemudian
harus dinyatakan dalam sikap-sikap yang suci dan baik kepada sesamanya. Sifat dasar kesucian itu
disebut dengan hanafiyyah, dan sebagai makhluk yang hanif itu manusia memiliki dorongan kearah
kebaikan, kebenaran, dan kesucian. Pusat dorongan hanafiyyah itu terdapat dalam dirinya yang paling
mendalam dan paling murni, yang disebut hati nurani, artinya bersifat nur atau cahaya (luminous).
Kesucian manusia merupakan kelanjutan perjanjian primordial antara manusia (ruh) dan Tuhan, yaitu
suatu perjanjian atau ikatan janji antara manusia sebelum lahir ke dunia dengan Tuhan, bahwa
manusia akan mengakui Tuhan sebagai pelindung dan pemelihara (rabb) satu-satunya baginya.
Oleh sebab itu, ruh manusia dijiwai oleh kesadaran tentang yang Mutlak dan Maha Suci
(Transenden, Munazzah), kesadaran tentang kekuatan yang Maha Tinggi yang merupakan asal dan
tujuan semua yang ada dan yang berada diatas alam raya. Kesadaran ini merupakan kemampuan
intelek (‘Aql), sebuah piranti pada manusia untuk mempersepsi sesuatu yang ada diatas dan diluar
dataran jasad ini. Juga atas dasar perjanjian primordial itu pula, manusia diberikan amanah sebagai
wakil Tuhan (Khalifah) di muka bumi ini, yang berfungsi untuk mengatur dan mengelola alam raya
dengan sebaik-baiknya, disertai dengan peniruan terhadap sifat-sifat Tuhan sebagai Rabb Al-amin.
Untuk menjalankan fungsi kekhalifahan, manusia seringkali memiliki kecenderungan dan
godaan untuk mencari “jalan pintas” yang gampang dengan mengabaikan pesan dan mandat dari
Tuhan. Sebaliknya, kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam hidup dan keinsyafan akan datangnya masa
Pertanggungjawaban mutlak kelak diakhirat, membuat manusia terlindungi dirinya dari ketelanjangan
spritual dan moral yang tercela. Itulah pakaian taqwa yang mesti dikenakan manusia setiap saat dan
tempat. Taqwa itu sendiri memiliki arti God Consiousness, atau “kesadaran ketuhanan”, dan itulah
sebaik-baik proteksi dari noda ruhani.
Sebagai bentuk dasar akan adanya “kesadaran ketuhanan” tersebut, maka manusia harus pula
dapat menginternalisasi konsepsi tawhid yang merupakan perwujudan kemerdekaan yang ada
padanya. Implikasi logis dari tawhid itu sendiri adalah meneguhkan sikap dan langkahnya sebagai
khalifah, dengan cara tidak memperserikatkan-Nya kepada sesuatu apapun juga dengan cara
meninggalkan praktek mengangkat sesama manusia sebagai “tuhan-tuhan” (arbab), selain kepada
Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Mengangkat sesama manusia sebagai “tuhan-tuhan” ialah menjadikan
sesama manusia sebagai sasaran penyembahan, dedikasi, devosi, atau sikap pasrah total. Dengan
demikian maka tawhid mengharuskan adanya pembebasan diri dari objek-objek yang membelenggu
dan menjerat ruhani. Ini adalah sejajar dan identik dengan semangat dan makna dari bagian pertama
kalimat persaksian, “Aku bersaksi bahwasanya tiada suatu tuhan (ilah)...” yakni, aku menyatakan diri
bebas dari kukungan kepercayaan-kepercayaan palsu yang membelenggu dan menjeret ruhaniku.
Kemudian untuk menyempurnakannya, maka pernyataan kedua diteruskan sebagai proses
pembebasan “...kecuali Allah, (Al-Ilah,Al-Lah, yakni Tuhan yang sebenarnya, yang dipahami dalam
kerangka semangat ajaran ketuhanan yang maha esa atau tauhid uluhiyya, monoteisme murni-strict
monotheisme).
Maka dari itu, tawhid bukan hanya melahirkan taqwa, melainkan inspirasi dan peneguhan
fungsi dasar manusia sebagai khalifah di muka bumi. Dan sebagai akhir dari pada fungsi manusiatersebut, maka di hari akhirat kelak manusia akan di mintai Pertanggungjawaban secara pribadi, yaitu
Pertanggungjawaban atas setiap pilihan yang ditentukannya secara pribadi di dunia. Sehingga tidak ada
pembelaan berdasarkan hubungan solidaritas, perkawinan, kawan-karib maupun sanak-saudara.
Manusia disebut berharkat dan bermartabat tiada lain merupakan konsekuensi dari adanya hak dasar
manusia untuk memilih dan menentukan sendiri prilaku moral dan etisnya. Dengan demikian dapat
diartikan bahwa manusia harus senantiasa memberi makna atas hidup di dunia ini melampaui tujuantujuan
duniawi (terrestrial), menembus tujuan-tujuan hidup ukhrawi (celestial).
1.1.2 Landasan Ideologis
Islam sebagai landasan nilai transformatif yang secara sadar dipilih untuk memenuhi
kebutuhan dan menjawab persoalan yang terjadi dalam masyarakat. Islam mengarahkan manusia
untuk mencapai tujuan dan idealisme yang dicita- citakan. Untuk tujuan dan idealisme tersebut maka
umat Islam akan ikhlas berjuang dan berkorban demi keyakinannya. Ideologi Islam senantiasa
mengilhami, memimpin, mengorganisir perjuangan, perlawanan, dan pengorbanan yang luar biasa
untuk melawan semua status quo, belenggu dan penindasan terhadap umat manusia.
Dalam sejarah Islam, Nabi Muhammad telah memperkenalkan Islam sebagai ideologi
perjuangan dan mengubahnya menjadi keyakinan yang tinggi, serta memimpin rakyat melawan kaum
penindas. Nabi Muhammad lahir dan muncul dari tengah masyarakat kebanyakan yang oleh Al- Qur’an
dijuluki sebagai “ummi”. Kata “ummi” yang disifatkan kepada Nabi Muhammad menurut Ali Syari’ati
dalam karyanya Ideologi Kaum Intelektual, berarti bahwa beliau berasal dari kelas rakyat. Kelas ini
terdiri atas orang- orang awam yang buta huruf, para budak, anak yatim, janda dan orang- orang miskin
(mustadh’afin) yang menderita, dan bukan berasal dari kalangan borjuis dan elite penguasa. Dari
kalangan inilah Muhammad memulai dakwahnya untuk mewujudkan cita- cita Islam.
Cita- cita Islam adalah adanya transformasi terhadap ajaran dasar Islam tentang persaudaraan
universal (Universal Brotherhood), kesetaraan (Equality), keadilan sosial (Social Justice), dan keadilan
ekonomi (Economical Justice). Ini adalah cita- cita yang memiliki aspek liberatif sehingga dalam usaha
untuk mewujudkannya tentu membutuhkan keyakinan, tanggung jawab, keterlibatan dan komitmen.
Hal ini disebabkan sebuah ideologi menuntut penganutnya bersikap setia (committed).
Dalam usaha untuk mewujudkan cita- cita Islam, pertama, persaudaraan universal dan
kesetaraan (equality), Islam telah menekankan kesatuan manusia (unity of mankind) yang ditegaskan
dalam Al- Qur’an:
[Ayat]
“Hai manusia ! kami ciptakan kamu dari laki- laki dan perempuan. Kami jadikan kamu
berbangsa- bangsa dan bersuku- suku supaya kamu saling mengenal. Sungguh yang paling mulia
diantara kamu disisi Allah adalah yang paling ber-taqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.
“ (Q.S. Al- Hujurat:13).
Ayat ini secara jelas membantah sernua konsep superioritas rasial, kesukuan, kebangsaan atau
keluarga, dengan satu penegasan dan seruan akan pentingnya keshalehan, baik keshalehan ritual
maupun keshalehan sosial, sebagaimana Al- Qur’an menyatakan:
[Ayat]
“Hai orang- orang yang beriman, hendaklah kamu berdiri karena Allah, menjadi saksi dengan keadilan.
Janganlah karena kebencianmu kepada suatu kaum, sehingga kamu tidak berlaku adil. Berlaku adillah,
karena keadilan itu lebih dekat kepada taqwa dan takutlah kepada Allah…” (QS. Al- Maidah: 8).
Kedua, Islam sangat menekankan kepada keadilan di semua aspek kehidupan. Dan keadilan
tersebut tidak akan tercipta tanpa membebaskan masyarakat lemah dan marjinal dari penderitaan,
serta memberi kesempatan kepada kaum mustadh’afin untuk menjadi pemimpin. Menurut Al- Qur’an,
mereka adalah pernimpin dan pewaris dunia.
[Ayat]
Kami hendak memberikan karunia kepada orang- orang tertindas di muka burni. Kami akan
menjadikan mereka pemimpin dan pewaris bumi” (QS. Al- Qashash: 5)
[Ayat]
“Dan kami wariskan kepada kaum yang tertindas seluruh timur bumi dan baratnya yang kami berkati.
“ (QS. Al- A’raf: 37).
Di tengah-tengah suatu bangsa ketika orang- orang kaya hidup mewah di atas penderitaan
orang miskin, ketika budak- budak merintih dalam belenggu tuannya, ketika para penguasa membunuh
rakyat yang tak berdaya hanya untuk kesenangan, ketika para hakim mernihak kepada pemilik
kekayaan dan penguasa, ketika orang- orang kecil yang tidak berdosa dimasukkan ke penjara maka
Nabi Muhammad SAW menyampaikan pesan rabbulmustadh’afin :
[Ayat]
“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan membela orang yang tertindas, baik laki- laki,
perempuan dan anak-anak yang berdo’a, Tuhan kami ! Keluarkanlah kami dari negeri yang
penduduknya berbuat zalim, dan berilah kami perlindungan dan pertolongan dari sisi Engkau.” (QS. An-
Nisa: 75).
Dalam ayat ini menurut Asghar Ali Engineer dalam bukunya Islam dan Teologi Pembebasan, Al-
Qur’an mengungkapkan teori kekerasan yang membebaskan yaitu:
[Ayat]
“Perangilah mereka itu hingga tidak ada fitnah.” (Q.S. Al-Anfal: 39)
Al-Qur’an dengan tegas mengutuk Zulm (penindasan). Allah tidak menyukai kata-kata yang kasar
kecuali oleh orang yang tertindas.
[Ayat]
“Allah tidak menyukai perkataan yang kasar/jahat (memaki), kecuali bagi orang yang teraniaya….”
(QS. An-Nisa: 148).
Ketika Al- Qur’an sangat menekankan keadilan ekonomi berarti Al-Qur’an seratus persen
menentang penumpukan dan penimbunan harta kekayaan. Al- Qur’an sejauh mungkin menganjurkan
agar orang- orang kaya hartanya untuk anak yatim, janda- janda dan fakir miskin.
[Ayat]
“Adakah engkau ketahui orang yang mendustakan agarna? Mereka itu adalah orang yang menghardik
