Latest Post


Training of Trainer (Pemateri/Fasilitator)
Badan Pengelola Latihan (BPL)
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Cabang Pontianak

A. PENDAHULUAN
Training of Trainer (TOT) merupakan salah satu jenjang training informal HMI yang sepenuhnya diberikan wewenang kepada BPL HMI untuk dapat mengelola dan mengembangkan training secara professional. Dari sisi fungsinya, training ini lebih berorientasikan pada pemberian kemampuan untuk dapat menyampaikan materi dengan baik dan mampu memfasilitasi (fasilitator) training-training secara professional. Secara kelembagaan BPL, training ini merupakan pintu masuk bagi seorang kader HMI untuk dapat menjadi anggota BPL dan terlibat aktif dalam dunia pelatihan, baik yang secara langsung dipunyai oleh HMI, maupun pada training-training professional yang berada diluar HMI. Oleh sebab itu, training ini bersifat wajib bagi mereka yang berminat untuk menjadi seorang instruktur, atau ikut terlibat aktif dalam setiap perkaderan HMI.

B. TUJUAN
Tujuan dilaksanakan Training Of Trainer (TOT) ini adalah :
”Terbentuknya instruktur HMI yang memiliki kemampuan untuk dapat menyampaikan pesan (materi) dan memiliki kemampuan untuk menjadi fasilitator dalam setiap training”

C. TARGET
Target yang diharapkan pasca Training Of Trainer (TOT) ini adalah :
1. Peserta dapat menyampaikan materi Training
2. Peserta memiliki kemampuan untuk menjadi fasilitator dalam training

D. MATERI
Penyampaian materi akan dilaksanakan pada malam hari dimulai jam 19.47 WIB - Selesai
NO
MATERI
DURASI MINIMAL
Keterangan
1
Orientasi Training
3 Jam (180 menit)

2
Benchmark of Trainer
3 Jam (180 menit)

3
Paradigma Pendidikan
3 Jam (180 menit)

4
Komunikasi verbal dan non-verbal
3 Jam (180 menit)

5
Public speaking
3 Jam (180 menit)

6
Tehnik memfasilitasi
3 Jam (180 menit)

7
Evaluasi Pembelajaran
3 Jam (180 menit)

8
Teaching Plan
3 Jam (180 menit)

9
Sistem Perkaderan
3 Jam (180 menit)

10
Ke-BPL-an
3 Jam (180 menit)

11
RTL
3 Jam (180 menit)

12
RPP/Sindikat
3 Jam (180 menit)

13
Uji Sidang Materi
3 Jam (180 menit)



PERSYARATAN PESERTA
Peserta; adalah calon anggota BPL yang telah lulus seleksi, dan telah dinyatakan sebagai peserta oleh penyelenggara.

Kriteria yang harus dipenuhi adalah :
a. Anggota HMI yang telah lulus LK II
b. Telah menyelesaikan aktivitas yang tercantum dalam Buku Kontrol Kader, yaitu bagian aktivitas pasca LK II
c. Mengikuti seleksi calon peserta dan dinyatakan lulus tes.

Dinyatakan lulus mengikuti Training of Trainer (TOT) dan telah mengikuti beberapa syarat khusus yang ditentukan melalui pedoman pembinaan Badan Pengelola Latihan (BPL)
a. Terlibat aktif dalam perkaderan HMI
b. Menguasai dan memahami materi yang dipercayakan kepadanya dalam bentuk lisensi
c. Dapat menjadi suri tauladan yang baik.