anak yatim. Dan tidak menyuruh memberi makan orang miskin. Maka celakalah bagi orang yang shalat, yang mereka itu lalai dari sholatnya, dan mereka itu riya, enggan memberikan zakatnya. “ (QS.
AI- Maun: 1- 7).
Al- Qur’an tidak menginginkan harta kekayaan itu hanya berputar di antara orang- orang kaya
saja.
[Ayat]
“Apa- apa (harta rampasan) yang diberikan Allah kepada Rasul- Nya dari penduduk negeri
(orang- orang kafir), maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, untuk karib kerabat Rasul, anak- anak
yatim, orang- orang miskin, dan orang yang berjalan, supaya jangan harta itu beredar antara
orang- orang kaya saja diantara kamu … “ (QS. Al Hasyr: 7).
Al- Qur’an juga memperingatkan manusia agar tidak suka menghitung- hitung harta
kekayaannya, karena hartanya tidak akan memberikan kehidupan yang kekal. Orang yang suka
menumpuk- numpuk dan menghitung-hitung harta benar- benar akan dilemparkan ke dalam bencana
yang mengerikan, yakni api neraka yang menyala-nyala:
[Ayat]
”...” (QS. Al- Humazah:1- 9).
Kemudian juga pada Surat At- Taubah: 34, menyatakan:
[Ayat]
”...” (QS. At-Taubah: 34)
Al- Qur’an memberikan beberapa peringatan keras kepada mereka yang suka menimbun harta
dan mendapatkan hartanya dari hasil eksploitasi (riba) dan tidak membelanjakannya di jalan Allah.
Pada masa Rasulullah SAW banyak sekali orang yang terjerat dalam perangkap hutang karena
praktek riba. Al- Qur’an dengan tegas melarang riba dan memperingatkan siapa saja yang
melakukannya akan diperangi oleh Allah dan Rasul- Nya (Iihat, QS. Al- Baqarah: 275- 279 dan Ar- Rum:
39). Demikianlah Allah dan Rasul- Nya telah mewajibkan untuk melakukan perjuangan membela kaum
yang tertindas dan mereka (Allah dan Rasul- Nya) telah memposisikan diri sebagai pembela para
mustadh’afin.
Dalam keseluruhan proses aktifitas manusia di dunia ini, Islam selalu mendorong manusia
untuk terus memperjuangkan harkat kemanusiaan, menghapuskan kejahatan, melawan penindasan
dan ekploitasi. AI- Qur’an memberikan penegasan:
[Ayat]
”Kamu adalah sebaik- baik umat yang dilahirkan bagi manusia supaya kamu menyuruh berbuat
kebajikan (ma’ruf) dan melarang berbuat kejahatan (mungkar) serta beriman kepada Allah (QS. Ali-
Imran: 110).
Dalam rangka memperjuangkan kebenaran ini, manusia memiliki kebebasan dalam
mengartikulasikan Islam sesuai dengan konteks lingkungannya agar tidak terjebak pada hal- hal yang
bersifat mekanis dan dogmatis. Menjalankan ajaran Islam yang bersumber pada Al- Qur’an dan As- Sunnah berarti menggali makna dan menangkap semangatnya dalam rangka menyelesaikan
persoalan kehidupan yang serba kompleks sesuai dengan kemampuannya.
Demikianlah cita- cita Islam yang senantiasa harus selalu diperjuangkan dan ditegakkan,
sehingga dapat mewujudkan suatu tatanan masyarakat yang adil, demokratis, egaliter dan
berperadaban. Dalam memperjuangkan cita- cita tersebut manusia dituntut untuk selalu setia
(commited) terhadap ajaran Islam seraya memohon petunjuk Allah SWT, ikhlas, rela berkorban
sepanjang hidupnya dan senantiasa terlibat dalam setiap pembebasan kaum tertindas (mustadh'afin).
[Ayat]
"Sesungguhnya sholatku, perjuanganku, hidup dan matiku, semata- mata hanya untuk Allah, Tuhan
seluruh alam. Tidak ada serikat bagi- Nya dan aku diperintah untuk itu, serta aku termasuk orang yang
pertama berserah diri. " (QS. AI- An'am: 162- 163).
1.1.3 Landasan Sosio-Historis
Islam yang masuk di kepulauan Nusantara telah berhasil merubah kultur masyarakat terutama
di daerah sentral ekonomi dan politik menjadi kultur Islam. Keberhasilan Islam yang secara dramatik
telah berhasil menguasai hampir seluruh kepulauan nusantara. Tentunya hal tersebut dikarenakan
agama Islam memiliki nilai-nilai universal yang tidak mengenal batas-batas sosio-kultural, geografis dan
etnis manusia. Sifat Islam ini termanifestasikan dalam cara penyebaran Islam oleh para pedagang dan
para wali dengan pendekatan sosio-kultural yang bersifat persuasif.
Masuknya Islam secara damai berhasil mendamaikan kultur Islam dengan kultur masyarakat
nusantara. Dalam proses sejarahnya, budaya sinkretisme penduduk pribumi ataupun masyarakat,
ekonomi dan politik yang didominasi oleh kultur tradisional, feodalisme, hinduisme dan budhaisme
mampu dijinakkan dengan pendekatan Islam kultural ini. Pada perkembangan selanjutnya, Islam
tumbuh seiring dengan karakter keindonesiaan dan secara tidak langsung telah mempengaruhi kultur
Indonesia yang dari waktu ke waktu semakin modern.
Karena mayoritas bangsa Indonesia adalah beragama Islam, maka kultur Islam telah menjadi
realitas sekaligus memperoleh legitimasi social dari bangsa Indonesia yang pluralistik. Dengan demikian
wacana kebangsaan di seluruh aspek kehidupan ekonomi, politik, dan sosial budaya Indonesia
meniscayakan transformasi total nilai- nilai universal Islam menuju cita- cita mewujudkan peradaban
Islam.
Secara sosiologis dan historis, kelahiran HMI pada tanggal 5 Februari 1947 tidak terlepas dari
permasalahan bangsa yang di dalamnya mencakup umat Islam sebagai satu kesatuan dinamis dari
bangsa Indonesia yang sedang mempertahankan kemerdekaan yang baru diproklamirkan. Kenyataan
itu merupakan motivasi kelahiran HMI sekaligus dituangkan dalam rumusan tujuan berdirinya, yaitu:
pertama, mempertahankan negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.
Kedua, menegakkan dan mengembangkan syiar ajaran Islam. Ini menunjukkan bahwa HMI
bertanggung jawab terhadap permasalahan bangsa dan negara Indonesia serta bertekad mewujudkan
nilai-nilai Islam dalam kehidupan manusia secara total.
Makna rumusan tujuan itu akhirnya membentuk wawasan dan langkah perjuangan HMI ke
depan yang terintegrasi dalam dua aspek keislaman dan aspek kebangsaan. Aspek keislaman tercermin melalui komitmen HMI untuk selalu mewujudkan nilai-nilai ajaran Islam secara utuh dalam kehidupan
berbangsa sebagai pertanggungjawaban peran kekhalifahan manusia, sedangkan aspek kebangsaan
adalah komitmen HMI untuk senantiasa bersama-sama seluruh rakyat Indonesia merealisasikan citacita
proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia demi terwujudnya cita-cita masyarakat yang
demokratis, berkeadilan sosial dan berkeadaban. Dalam sejarah perjalanan HMI, pelaksanaan
komitmen keislaman dan kebangsaan merupakan garis perjuangan dan misi HMI yang pada akhirnya
akan membentuk kepribadian HMI dalam totalitas perjuangan bangsa Indonesia ke depan.
Melihat komitmen HMI dalam wawasan sosiologis dan historis berdirinya pada tahun 1947
tersebut, yang juga telah dibuktikan dalam sejarah perkembangnnya, maka pada hakikatnya segala
bentuk pembinaan kader HMI harus pula tetap diarahkan dalam rangka pembentukan pribadi kader
yang sadar akan keberadaannya sebagai pribadi muslim, khalifah di muka bumi dan pada saat yang
sama kader tersebut harus menyadari pula keberadannya sebagai kader bangsa Indonesia yang
bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita bangsa ke depan.
1.1.4 Landasan Konstitusi
Dalam rangka mewujudkan cita- cita perjuangan HMI di masa depan, HMI harus mempertegas
posisinya dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara demi melaksanakan tanggung
jawabnya bersama seluruh rakyat Indonesia dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang
diridhoi oleh Allah SWT. Dalam pasal tiga (3) tentang azas ditegaskan bahwa HMI adalah organisasi
berazaskan Islam dan bersumber kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Penegasan pasal ini memberikan
cerminan bahwa di dalam dinamikanya, HMI senantiasa mengemban tugas dan tanggung jawab
dengan semangat keislaman yang tidak mengesampingkan semangat kebangsaan. Dalam dinamika
tersebut, HMI sebagai organisasi kepemudaan menegaskan sifatnya sebagai organisasi mahasiswa
yang independen (Pasal 6 AD HMI), berstatus sebagai organisasi mahasiswa (Pasal 7 AD HMI), memiliki
fungsi sebagai organisasi kader (Pasal 8 AD HMI) serta berperan sebagai organisasi perjuangan (Pasal 9
AD HMI).
Dalam rangka melaksanakan fungsi dan peranannya secara berkelanjutan yang berorientasi
futuristik maka HMI menetapkan tujuannya dalam pasal empat (4) AD HMI, yaitu terbinanya insan
akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam serta bertanggung jawab atas terwujudnya
masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT. Kualitas kader yang akan dibentuk ini kemudian
dirumuskan dalam tafsir tujuan HMI. Oleh karena itu, tugas pokok HMI adalah perkaderan yang
diarahkan kepada perwujudan kualitas insan cita yakni dalam pribadi yang beriman dan berilmu
pengetahuan serta mampu melaksanakan kerja- kerja kemanusiaan sebagai amal saleh.
Pembentukan kualitas dimaksud diaktualisasikan dalam fase- fase perkaderan HMI, yakni fase
rekruitmen kader yang berkualitas, fase pembentukan kader agar memiliki kualitas pribadi Muslim,
kualitas intelektual serta mampu melaksanakan kerja- kerja kemanusiaan secara profesional dalam
segala segi kehidupan, dan fase pengabdian kader, dimana sebagai output maka kader HMI harus
mampu berkiprah dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan berjuang bersama-sama
dalam mewujudkan cita-cita masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT.

1.2 Prinsip Perkaderan
Prinsip merupakan asas atau kebenaran yang menjadi pokok dasar orang berpikir, bertindak dan
berprilaku. Dengan demikian prinsip pada perkaderan merupakan asas-asas yang dijadikan pijakan
dalam menjalankan sistem perkaderan. Adapun yang dijadikan prinsip-prinsip dalam perkaderan
adalah :
1.2.1 Integratif
Prinsip integratif mengarahkan agar keseluruhan aspek yang ada di dalam perkaderan dapat
digunakan secara menyeluruh, terhubung, tidak parsial dan tidak mendikotomikan antara satu aspek
dengan aspek yang lainnya. Hal ini dapat diketemukan dalam perintah Tuhan dalam Al-Qur’an, bahwa
selain manusia diperintahkan untuk Sholat, ia juga diperintahkan untuk berzakat. Atau dengan kata lain,
selain perintah untuk membaca ayat-ayat yang bersifat Qauliyyah (Wahyu), manusia juga
diperintahkan untuk memikirkan ayat-ayat semesta (Kauniyyah). Dengan demikian, prinsip integratif
adalah menghubungkan satu aspek perkaderan dengan aspek-aspek lainnya secara menyeluruh.

1.2.2 Keseimbangan
Prinsip keseimbangan merupakan keharusan dalam pengembangan dan pembinaan manusia
sehingga tidak adanya kepincangan dan kesenjangan antara material, spritual maupun unsur jasmani,
dan rohani. Di dalam Al-Quran Allah menyebutkan iman dan amal secara bersamaan. Iman adalah
unsur yang menyangkut dengan hal spritual, sedangkan amal adalah yang menyangkutb dengan
material, yaitu jasmani. Hal ini diperjelas dalam firman Allah :
“Maka barang siapa yang mengerjakan amal saleh, sedang ia beriman, Maka tidak ada
pengingkaran terhadap amalannya itu dan Sesungguhnya Kami menuliskan amalannya itu
untuknya.” (QS. Al-Anbiya: 94)

1.2.3 Persamaan
Dalam menjalani seluruh proses perkaderan, tidak ada yang harus diperbedakan antara satu
kader dengan kader lainnya. Seluruh kader berhak mendapatkan perlakukan, pembinaan serta pasilitas
yang sama, khususnya di dalam memenuhi hak dan kewajibannya sebagai kader maupun instruktur.
Prinsip ini berakar dari konsep dasar tentang tentang kemanusiaan itu sendiri, sebagaimana firman
Allah :
Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari
karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman
yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia
dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena
Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah
menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka
ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Fath : 29)

1.2.5 Keteladanan
Prinsip keutamaan ini dimaksudkan bahwa perkaderan bukan hanya bertugas menyediakan
kondisi belajar bagi para kader, tetapi lebih dari itu untuk turut membentuk kepribadiannya dengan
perlakukan dan keteladanan yang ditunjukan oleh para pengkader. Penerapan prinsip keteladanan ini
dijadikan pula sebagai landasan bagi penerapan konsep-konsep perkaderan lainnya. Prinsip ini
mendapat legitimasinya di dalam al-qur’an yang berbunyi:
Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (QS.An-Nisa : 59)
1.3 Kepribadian Kader
Kepribadian adalah organisasi dinamis dalam diri individu sebagai sistem psiko-fisik yang
menentukan caranya yang unik dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Kata kunci dari
pengertian kepribadian adalah penyesuaian diri. Maksud dari penyesuaian diri adalah suatu proses
respons individu baik yang bersifat behavioral maupun mental dalam upaya mengatasi kebutuhankebutuhan
dari dalam diri, ketegangan emosional, frustrasi, dan konflik, serta memelihara
keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan tersebut dengan tuntutan (norma) lingkungan.
Sedangkan yang dimaksud dengan unik bahwa kualitas perilaku itu khas sehingga dapat dibedakan
antara individu satu dengan individu lainnya. Keunikannya itu didukung oleh keadaan struktur psikofisiknya,
misalnya kondisi fisik, tampang, hormon, segi kognitif dan afektifnya yang saling berhubungan
dan berpengaruh, sehingga menentukan kualitas tindakan atau perilaku individu yang bersangkutan
dalam berinteraksi dengan lingkungannya.
Dengan demikian, kepribadian kader merupakan karakteristik yang mesti ada pada diri kader
HMI dalam menjalankan tugas dan misinya sebagai kader umat dan kader bangsa. Kepribadian kader
yang dimaksud diistilahkan dengan Muslim-Inteligensia. Istilah Muslim disini merujuk pada identitas
manusia sebagai orang yang menganut agama Islam dengan sempurna (Kaffah), yang diikuti oleh
pelaksanaan segala kewajiban-kewajibannya sebagai hamba Allah dengan tanpa terkecuali
mengaktualisasikan nilai-nilai Ke-Islaman dalam konteks kehidupan berbangsa. Sedangkan istilah
Inteligensia merujuk pada sebuah strata sosial dan mengindikasikan “respon kolektif” dari identitas
kolektif tertentu, sebagai refleksi dari kesamaan pendidikan, psiko-sosiografis, sistem nilai, habitus, dan
ingatan kolektif yang sama. Dari kedua istilah tersebut, maka HMI dengan sungguh-sungguh berupaya
untuk mewujudkan kualitas kader Muslim-Inteligensia, yang mempunyai ciri-ciri kualitas (karakteristik)
sebagai berikut:
1. Memiliki kemampuan membumikan ajaran-ajaran Islam dalam amaliyah sehari-hari, dan prilaku.
Dengan indikator minimum sebagai berikut:
a) Membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar secara dawam
b) Menjalankan sholat lima waktu secara dawam
c) Jujur, tawadhu, amanah, qona'ah
d) Toleran, tenggang rasa, dan memiliki empati

2. Memiliki kemampuan mentransformasikan dan mengimplementasikan ilmu pengetahuan yang
dimilikinya dalam lingkup kehidupan dimana ia berpijak. Dengan indikator minimum sebagai
berikut:
a) Berpendidikan tinggi dengan IPK sangat memuaskan, berpengetahuan luas, berfikir
rasional, obyektif, dan kritis
b) Menguasai minimal dua bahasa asing (bahasa Inggris dan bahasa Arab)
c) Dapat membuat tulisan ilmiah yang tersertifikasi
d) Dapat memberikan solusi alternatif dalam mengatasi persoalan keumatan dan
kebangsaan
e) Sanggup bekerja secara ilmiah yaitu secara bertahap, teratur, mengarah pada tujuan
sesuai dengan prinsip-prinsip perkembangan.

3. Memiliki kemampuan leadership dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi.
Dengan indikator minimum sebagai berikut:
a) Dapat menganalisa, merancang, memformulasikan, mentransformasikan, dan
mengimplementasikan sebuah perubahan sosial yang dilandasi nilai-nilai ke-Illahian demi
terwujudnya peradaban ideal yang dicita-citakan
b) Mampu membentuk “unity personality” dalam dirinya (berintegritas)
c) Mandiri, berani, tegas, dan bertanggung jawab
d) Pro aktif dan mampu membawa perubahan sesuai cita-cita (ideologi) di lingkungannya

Dengan demikian, kepribadian kader HMI “Muslim-Inteligensia” itu merupakan kesatuan dari
kualitas-kualitas yang termaktub diatas. Oleh karena itu keseluruhan arah dan proses perkaderan
diarahkan demi terwujudnya kualitas-kualitas sebagaimana yang dimaksudkan.

1.4 Ruang Lingkup
Bertolak dari kepribadian kader yang diharapkan akan terbentuk dalam diri kader sebagai hasil
dari perkaderan, maka ruang lingkup perkaderan meliputi berbagai aspek, tidak saja pemberian ilmu
pengetahuan, tetapi juga penanaman nilai dan kesadaran. Aspek-aspek yang ditekankan dalam proses
perkaderan adalah:
1. Pembentukan integritas watak dan kepribadian
Yakni segala usaha yang dilakukan untuk penanaman nilai-nilai luhur yang diyakini agar kepribadian
kader yang terbentuk dapat tercermin dalam pola pikir, pola sikap, dan pola tindak keseharian.

2. Pengembangan kualitas ilmu pengetahuan
Yakni segala usaha pembinaan yang mengarah pada penguasaan dan pengembangan ilmu (sains)
pengatahuan (knowledge) yang senantiasa dilandasi oleh nilai- nilai Islam.

3. Pengembangan kualitas keahlian
Yakni segala usaha pembinaan yang mengarah kepada peningkatan kemampuan
mentransformasikan ilmu pengetahuan ke dalam perbuatan nyata secara konsepsional,
sistematis dan praksis untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal sebagai perwujudan
amal shaleh

Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh-menyeluruh dalam rangka mencapai
kepribadian kader sebagai Muslim Integensia (Insan Cita).

1.5 Pola Perkaderan
Dalam menjalankan fungsinya sebagai organisasi kader, HMI menggunakan pendekatan
sistematik dalam keseluruhan proses perkaderannya. Semua bentuk aktifitas/kegiatan perkaderan
disusun dalam semangat integralistik untuk mengupayakan tercapainya tujuan organisasi. Oleh karenaitu sebagai upaya memberikan kejelasan dan ketegasan sistem perkaderan yang dimaksud, maka harus dibuat pola perkaderan HMI secara nasional.

Pola ini disusun dengan memperhatikan tujuan organisasi, dan mempertimbangkan kekuatan
dan kelemahan organisasi serta tantangan dan kesempatan yang berkembang di lingkungan eksternal
organisasi. Pola ini membuat garis besar keseluruhan bentuk dan tahapan yang harus ditempuh oleh
seorang kader dalam proses perkaderan HMI.
1.5.1 Pengenalan
Tahap pengenalan merupakan aktivitas dalam jangka waktu yang panjang, yaitu memperkenalkan
HMI bukan hanya sebatas pada pendidikan formal semata, melainkan telah dimulai memperkenalkan
HMI kepada masyarakat luas melalui berbagai aktivitas yang HMI lakukan. Maka yang menjadi objek
dari tahap perkenalan HMI ini adalah seluruh manusia dimulai dari sejak buaian sampai pada tumbuh
menjadi dewasa, berkeluarga, dan seterusnya. Sehingga melalui pendekatan ini diharapkan upaya
pengadaan kader menjadi lebih terencana berdasarkan bakal calon kader yang lebih berkualitas. Dalam
proses pengenalan bukan hanya menjadi tugas dari pada pengurus struktural semata, melainkan
menjadi tugas seluruh kader HMI berikut dengan lembaga-lembaga kekaryaan yang ada. Dengan
demikian, pada fase ini di harapkan banyaknya kegiatan menarik yang diberikan baik oleh lembaga
maupun orang-per-orang.