TEMPAT KEGIATAN
Hari, Tanggal  : Coming Soon
Waktu              : 19.47 WIB - Selesai
Tempat            : Graha HMI Cabang Pontianak

MEKANISME PELAKSANAAN
a.      Seleksi Screening
b.      Mengikuti semua materi
c.       Uji Sidang Materi(Micro Teach)

Register : COMINGSOON


Nilai- Nilai Dasar Perjuangan HMI
VIII. KESIMPULAN DAN PENUTUP

Dari seluruh uraian yang telah lalu dapatlah diambil kesimpulan secara garis besar sbb:

1.  Hidup yang benar dimulai dengan percaya atau iman kepada Tuhan. Tuhan YME dan keinginan mendekat serta kecintaan kepada-Nya, yaitu takwa. Iman dan takwa bukanlah nilai yang statis dan abstrak. Nilai-nilai itu mamancar dengan sendirinya dalam bentuk kerja nyata bagi kemanusiaan dan amal saleh. Iman tidak memberi arti apa-apa bagi manusia jika tidak disertai dengan usaha-usaha dan kegiatankegiatan yang sungguh-sungguh untuk menegakkan perikehidupan yang benar dalam peradaban dan berbudaya.

2. Iman dan takwa dipelihara dan diperkuat dengan melakukan ibadah atau pengabdian formil kepada Tuhan. Ibadah mendidik individu agar tetap ingat dan taat kepada Tuhan dan berpegang tuguh kepada kebenaran sebagai mana dikehendaki oleh hati nurani yang hanif. Segala sesuatu yang menyangkut bentuk dan cara beribadah menjadi wewenang penuh dari pada agama tanpa adanya hak manusia untuk mencampurinya. Ibadat yang terus menerus kepada Tuhan menyadarkan manusia akan kedudukannya di tengah alam dan masyarakat dan sesamanya. Ia tidak melebihkan diri sehingga mengarah kepada kedudukan Tuhan dengan merugikan kemanusiaan orang lain, dan tidak mengurangi kehormatan dirinya sebagai mahluk tertinggi dengan akibat perbudakan diri kepada alam maupun orang lain Dengan ibadah manusia dididik untuk memilki kemerdekaannya, kemanusiaannya dan dirinya sendiri, sebab ia telah berbuat ikhlas, yaitu pemurniaan pengabdian kepada Kebenaran semata.

3. Kerja kemanusiaan atau amal saleh mengambil bentuknya yang utama dalam usaha yanag sungguh-sungguh secara essensial menyangkut kepentingan manusia secara keseluruhan, baik dalam ukuran ruang maupun waktu. Yaitu menegakkan keadilan dalam masyarakat sehingga setiap orang memperoleh harga diri dan martabatnya sebagai manusia. Hal itu berarti usaha-usaha yang terus menerus harus dilakukan guna mengarahkan masyarakat kepada nilai-nilai yang baik, lebih maju dan lebih insani usaha itu ialah "amar ma'ruf”, disamping usaha lain untuk mencegah segala bentuk kejahatan dan kemerosotan nilai-nilai kemanusiaan atau nahi mungkar. Selanjutnya bentuk kerja kemanusiaan yang lebih nyata ialah pembelaan kaum lemah, kaum tertindas dan kaum miskin pada umumnya serta usaha-usaha kearah peningkatan nasib dan taraf hidup mereka yang wajar dan layak sebagai manusia.

4.  Kesadaran dan rasa tanggung jawab yang besar kepada kemanusiaan melahirkan jihad, yaitu sikap berjuang. Berjuang itu dilakukan dan ditanggung bersama oleh manusia dalam bentuk gotong royong atas dasar kemanusiaan dan kecintaan kepada Tuhan. Perjuangan menegakkan kebenaran dan keadilan menuntut ketabahan, kesabaran, dan pengorbanan. Dan dengan jalan itulah kebahagiaan dapat diwujudkan dalam masyarakat manusia. Oleh sebab itu persyaratan bagi berhasilnya perjuangan adalah adanya barisan yang merupakan bangunan yang kokoh kuat. Mereka terikat satu sama lain oleh persaudaraan dan solidaritas yang tinggi dan oleh sikap yang tegas kepada musuh-musuh dari kemanusiaan. Tetapi justru demi kemanusiaan mereka adalah manusia yang toleran. Sekalipun mengikuti jalan yang benar, mereka tidak memaksakan kepada orang lain atau golongan lain.

5.   