1.5.2 Pembentukan dan Pengembangan
Fase pembentukan dan pengembangan dimulai sejak anggota (kader) mengikuti Latihan Kader I
sampai dengan habis masa keanggotaannya. Yang dimaksud dengan pembentukan adalah serangkaian
aktivitas perkaderan yang integratif untuk memberikan penanaman nilai, ilmu pengetahuan dan
keahlian, yang sifatnya mendasar. Sedangkan yang dimaksud pengembangan adalah serangkaian
aktivitas perkaderan yang integratif untuk pengembangan diri kader agar dapat berlatih menganalisa,
merancang, memformulasikan, mentransformasikan, dan mengimplementasikan sebuah perubahan
sosial yang dilandasi nilai-nilai ke-Illahian demi terwujudnya peradaban ideal yang dicita-citakan
melalui terbentuknya kader Muslim Intelegensia (Insan Cita).
Dari pengertian pembentukan dan pengembangan tersebut, maka dalam fase pembentukan dan
pengembangan memiliki ruang lingkup yang cukup luas dan kompleks, perlu kreatifitas dan terobosan
dalam pelaksanaannya. Fase pembentukan dan pengembangan ini berkaitan dengan 3 (tiga) aspek,
yaitu watak dan kepribadian (attitude/behavior/afeksi), ilmu pengetahuan (kognisi), dan keahlian
(skill/kompetensi/psikomotorik), maka bentuk pelaksanaan fase pembentukan dan pengembangan
tidak bisa hanya berupa pelatihan atau kegiatan yang bersifat formal, tetapi seluruh aktivitas lain di
HMI juga harus merupakan bagian dari perkaderan itu sendiri, termasuk di dalamnya adalah
pembentukan iklim, suasana, dan budaya yang positif untuk berkembangnya kepribadian kader
sebagai Muslim Integensia (Insan Cita).
Untuk pembentukan integritas watak dan kepribadian, diperlukan suatu upaya penanaman nilainilai
yang diharapkan menjadi karakter kader melalui: a) doktrin nilai organisasi, yaitu Nilai-nilai Dasar Perjuangan (NDP), dan b) pembentukan iklim, suasana, dan budaya positif dalam organisasi.
Penanaman nilai ini mesti dilakukan secara konsisten dan terus-menerus selama kader berkiprah di
HMI, sehingga nilai-nilai yang ditanamkan menjadi sebuah kepribadian dan kesadaran kolektif dalam
organisasi.
Pengembangan ilmu pengetahuan dilakukan dengan cara memberikan fasilitas kepada kader
untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang ingin dipelajari melalui pemberian materi, akses terhadap
sumber ilmu pengetahuan, dan kajian-kajian berkenaan dengan ilmu pengetahuan tersebut.
Dalam pengembangan kualitas keahlian, diperlukan suatu usaha untuk melatih dan memfasilitasi
praktik aktivitas untuk keahlian yang diinginkan melalui pemberian materi, simulasi, dan magang, serta
aktivitas lain yang dapat mendukung pengembangan keahlian setiap individu.
Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan pelaksanaan perkaderan khususnya pembentukan dan
pengembangan, sehingga seluruh aspek dapat dilakukan, maka berdasarkan bentuknya, pelaksanaan
perkaderan pada fase pembentukan dan pengembangan dibagi menjadi dua bentuk, yaitu perkaderan
formal dan perkaderan informal.
1.5.2.1 Perkaderan Formal
Perkaderan formal adalah bentuk perkaderan yang dilaksanakan secara sistematis, terstruktur,
dan gradual. Praktik dari pelaksanaan perkaderan formal ini adalah pelatihan atau training. Perkaderan
formal atau training dibagi menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu:
1. Training Formal
Training formal merupakan perkaderan HMI yang berbentuk pelatihan, dilakukan secara sadar,
terencana, sistematis dan berkesinambungan serta memiliki pedoman dan aturan yang baku secara
nasional dalam rangka mencapai tujuan HMI. Pelatihan ini dinamakan Latihan Kader yang berfungsi
memberikan kemampuan dasar kepada para pesertanya sesuai dengan tujuan dan target pada
masing- masing jenjang pelatihan. Latihan Kader merupakan media perkaderan formal HMI yang
dilaksanakan secara berjenjang serta menuntut persyaratan tertentu dari pesertanya, pada masingmasing
jenjang latihan ini menitikberatkan pada pembentukan watak dan karakter kader HMI
melalui transfer nilai, wawasan dan keterampilan serta pemberian rangsangan dan motivasi untuk
mengaktualisasikan kemampuannya. Latihan Kader terdiri dan 3 (tiga) jenjang, yaitu:
a) Latihan Kader I
b) Latihan Kader II
c) Latihan Kader III
2. Training Non-Formal
Training non-formal merupakan pelatihan diluar training formal yang dilaksanakan secara
sistematis yang bertujuan untuk mengembangkan keahlian dan kemampuan dalam bidang tertentu.
Dalam training ini diharapkan para kader dapat mengikutinya sebagai kebutuhan mengembangkan
diri, baik sebagai kader, maupun pengurus. Adapun macam-macam kegiatan dalam training ini
adalah :
a) Training Of Trainer (TOT)
b) Training Managemen Training (TMT)
c) Training Instruktur NDP
d) Training Instruktur Ideopolitorstratak
e) Training Gender
f) Sekolah Pimpinan HMI
g) Kursus Studi Islam (KSI)
3. Training Lainnya
Training lainnya merupakan pelatihan diluar training formal dan non-formal yang dilaksanakan
berdasarkan kebutuhan, dan minat kader. Adapun jenis-jenis dari training ini antara lain :
a) Latihan Khusus Kohati
b) Kursus Manajemen
c) Kursus Bahasa Asing
d) Training Metodologi Riset
e) Training Badan Khusus dan Keprofesian
f) Training Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi (KMO)
g) Training Kewirausahaan/Entrepreneurship,
h) training lain yang dianggap perlu.
1.5.2.2 Perkaderan Informal
Perkaderan informal merupakan pelaksanaan perkaderan di luar training, yang dilakukan secara
terus-menerus yang meliputi berbagai kegiatan dalam organisasi HMI. Perkaderan informal ini
menempati porsi yang sangat besar, karena ditinjau dari waktu mengader diri di HMI mencapai lebih
dari 95%-nya adalah perkaderan informal. Meskipun perkaderan informal ini lebih bersifat flexible
dalam bentuk aktivitasnya, tetapi muatan nilai, ilmu pengetahuan, dan keahlian harus tetap memiliki
standarisasi yang terukur.
Perkaderan informal mencakup hampir seluruh kegiatan perkaderan HMI antara lain meliputi:
1. Follow-Up
Follow-up merupakan aktivitas pasca training yang berfungsi untuk memaksimalkan kemampuan
kader sesuai dengan levelnya. Hal ini dimaksudkan sebagai penguat pada materi-materi yang telah
diberikan dalam jenjang training dan bentuk tindak lanjut dari training.

2. Up-Grading
Up-Grading merupakan kegiatan yang menitik beratkan pada pengembangan nalar dan
kemampuan kader dalam rangka mempersiapkan menuju jenjang training berikutnya. Up-grading
wajib di lakukan sebagai pengembangan dan kelanjutan dari tiap-tiap jenjang training yang
berfungsi sebagai penguat dan pengembangan pada training yang sebelumnya di ikuti.

3. Aktivitas
Yang dimaksud dengan aktivitas adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh kader dalam rangka
membentuk dan mengembangkan dirinya sehingga menjadi Muslim-Intelegensia (Insan Cita)

4. Promosi
Promosi adalah pendistribusian kader dalam aktivitas struktur organisasi, baik internal ataupun
eksternal HMI

5. Coaching/Pendampingan
Coaching/pendampingan adalah aktivitas perkaderan yang dilaksanakan dalam bentuk
pembinaan/bimbingan terhadap kader oleh pendamping/pembimbing yang bersifat
personal/individu. Setiap individu kader, wajib dibimbing dan diarahkan sesuai dengan minat dan
potensinya masing-masing.

6. Pembentukan iklim, suasana dan budaya positif
Yang dimaksud dengan pembentukan iklim, suasana, dan budaya positif adalah menciptakan
kondisi yang kondusif untuk perkaderan yang selaras dengan prinsip-prinsip perkaderan dalam
setiap aktivitas HMI, sehingga para kader nyaman dan dapat mengembangkan potensi dirinya
semaksimal mungkin. Penciptaan kondisi ini mesti didukung oleh regulasi organisasi yang dapat
mendorong terbentuknya kebiasaan dan kepribadian kader sesuai dengan Muslim Intelegensia
(Insan Cita).
7. Kegiatan lain yang dibutuhkan.

1.5.3 Pengabdian
Dalam rangka meningkatkan upaya mewujudkan masyarakat cita HMI yaitu masyarakat adil
makmur yang diridhoi Allah SWT, maka diperlukan peningkatan kualitas dan kuantitas pengabdian
kader. Pengabdian kader ini merupakan penjabaran dari peranan HMI sebagai organisasi perjuangan.
Dan oleh karena itu seluruh bentuk- bentuk pembangunan yang dilakukan merupakan jalur pengabdian
kader HMI, maka jalur pengabdiannya adalah sebagai berikut :
1. Jalur akademis (pendidikan, penelitian dan pengembangan).
2. Jalur dunia profesi (Dokter, konsultan, pangacara, manager, jurnalis dan lain- lain).
3. Jalur Birokrasi dan pemerintahan
4. Jalur dunia usaha (koperasi, BUMN dan swasta)
5. Jalur sosial politik
6. Jalur TNI/Kepolisian
7. Jalur Sosial Kemasyarakatan
8. Jalur LSM/LPSM
9. Jalur Kepemudaan
10. Jalur Olah raga dan Seni Budaya
11. Jalur- jalur lain yang masih terbuka yang dapat dimasuki oleh kader- kader HMI

1.6 Pengelolaan Perkaderan
Implementasi perkaderan memerlukan sebuah pengelolaan yang terarah, terukur, efektif, dan
efisien agar proses perkaderan dapat berjalan sesuai dengan pola perkaderan dan dapat dimonitor
serta dievaluasi tingkat keberhasilannya. Dalam pengelolaan perkaderan, unsur-unsur (para pihak)
yang terlibat dalam proses perkaderan mesti memiliki kewenangan yang jelas serta tugas pokok dan fungsi dari masing-masing unsur harus jelas pula. Selain kejelasan unsur-unsur (para pihak) yang
terlibat dalam perkaderan, sumberdaya manusia pengelola perkaderan juga harus memenuhi kriteria
dan persyaratan yang telah ditentukan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah mekanisme
pelaksanaan perkaderan harus dapat memberikan gambaran dan panduan yang jelas bagi para pihak
dan para pengelola, sehingga pengelolaan perkaderan dapat terstandarisasi dan terukur.

Dalam pengelolaan perkaderan, hal-hal yang perlu diatur dan dijelaskan secara detail meliputi:
1. Kelembagaan
2. Sumberdaya Manusia
3. Mekanisme Pelaksanaan
1.7 Monitoring dan Evaluasi
Monitoring adalah pemantauan pelaksanaan perkaderan untuk mengukur proses perkaderan,
kesesuaian dengan pedoman dan regulasi yang telah dibuat, dan pergerakan perkaderan mencapai
tujuan yang diharapkan. Dan evaluasi adalah sebuah proses analisa terhadap sistem perkaderan
berdasarkan hasil monitoring.

Berdasarkan pengertian tersebut, dalam monitoring dan evaluasi perlu penjelasan yang detail
mengenai:
1. Objek Pengukuran
2. Metodologi Pengukuran
3. Instrumen Pengukuran
4. Skala/Indikator Pengukuran
5. Analisa Penilaian
Dengan adanya monitoring dan evaluasi diharapkan perkaderan dapat berjalan dengan baik
menuju pencapaian terbentuknya Muslim Intelegensia (Insan Cita).
BAB II
IMPLEMENTASI PERKADERAN
2.1 Pengenalan
Sebagai organisasi kemahasiswaan, tentu saja yang menjadi basis utama anggota HMI adalah
mahasiswa, khususnya mahasiswa Islam. Oleh sebab itu perhatian kepada civitas akademika kampus
harus menjadi titik fokus utama HMI guna dapat merekrut calon anggota sebanyak-banyaknya tanpa
harus meninggalkan kualifikasi prioritas yang diharapkan HMI. Namun guna menghasilkan in put
berkualitas, maka HMI harus pula melebarkan jangkauannya tidak sebatas pada lingkungan kampus,
melainkan jauh sebelum calon mahasiswa menginjakan kaki di perguruan tinggi, yaitu sejak mulai ia
berproses pada pendidikan awal. Artinya, bahwa aktivitas HMI dalam rangka mendapatkan calon kader
yang berkualitas harus dimulai dari lingkungan dimana setiap individu lebih banyak melakukan
aktivitasnya, mulai dari lingkungan sosial, pendidikan, agama dan lain sebaginya. Lewat aktivitas yang
panjang inilah, memperkenalkan HMI menjadi tugas bersama para anggota HMI, juga para alumninya.
Dalam pelaksanaannya, bentuk kegiatan pengenalan ini dilaksanakan dengan mempertimbangkan
aspek kebutuhan (need) dan ketertarikan/minat (interest) para calon anggota berdasarkan tingkatannya
masing-masing. Maka, upaya yang dilakukan adalah mendorong kegiatan sebanyak-banyaknya pada
masing-masing jenjang para calon anggota HMI. Yang dimaksud calon anggota HMI adalah seluruh
masyarakat yang dipersiapkan untuk masuk perguruan tinggi. Hal ini akan memiliki potensi besar,
disamping dari citra positif yang akan diterima HMI melalui aktivitas ini.
Penyelenggaraan/pelaksanaan kegiatan pengenalan ini dapat dilakukan oleh seluruh elemen
keluarga besar HMI, yaitu:
a. Pengurus HMI berbagai tingkatan
b. Pengurus Badan Khusus/Lembaga Pengembangan Profesi berbagai tingkatan
c. KAHMI
d. dan elemen lain yang memungkinkan
Adapun contoh kegiatan pra rekrutmen yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut:
1. Peringatan hari-hari besar Islam, misal: One Day Muharram
2. Try Out bagi siswa SD/SLTP/SLTA
3. Latihan Kepemimpinan Siswa (OSIS)
4. Penyambutan mahasiwa baru melalui aktivitas pemberian informasi kebutuhan mahasiswa baru,
seperti: informasi kos-kosan, prosedur daftar ulang, dan lain sebagainya
5. Bimbingan belajar
6. Kegiatan minat, bakat, dan hobi, seperti: camping, musik, dan lain sebagainya
7. Seminar/kajian keilmuan
8. Penyediaan bank soal di masing-masing komisariat yang dapat diakses mahasiswa umum
9. bahkan parenting class bagi para orang tua siswa/mahasiswa, serta kegiatan lainnya
Kegiatan-kegiatan pra rekrutmen ini mesti dilakukan sesering dan semasif mungkin, sehingga HMI
dapat dikenal secara baik oleh berbagai kalangan.
2.2 Pembentukan dan Pengembangan
Sebagai seorang kader, tahapan yang mesti di lalui adalah fase pembentukan dan pengembangan
dimana setiap kader akan dibina untuk menjadi kader yang paripurna, yang dapat mengemban misi HMI.
Istilah pembentukan dan pengembangan itu sendiri masing-masing memiliki sisi tekannya tersendiri.
Pembentukan adalah sebuah fase perkaderan yang merupakan sekumpulan aktivitas yang terintegrasi
untuk memberikan prinsip-prinsip dan kemampuan dasar kader. Sedangkan pada pengembangan yang
dimaksudkan adalah sekumpulan aktivitas untuk mengembangkan kemampuan dan keahlian serta minatbakat
kader. Dari sisi ini dapat dimengerti bahwa pembentukan lebih berorientasi pada pemberikan
kemampuan-kemampuan dasar, sedangkan pembinaan lebih menitik beratkan pada pengembangan
kemampuan dan keahlian para kader. Keduanya dengan demikian merupakan satu proses yang
terintegrasi.
Berdasarkan bentuknya, pelaksanaan perkaderan pada fase pembentukan dan pengembangan
dibagi menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu perkaderan formal dan perkaderan informal. Berikut penjelasan
tentang pelaksanaan fase pembentukan dan pengembangan:
2.2.1 Perkaderan Formal
Praktik pelaksanaan perkaderan formal ini adalah training/pelatihan, dimana pengertian dari
training/pelatihan adalah suatu proses sistematis untuk menanamkan nilai-nilai, ilmu pengetahuan, dan
keahlian yang dilakukan melalui kegiatan terstruktur dan kurikulum yang baku. Dengan demikian,
secara umum training/pelatihan ditujukan untuk mengubah pola pikir, sikap, dan prilaku seseorang
sesuai dengan tujuan dari training/pelatihan itu sendiri.
Dalam perkaderan formal ini, kegiatan training/pelatihan dikelompokan menjadi 3 (tiga)
kelompok, yaitu: a) training formal, b) training non-formal, dan c) training lainnya. Penjelasan mengenai
training-training tersebut adalah sebagai berikut:
2.2.1.1 Training Formal
Training formal adalah pelatihan yang dilakukan dalam rangka pembentukan kepribadian kader
secara sistematis dan berjenjang. Pada dasarnya training formal ini wajib diikuti oleh seluruh kader
sesuai dengan levelnya tanpa terkait dengan posisi struktural yang sedang dijabat, maksudnya tidak
diperkenankan untuk menetapkan persyaratan struktural untuk mengikuti training formal.
Training formal terdiri dari 3 (tiga) jenjang, yaitu: Latihan Kader I, Latihan Kader II, dan Latihan
Kader III.

2.2.1.1.1 Latihan Kader I
Fokus utama dari Latihan Kader I adalah penanaman nilai-nilai (ideologisasi organisasi) kepada
kader agar dapat terjadi perubahan pola pikir, sikap, dan prilaku sesuai dengan kepribadian kader yang
diharapkan. Jadi secara sederhana, kurikulum Latihan Kader I merupakan doktrin organisasi.
Penyelenggaraan Latihan Kader I dijelaskan dalam petunjuk teknis penyelenggaraan training formal
perkaderan HMI.

A. Tujuan dan Target
Tujuan Latihan Kader I adalah “Terbinanya kepribadian muslim yang berkualitas akademis, sadar akan
fungsi dan peranannya dalam berorganisasi serta hak dan kewajibannya sebagai kader umat dan kader
bangsa”.
Target dari Latihan Kader I adalah agar kader HMI:
1. Memiliki kesadaran menjalankan ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari
2. Mampu meningkatkan kemampuan akademis
3. Memiliki kesadaran akan tanggung jawab keumatan dan kebangsaan
4. Memiliki kesadaran berorganisasi

B. Persyaratan Peserta
Untuk dapat mengikuti Latihan Kader I, sekurang-kurangnya calon kader harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
1. Terdaftar sebagai mahasiswa di perguruan tinggi, dan tidak sedang menjalani skorsing akademik.
2. Beragama Islam (Muslim/Muslimah)
3. Dapat membaca Al-Qur’an.
4. Bisa melakukan sholat (hafal bacaan sholat)
5. Bersedia mengikuti seluruh kegiatan training

C. Kurikulum
Materi yang diberikan dalam Latihan Kader I adalah:
1. Sejarah Peradaban Islam dan HMI
2. Nilai-nilai Dasar Perjuangan HMI
3. Mision HMI
4. Konstitusi HMI
5. Kepemimpinan dan Manajemen Organisasi Alur materi tersebut disusun sedemikian rupa, merupakan alur proses penanaman nilai-nilai
dasar yang hendaknya dimiliki oleh setiap kader HMI. Seorang kader mesti memahami bahwa Islam
masuk ke Indonesia tidak terjadi secara serta merta dan statis, tetapi ia berkembang dalam berbagai
bentuk aliran (madzhab), sehingga ia bisa memahami karakteristik Islam yang berkembang di Indonesia.
Dengan pengetahuan itu, diharapkan akan terbentuk sikap yang toleran dan terbuka (meminimalisir
klaim kebenaran). Selanjutnya dengan pemikiran yang toleran dan terbuka, maka dikuatkan pemahaman ke-Islam-an ala HMI, yaitu Nilai-nilai Dasar Perjuangan, dimana keyakinan/keimanan harus ditujukan pada Allah SWT, dan dilakukan dengan cara yang benar (amal soleh). Implementasi amal soleh secara organisatoris diwujudkan dalam misi HMI, dengan kata lain bahwa perjuangan mewujudkan misi HMI adalah tugas suci seorang kader yang merupakan amal soleh dan ibadah/pengabdian kepada Allah SWT. Supaya kader dapat mengaplikasikan aktivitas perjuangan mewujudkan misi HMI, maka diberikan ilmu alat untuk membantu para kader dalam pelaksanaan kegiatan keorganisasian, sehingga mereka dapat
berkerja secara sistematis, efektif, dan efisien. Terakhir sekaligus rencana tindak lanjut kegiatan Latihan Kader I, para kader diperkenalkan dengan bentuk HMI, hak dan kewajiban mereka, serta wahana tempat mereka memperjuangkan misi HMI, sehingga mereka dapat merancang aktivitas yang akan dilakukan dalam ber-HMI.

D. Manajemen Training
Fokus utama Latihan Kader I adalah pembentukan kesadaran dan penanaman nilai-nilai, maka
pelaksanaannya lebih menekankan pada aspek afeksi, sehingga penerapan kurikulum dan materi harus mampu menstimulus terbentuknya atau terjadinya perubahan sikap sesuai dengan pribadi kader yang diharapkan.
Perencanaan training dibuat dalam bentuk modul Latihan Kader I oleh tim pemandu yang
disampaikan kepada BPL PB HMI untuk diperiksa dan dinilai. Selain sebagai panduan pengelolaan
training, modul yang dibuat juga merupakan penilaian (credit point) untuk tim pemandu.
Dalam pelaksanaan Latihan Kader I, mesti dibangun iklim, suasana, dan budaya yang positif,
tidak sebatas dalam forum, tetapi juga pada keseluruhan aktivitas training. Kader yang terlibat dalam
penyelenggaraan, pelaksanaan, dan pengelolaan training memosisikan diri sebagai pembimbing yang
baik (bukan pengajar), sehingga terbangun suasana yang egaliter dan dinamis.
Tim pemandu mesti lebih banyak membuat media dan contoh dalam penyampaian materi dan
penanaman nilai-nilai, serta membangun interaksi yang baik. Selain itu, metode yang digunakan
hendaknya bervariasi, sebaiknya tidak ada metode yang diulang sama persis, kecuali hal yang sifatnya energizer atau ice breaking.
Pemanfaatan sarana dan prasarana dalam Latihan Kader I pada dasarnya menggunakan prinsip
minimalis, maksudnya untuk membangun kegairahan dan motivasi kreatif dengan memaksimalkan yang ada, dengan kata lain 'dalam kondisi minimal dilatih melakukan hal secara maksimal'.
Setiap proses dalam pelaksanaan Latihan Kader I sejak pembukaan sampai dengan penutupan,
wajib untuk direkam, yang dilampirkan dalam laporan pelaksanaan dan laporan pengelolaan.

E. Mekanisme Pelaksanaan
Terkait dengan mekanisme pelaksanaan dijelaskan lebih detail di petunjuk teknis
penyelenggaraan training formal.

F. Ketentuan Lain
Untuk kelancaran dan keteraturan pelaksanaan Latihan Kader I, maka perlu dibuat petunjuk
pelaksanaan, petunjuk teknis, dan modul, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) Latihan Kader I dibuat oleh BPL PB
HMI dan disahkan dalam sidang pleno PB HMI.
2. Juklak dan Juknis Latihan Kader I memuat tentang pedoman dan acuan mengenai teknis
pelaksanaan Latihan Kader I, misal: format usulan, format laporan, administrasi training, dan lain
sebagainya yang dianggap perlu.
4. Modul Latihan Kader I dibuat oleh tim pemandu Latihan Kader I yang bersangkutan, tidak boleh
bertentangan dengan pedoman perkaderan, Juklak, Juknis, dan ketentuan lainnya.
5. BPL PB HMI diwajibkan membuat contoh modul Latihan Kader I yang menjadi acuan pembuatan
modul Latihan Kader I oleh tim pemandu.
6. Dalam Juklak, Juknis, dan Modul tidak diperbolehkan untuk menambah atau mengurangi materi
Latihan Kader I.
7. Pelaksanaan Latihan Kader I tidak diperkenankan menggunakan tema.

2.2.1.1.2 Latihan Kader II (Intermediate Training)
Fokus utama dari Latihan Kader II adalah pemberian materi yang sifatnya pendalaman dan
pengayaan serta keahlian dalam mengelola organisasi, khususnya HMI, agar kepribadian kader yang
telah terbentuk dapat diimplementasikan dalam wilayah organisasi. Penekanan Latihan Kader II pada
kemampuan aspek kognitif dan motorik secara berimbang.
Penyelenggaraan Latihan Kader II dijelaskan sebagai berikut:

A. Tujuan dan Target
Tujuan Latihan Kader II adalah “Terbinanya kader HMI yang mempunyai kemampuan intelektual untuk
memetakan peradaban dan memformulasikan gagasan dalam lingkup organisasi”
Target dari Latihan Kader II adalah agar kader HMI:
1. Memiliki kesadaran intelektual yang kritis, dinamis, progresif, inovatif dalam memperjuangkan misi
HMI
2. Memiliki pengetahuan tentang peta peradaban dunia
3. Memiliki kemampuan manajerial dalam berorganisasi

B. Persyaratan Peserta
Untuk dapat mengikuti Latihan Kader II, kader sekurang-kurangnya harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
1. Dapat membaca Al-Qur'an dengan baik dan benar
2. Dapat menghafal 13 (tiga belas) surat dalam Al-Qur'an di luar QS. Al-Fatihah
3. Memenuhi credit point yang ditetapkan
4. Lulus seleksi

C. Kurikulum
Materi yang diberikan dalam Latihan Kader II adalah:
1. Teori-teori perubahan
2. Ideopolitorstratak
3. Studi Gerakan Islam
4. Wawasan nusantara
5. Pendalaman NDP
6. KMO

Alur materi tersebut disusun sedemikian rupa, merupakan alur proses pemberian kemampuan dasar
seorang pemimpin untuk dapat membawa organisasi ke dalam perubahan sosial sesuai dengan yang
diharapkan/tujuan organisasi. Seorang kader Muslim Integensia (Insan Cita) mesti memiliki kemampuan analisa di dalam melakukan gerakan perubahan dalam berbagai aspeknya, ia tidak lagi memahami dalam kaitannya dengan satu aspek penunjang perubahan, melainkan keseluruhan komponen yang sangat memungkinkan terjadinya perubahan. Oleh sebab itu, materi teori-teori perubahan disajikan sebagai bentuk pengetahuan yang dapat memberikan kemampuan analisis dalam melakukan perubahan dimanapun ia berada. Di dalam melakukan perubahan, setiap kader harus dapat melihat pertumbuh kembangan ideologi-ideologi yang ada, sebab dapat dipastikan bahwa perubahan yang terjadi akan selalu berbanding lurus dengan tumbuh kembangnya ideologi tertentu. Dari sebab itu, pengetahuan tentang strategi penyebaran ideologi dalam lingkup perubahan menjadi teramat penting disamping bahwa Islam itu sendiri turut pula memberikan in put dalam melakukan gerakan perubahannya. Maka melihat Islam dalam kontkes gerakan turut pula menjadi bahan dasar HMI di dalam menentukan gerakannya ditengah-tengah keberadaan gerakan lainnya. Pengetahuan tentang keberadaan gerakan Islam ini memberikan suatu kenyataan bahwa HMI harus pula mengambil posisi diantara gerakan gerakan tersebut berdasarkan identitas dirinya yang tak terpisahkan dari ke-indonesiaannya tempat ia tumbuh-kembang. Maka pemberian pengetahuan secukupnya tentang fotret perkembangan dan kejayaan tanah Nusantara sebagai cikal-bakal dari Indonesia menjadi penting sebagai bentuk pengenalan terhadap nilai-nilai dasar budaya yang ada di Indonesia. Untuk mendekatkan fokus perjuangan, kader disajikan dan dituntut untuk mengetahui dan memahami nilai-nilai dasar yang diusung oleh HMI sebagai bentuk persenyawaan antara Islam sebagai sebuah ajaran yang normativ dan Indoensia sebagai bagian dari realitas dan sejarah dimana HMI tumbuh kembang. Maka pendalaman tentang materi NDP menjadi satu hal yang dapat memberikan penjelasan tentang kejuangan HMI. Untuk membantu dalam pelaksanaan perjuangan, perlu pengetahuan sebagai ilmu alat untuk menganalisa gerakan perubahan sosial yang bisa dilakukan, sehingga kader dapat menentukan pola perjuangan yang tepat. Selain alat bantu analisa, kader juga harus memiliki kemampuan praktis untuk penyelesaian masalah, pengambilan keputusan, dan implementasi gerakan perjuangan. Dengan pengetahuan dan kemampuan yang diberikan, diharapkan secara praktis, seorang kader lulusan Latihan Kader II dapat merencanakan dan mengimplementasikan gerakan perjuangan perubahan sosial secara organisatoris

D. Manajemen Training
Fokus utama Latihan Kader II adalah pemberian kemampuan dasar manajerial dalam membawa
gerakan perubahan sosial dalam lingkup organisasi, khususnya HMI, maka pelaksanaannya lebih
menekankan pada aspek kognitif dan motorik secara berimbang, sehingga penerapan kurikulum dan
materi harus mampu menstimulus pemikiran dan praktek dalam melakukan perubahan sosial di lingkup organisasi.
Perencanaan training dibuat dalam bentuk modul Latihan Kader II oleh tim pemandu yang
disampaikan kepada BPL PB HMI untuk diperiksa dan dinilai. Selain sebagai panduan pengelolaan
training, modul yang dibuat juga merupakan penilaian (credit point) untuk tim pemandu.
Dalam pelaksanaan Latihan Kader II, mesti dibangun iklim, suasana, dan budaya yang positif,
tidak sebatas dalam forum, tetapi juga pada keseluruhan aktivitas training. Kader yang terlibat dalam
penyelenggaraan, pelaksanaan, dan pengelolaan training memosisikan diri sebagai partner diskusi,
sehingga terbangun suasana yang ilmiah, egaliter dan dinamis.
Tim pemandu mesti lebih banyak membuat studi kasus dan contoh dalam penyampaian materi
dan keahlian, serta membangun interaksi yang baik. Selain itu, metode yang digunakan hendaknya
bervariasi dan banyak melakukan praktek (simulasi), sebaiknya tidak ada metode yang diulang sama
persis, kecuali hal yang sifatnya energizer atau ice breaking.
Pemanfaatan sarana dan prasarana dalam Latihan Kader II pada dasarnya menggunakan prinsip
optimalis, maksudnya untuk membangun kegairahan dan motivasi kreatif dengan menyediakan sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan. Setiap proses dalam pelaksanaan Latihan Kader II sejak pembukaan sampai dengan penutupan, wajib untuk direkam, yang dilampirkan dalam laporan pelaksanaan dan laporan pengelolaan.

E. Mekanisme Pelaksanaan
Pelaksanaan Latihan Kader II diatur sebagai berikut:
Secara lebih teknis di jelaskan dalam petunjuk teknis penyelenggaraan Training Formal HMI

F. Ketentuan Lain
Untuk kelancaran dan keteraturan pelaksanaan Latihan Kader II, maka perlu dibuat petunjuk
pelaksanaan, petunjuk teknis, dan modul, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) Latihan Kader II dibuat oleh BPL PB
HMI dan disahkan dalam sidang Pleno PB HMI.
2. Juklak dan Juknis Latihan Kader II memuat tentang pedoman dan acuan mengenai teknis
pelaksanaan Latihan Kader II, misal: format usulan, format laporan, administrasi training, dan lain
sebagainya yang dianggap perlu.
3. Modul Latihan Kader II dibuat oleh tim pemandu Latihan Kader II yang bersangkutan, tidak boleh
bertentangan dengan pedoman perkaderan, Juklak, Juknis, dan ketentuan lainnya.
4. BPL PB HMI diwajibkan membuat contoh modul Latihan Kader II yang menjadi acuan pembuatan
modul Latihan Kader II oleh tim pemandu.
5. Dalam Juklak, Juknis, dan Modul tidak diperbolehkan untuk menambah atau mengurangi materi
Latihan Kader II.
6. Pelaksanaan Latihan Kader II tidak diperkenankan menggunakan tema.

2.2.1.1.3 Latihan Kader III (Advanced Training)
Fokus utama dari Latihan Kader III adalah pemberian materi dan keahlian dalam menganalisa,
merancang, memformulasikan, mentransformasikan, dan mengimplementasikan sebuah perubahan
sosial yang dilandasi nilai-nilai ke-Illahian demi terwujudnya peradaban ideal yang dicita-citakan.
Penekanan Latihan Kader III pada kemampuan aspek motorik. Adapun penyelenggaraan Latihan Kader III dijelaskan dalam petunjuk teknis.

A. Tujuan dan Target
Tujuan Latihan Kader III adalah “Terbinanya kader pemimpin yang mampu menterjemahkan dan
mentransformasikan pemikiran konsepsional secara profesional dalam gerak perubahan sosial”.
Target dari Latihan Kader III adalah agar kader HMI:
1. Memiliki kemampuan me-reproduksi intelektual
2. Memiliki kemampuan dalam membangun konsepsi implementatif
3. Memiliki kemampuan dalam menjalankan peran-peran strategis sebagai muslim inteligensia

B. Persyaratan Peserta
Untuk dapat mengikuti Latihan Kader III, kader sekurang-kurangnya harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
1. Dapat menghafal juz 30 Al-Qur'an
2. Memenuhi credit point yang ditetapkan
3. Lulus seleksi

C. Kurikulum
Materi yang diberikan dalam Latihan Kader III adalah:
1. NDP
2. Doktrin dan Peradaban Islam
3. Pendalaman Wawasan Nusantara
4. Wawasan Internasional
5. Analisis Ekonomi Politik
6. Ideopolitor Stratak

Alur materi tersebut disusun sedemikian rupa, merupakan alur proses pemberian kemampuan seorang
pemimpin untuk dapat menganalisa, merancang, memformulasikan, mentransformasikan, dan mengimplementasikan sebuah perubahan sosial yang dilandasi nilai-nilai ke-Illahian demi terwujudnya peradaban ideal yang dicita-citakan sebagai bentuk perwujudan Muslim Integensia (Insan Cita).

D. Manajemen Training
Fokus utama Latihan Kader III adalah pemberian kemampuan paripurna kader, maka pelaksanaannya lebih menekankan pada aspek motorik, sehingga penerapan kurikulum dan materi harus mampu menstimulus pemikiran dan praktek dalam melakukan perubahan sosial.
Perencanaan training dibuat dalam bentuk modul Latihan Kader III oleh tim pemandu yang
disampaikan kepada BPL PB HMI untuk diperiksa dan dinilai. Selain sebagai panduan pengelolaan
training, modul yang dibuat juga merupakan penilaian (credit point) untuk tim pemandu.
Dalam pelaksanaan Latihan Kader III, mesti dibangun iklim, suasana, dan budaya yang positif,
tidak sebatas dalam forum, tetapi juga pada keseluruhan aktivitas training. Kader yang terlibat dalam
penyelenggaraan, pelaksanaan, dan pengelolaan training memosisikan diri sebagai fasilitator, sehingga
terbangun suasana yang ilmiah, egaliter dan dinamis.
Tim pemandu mesti lebih banyak menstimulasi keahlian, dan membangun interaksi yang baik.
Selain itu, metode yang digunakan hendaknya bervariasi dan banyak melakukan praktek (simulasi),
sebaiknya tidak ada metode yang diulang sama persis, kecuali hal yang sifatnya energizer atau ice
breaking.
Pola Latihan Kader III adalah peserta sebagai subyek pelatihan. Narasumber dihadirkan bukan
untuk memberi materi, tetapi untuk mengkritisi karya peserta. Pola yang dibangun adalah sebagai
berikut: (a) peserta dibekali bahan praktek (ilmu alat dan data), (b) peserta membuat karya, dan (c)
karya peserta dikritisi narasumber.
Pemanfaatan sarana dan prasarana dalam Latihan Kader III pada dasarnya menggunakan prinsip
optimalis, maksudnya untuk membangun kegairahan dan motivasi kreatif dengan menyediakan sarana
dan prasarana sesuai dengan kebutuhan.
Setiap proses dalam pelaksanaan Latihan Kader III sejak pembukaan sampai dengan penutupan,
wajib untuk direkam, yang dilampirkan dalam laporan pelaksanaan dan laporan pengelolaan.

E. Mekanisme Pelaksanaan
Pelaksanaan Latihan Kader III diatur dan dijelaskan dalam petunjuk teknis.

F. Ketentuan Lain
Untuk kelancaran dan keteraturan pelaksanaan Latihan Kader III, maka perlu dibuat petunjuk
pelaksanaan, petunjuk teknis, dan modul, dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) Latihan Kader III dibuat oleh BPL
PB HMI dan disahkan dalam sidang pleno PB HMI.
2. Juklak dan Juknis Latihan Kader III memuat tentang pedoman dan acuan mengenai teknis
pelaksanaan Latihan Kader III, misal: format usulan, format laporan, administrasi training, dan
lain sebagainya yang dianggap perlu.
3. Modul Latihan Kader III dibuat oleh tim pemandu Latihan Kader III yang bersangkutan.
4. BPL PB HMI diwajibkan membuat contoh modul Latihan Kader III yang menjadi acuan
pembuatan modul Latihan Kader III oleh tim pemandu.
2.2.1.2 Training Non-formal
Training non-formal adalah pelatihan yang dilakukan dalam rangka pengembangan pengetahuan
dan keahlian kader. Pada dasarnya training non-formal ini wajib diikuti oleh kader sesuai kompetensi
kader dan dapat terkait dengan posisi struktural yang sedang dijabat, maksudnya diperkenankan untuk
menetapkan persyaratan struktural untuk mengikuti training non-formal.
Ketentuan pelaksanaan training non-formal diatur dengan ketentuan sendiri yang tidak
bertentangan dengan pedoman perkaderan ini yang diatur sebagai berikut:
1. Training Instruktur diatur dalam Pola Pembinaan Instruktur yang dibuat BPL PB HMI yang
disahkan dalam Munas BPL PB HMI
2. Training Manajemen Training diatur dalam Pola Pembinaan Instruktur yang dibuat BPL PB HMI
yang disahkan dalam Munas BPL PB HMI
3. Training Instruktur NDP diatur dengan Juklak dan Juknis yang dibuat oleh BPL PB HMI dan
disahkan sekurang-kurangnya dalam rapat harian PB HMI
4. Training Instruktur Ideopolitor Stratak diatur dengan Juklak dan Juknis yang dibuat oleh BPL PB
HMI dan disahkan sekurang-kurangnya dalam rapat harian PB HMI
5. Training non-formal lainnya diatur dengan Juklak dan Juknis yang dibuat oleh
lembaga/badan/bidang terkait yang disahkan sekurang-kurangnya dalam rapat harian PB HMI
6. Modul untuk semua training non-formal dibuat oleh tim pemandu training yang bersangkutan.
2.2.1.3 Training Lainnya
Training formal adalah pelatihan yang dilakukan dalam rangka pengembangan pengetahuan dan
keahlian kader yang sifatnya peminatan. Pada dasarnya training lainnya ini merupakan pengetahuan dan
keahlian tambahan bagi kader sesuai minat kader. Training lainnya ini dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan, dan diatur tersendiri dengan aturan yang dibuat oleh penyelenggara training tersebut dan
harus mendapat persetujuan dari PA PB HMI dan BPL PB HMI. Modul training dibuat oleh tim
pemandu training yang bersangkutan.
2.2.2 Perkaderan Informal
Perkaderan informal memberikan pengaruh lebih dari 90% pembentukan dan pengembangan
kepribadian kader, maka harus menjadi perhatian penting dalam implementasi perkaderan HMI. Ruang lingkup perkaderan informal sangat luas meliputi berbagai aktivitas, untuk itu perlu ada acuan dan ukuran yang jelas agar proses perkaderan dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

2.2.2.1 Follow-up
Follow-up merupakan tindak lanjut dari training yang sebelumnya diikuti oleh kader. Follow-up
berfungsi untuk mengisi kekurangan yang terdapat dalam training. Setiap kader sekurang-kurangnya
mengikuti follow-up sebanyak 60% dari kegiatan/materi. Follow-up dilaksanakan oleh mantan tim
pemandu training, dan memiliki credit point bagi kader yang mengikuti kegiatan.
Peraturan mengenai teknis pelaksanaan dan credit point kegiatan follow-up diatur dalam
keputusan yang dikeluarkan oleh PA PB HMI dan dapat diatur lebih rigid pada level cabang.

2.2.2.2 Up-grading
Up-grading merupakan proses persiapan kader agar dapat mengikuti jenjang training berikutnya.
Setiap kader sekurang-kurangnya mengikuti up-grading sebanyak 60% dari kegiatan/materi. Up-grading dilaksanakan oleh PA, dan memiliki credit point bagi kader yang mengikuti kegiatan.
Peraturan mengenai teknis pelaksanaan dan credit point kegiatan up-grading diatur dalam
keputusan yang dikeluarkan oleh PA PB HMI dan dapat diatur lebih rigid pada level cabang.

2.2.2.3 Aktivitas
Seluruh aktivitas kader baik perseorangan ataupun secara organisatoris pada dasarnya adalah
proses perkaderan. Supaya aktivitas yang dilakukan mengarah pada pembentukan dan pengembangan
kepribadian kader sesuai dengan Muslim Intelegensia (Insan Cita), maka setiap aktivitas harus terpantau.

Pemantauan terhadap aktivitas ini dilakukan dengan pembuatan arah pola aktivitas kader yang
dicatat dan diberikan bobot serta credit point bagi setiap kader yang melaksanakan aktivitas tersebut.
Dengan pemantauan seperti ini diharapkan proses pembentukan dan pengembangan kader senantiasa
dapat diikuti dari waktu ke waktu.
Peraturan mengenai teknis pelaksanaan, pembobotan dan credit point aktivitas kader diatur dalam
keputusan yang dikeluarkan oleh PA PB HMI.
2.2.2.4 Promosi
Proses pendistribusian kader untuk berkiprah baik internal maupun eksternal organisasi
menekankan pada kompetensi dan kepribadian kader. Hanya kader-kader yang 'layak'-lah yang bisa
didistribusikan untuk berkiprah dan berkarir, sehingga dapat muncul kader-kader unggulan yang
berkompeten dalam pengelolaan organisasi, baik internal ataupun eksternal. Promosi kader pada
prinsipnya menganut pola reward and punishment (pahala dan dosa), bagi kader berprestasi wajib
diberikan reward dan bagi mereka yang wan prestasi mesti diberikan punishment.
Supaya proses promosi kader ini dapat dilaksanakan secara konsisten dan terukur, maka perlu
dibuat Key Person Indicator (KPI) pada struktur kepengurusan HMI di berbagai level, sehingga basis
promosi kader lebih menekankan pada kompetensi, bukan sekedar akomodasi politik atau rasa sukatidak
suka.
Peraturan mengenai teknis pelaksanaan, persyaratan, dan KPI dalam proses promosi kader diatur
dalam keputusan yang dikeluarkan oleh PAO PB HMI dan disahkan sekurang-kurangnya dalam pleno
PB HMI.

2.2.2.5 Coaching/Pendampingan
Dalam upaya pembentukan dan pengembangan diri kader agar terarah dan konsisten, sehigga
dapat mewujudkan Muslim Intelegensia (Insan Cita) diperlukan bimbingan dan binaan secara personal (man to man marking). Dengan demikian perlu pola coaching/pendampingan terhadap kader yang sedang berproses. Proses coaching ini ditekankan untuk dilakukan pada level komisariat (basis). Setiap kader yang telah melewati 'fase komisariat', wajib menjadi coach di komisariatnya.
Pengaturan mengenai pelaksanaan coaching diatur oleh komisariat masing-masing atas bimbingan
dari coach.

2.2.2.6 Pembentukan Iklim, Suasana, dan Budaya Positif
Berbeda dengan bentuk perkaderan informal lainnya yang menekankan pada kemampuan diri
seorang kader untuk membentuk dan mengembangkan dirinya, dalam pembentukan iklim, suasana, dan budaya positif ini ditekankan pada kemampuan organisasi untuk memfasilitasi proses. Untuk
membentuk iklim, suasana, dan budaya positif diperlukan seperangkat kebijakan, sarana dan prasarana untuk mendukung kader dalam pembentukan dan pengembangan kepribadian kader agar sesuai harapan.
HMI yang direpresentasikan oleh pengurusnya di berbagai level, wajib memfasilitasi dan mendukung proses pembentukan dan pengembangan kepribadian kader. Misalnya, dalam kemampuan bilingual (arab-inggris) kader, maka pengurus HMI mesti mengeluarkan kebijakan (contoh: penetapan hari berbahasa arab-inggris) dan memberikan fasilitas (contoh: kursus bahasa arab-inggris) di berbagai level untuk mendukung kemampuan kader agar kader mampu ber-bilingual.
Selain itu untuk membentuk loyalitas, dan kemandirian, maka setiap kader diwajibkan membayar
uang pangkal dan iuran anggota (bulanan). Ketetapan mengenai uang pangkal dan iuran anggota
ditetapkan dengan keputusan PB HMI sekurang-kurangnya disahkan dalam pleno PB HMI.
2.3 Pengabdian
Pada dasarnya penyelenggaraan tujuan HMI dalam arti luas adalah ketika para kader mampu
mendedikasikan dirinya dalam ruang pengabdian pasca ber-HMI. Proses perkaderan dalam HMI
hakikatnya adalah memberikan bekal dan kemampuan para kader di dalam mengaktualisasikan potensi dirinya berdasarkan minat dan bakat yang dimilikinya. Oleh sebab itu, kader HMI harus senantiasa melakukan latihan dan pembiasaan diri untuk melakukan pengabdian dalam lingkup yang lebih luas, melaksanakan magang untuk profesi tertentu dan melakukan pemberdayaan peran yang dimiliki oleh Badan khusus atau lembaga pengembangan profesi. Ketiga hal tersebut dilakukan dalam rangka mempersiapkan setiap kader dalam menempuh masa pengabdian panjangnya.
Pengabdian bagi HMI sendiri mengarahkan para kader untuk dapat mewujudkan missi utama
HMI, yaitu terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT. Oleh sebab itu
diperlukan peningkatan kualitas dan kuantitas para kader dalam ruang pengabdian, sehingga para kader dapat dengan baik melakukan perubahan dan mengisi setiap bentuk profesi dalam ruang pengabdian yang panjang.

BAB III
PENGELOLAAN PERKADERAN
3.1 Kelembagaan
Implementasi perkaderan melibatkan berbagai institusi elemen keluarga besar HMI, baik itu
kepengurusan HMI, ataupun lembaga/badan khusus. Untuk itu perlu diatur mengenai tugas pokok,
fungsi, dan kewenangan setiap institusi tersebut, agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pelaksanaannya.

3.2 Sumberdaya Manusia
Untuk mengelola sistem perkaderan agar berjalan sesuai dengan harapan, diperlukan sumberdaya
manusia pengelola yang mumpuni secara kualitas dan mencukupi secara kuantitas. Sesuai dengan tugas
pokok, fungsi, dan kewenangan BPL HMI, maka penentuan kualifikasi pengelola perkaderan mesti
mengacu pada pola pembinaan instruktur yang berlaku di BPL HMI.
Peraturan mengenai sumberdaya manusia pengelola perkaderan diatur secara khusus dengan
ketentuan untuk:
a) Kualifikasi dan ketentuan umum pengelola perkaderan dimuat dalam Pola Pembinaan Instruktur
BPL HMI
b) Kualifikasi dan ketentuan khusus pengelola training dimuat dalam Juklak dan Juknis training
yang bersangkutan
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI
Untuk mengetahui apakah arah, proses, dan pelaksanaan perkaderan telah sesuai dengan
ketentuan, maka diperlukan sistem monitoring dan evaluasi yang dapat mengukur keberhasilannya.
Monitoring adalah pemantauan pelaksanaan perkaderan untuk mengukur proses perkaderan, kesesuaian
dengan pedoman dan regulasi yang telah dibuat, dan pergerakan perkaderan mencapai tujuan yang
diharapkan. Dan evaluasi adalah sebuah proses analisa terhadap sistem perkaderan berdasarkan hasil
monitoring.

4.1 Objek Pengukuran
Dalam kegiatan monitoring dan evaluasi, objek yang diukur ada 2 (dua) objek, yaitu: orang dan
institusi. Yang dimaksud dengan orang adalah kader yang berproses dalam perkaderan, sedangkan
institusi adalah elemen/organ HMI yang terlibat dalam pelaksanaan perkaderan.

4.2 Metodologi Pengukuran
Untuk melakukan penilaian keberhasilan proses perkaderan diperlukan metodologi yang tepat.
Metode yang digunakan untuk mengukur perubahan kader adalah dengan sistem credit point, sedangkan metode untuk memantau dan mengukur keberhasilan institusi adalah dengan sistem pelaporan.

4.3 Instrumen Pengukuran
Instrumen yang digunakan untuk menilai keberhasilan kader adalah pembobotan dan credit point
atas aktivitas yang dilakukan oleh masing-masing kader serta 'pengujian' mengenai hal tertentu yang
secara khusus dibuat instrumen tersendiri, misalnya berupa tes psikologi atau lainnya. Instrumen yang digunakan untuk memantau dan mengukur keberhasilan institusi adalah rencana perkaderan, laporan pelaksanaan, laporan pengelolaan, dan laporan berkala.

4.4 Skala/Indikator Pengukuran
Skala/indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan kader adalah angka/poin tertentu yang
mesti dicapai oleh seorang kader pada levelnya. Kader yang credit pointnya sekurang-kurangnya sama dengan standar yang telah ditetapkan, dapat melanjutkan proses berikutnya, dan bagi yang tidak perlu treatment (perlakuan) tersendiri.
Skala/indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan institusi adalah kepatuhan dalam
membuat laporan (rencana, pelaksanaan, pengelolaan, dan berkala), kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan, kesesuaian dengan pedoman, perkembangan jumlah anggota, perkembangan jumlah kader, perkembangan jumlah instruktur, dan jumlah aktivitas perkaderan.

4.5 Analisa Penilaian
Dari hasil pemantauan terhadap perkaderan, baik terhadap orang maupun institusi, maka perlu
dianalisa untuk perbaikan perkaderan selanjutnya. Fokus analisa perkaderan ini lebih menekankan pada institusi. Untuk itu perlu ada klaster cabang, yaitu: 1) Klaster A, cabang yang memiliki kualitas dan kuantitas instruktur yang lebih dari cukup, sarana prasarana yang memadai, sekurang-kurangnya sama dengan standar yang ditetapkan, dan dapat membantu cabang lain terdekat dalam hal perkaderan, 2) Klaster B, cabang yang memiliki kualitas dan kuantitas instruktur yang cukup, sarana prasarana yang memadai, sekurang-kurangnya sama dengan standar yang ditetapkan, dan tetapi belum dapat membantu cabang lain terdekat dalam hal perkaderan, dan 3) Klaster C, cabang yang masih memiliki kekurangan.
Peraturan mengenai sistem monitoring dan evaluasi yang meliputi antara lain: standar poin,
standar pelaporan, dan lain sebagainya diatur dalam keputusan PB HMI yang disahkan sekurangkurangnya dalam rapat harian PB HMI.
BAB V
KETENTUAN KHUSUS
Pedoman ini tentu saja tidak serta-merta langsung diselenggarakan secara umum oleh suluruh
jengjang struktur HMI. Melainkan sebagaimana posisinya sebagai pedoman baru, sudah semestinya ia
dipersiapkan lebih matang baik dari sisi kesempurnaan draf, juklak, juknis, berikut dengan ketersedian
infrastruktur dan SDM yang akan menjadi instrumen penting bagi penyelenggaraan pedoman ini.
Dengan demikian, maka bab ini akan menjelaskan tentang hal-hal yang secara khusus dipersiapkan guna
menyempurnakan berjalannya pedoman perkaderan ini. Hal-hal tersebut adalah :
1. Pedoman perkaderan ini untuk sementara waktu hanya diberlakukan pada training formal HMI,
dengan terlebih dahulu dilakukan pilot project.
2. Pedoman ini akan diberlakukan secara efektif dan sempurna pada periode yang akan datang yaitu
kongres tahun 2017, khususnya pada pelaksanaan traing non-formal. Hal ini dengan
mempertimbangkan perlunya mempersiapkan segala sesuatunya, agar kesempurnaan dan
pelembagaan menjadi berjalan secara optimal. Oleh sebab itu hal-hal yang perlu dipersiapkan
adalah :
1.1. Membentuk TIM Khusus dengan tugas :
1.1.1. Menyempurnakan isi pedoman perkaderan HMI, yang meliputi: Pembuatan Juklak,
Juknis kegiatan Training Non-Formal secara mandiri (per-training), menyiapkan
infrastuktur dan Sumber daya instruktur.
1.1.2. TIM melalui bidang PA PB HMI melakukan Pilot project dan menyiapkan pelembagaan
dalam tiap tingkatan HMI.
1.1.3. Melakukan sosialisasi berupa diklat pedoman perkaderan HMI
1.1.4. TIM melalui bidang PA PB HMI berhak melaksanakan training-training non-formal
berdasarkan ketentuan yang ada dalam pedoman yang baru. Hal ini guna menyiapkan
tenaga instruktur dan master of training dalam setiap tingkatan training.
1.1.5. Masa tugas TIM sampe dengan diselenggarakan Kongres berikutnya, 2017.
2. Selama masa transisi ini setiap tingkatan struktur HMI masih diperkenankan menggunakan
pedoman lama, dengan ketentuan :
2.1. Merujuk pada ketentuan pedoman lama.
2.2. Mendisiplinkan diri dengan petunjuk teknis pedoman lama.
3. Batas waktu masa transisi sampai dengan diselenggarakannya Kongres tahun 2017.
Demikianlah ketentuan khusus ini dibuat, guna terealisasinya pedoman perkaderan HMI secara
menyeluruh dan dapat memberikan manfaat dan kemajuan bagi lembaga HMI.

IKRAR PELANTIKAN

“BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM”
“ASYHADU ALLAA ILAA HA ILLALLAAH
WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASUULULLAAH”
“RADHIITU BILLAAHI RABBA, WABIL ISLAAMI DIINA,
WABI MUHAMMADIN NABIYYAU WARASUULA”

“Dengan nama ALLAH yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”
“Aku Bersaksi, bahwasanya tidak ada tuhan, selain ALLAH,
Dan sesungguhnya MUHAMMAD itu adalah Rasul ALLAH”
“Kami rela ALLAH Tuhan kami, ISLAM Agama kami,
dan MUHAMMAD sebagai Nabi dan Rasul ALLAH”

Kami anggota HMI, dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, BERJANJI dan BERIKRAR:
1. Bahwa kami, dengan kesungguhan hati, akan selalu menjalankan Ketetapan-Ketetapan serta
Keputusan-Keputusan Himpunan.
2. Bahwa kami, dengan kesungguhan hati, akan senantiasa menjaga nama baik Himpunan, dengan
selalu tunduk dan patuh kepada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD / ART), dan
Pedoman-Pedoman Pokok, beserta Ketentuan-Ketentuan HMI lainnya.
3. Bahwa apa yang kami kerjakan dalam keanggotaan ini adalah untuk mencapai Tujuan HMI, dalam
rangka mengabdi kepada Alllah, demi tercapainya kebahagiaan umat dan bangsa di dunia dan
akhirat.

INNA SHALAATI, WANUSUKI, WAMAHYAAYA, WAMAMAATI,
LILLAAHI RABBIL ‘AALAMIIN”
“Sesungguhnya Shalatku, Perjuanganku, Hidup dan Matiku,
hanya untuk ALLAH Tuhan seru sekalian alam”

BPL HMI Cabang Pontianak

{facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google-plus#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget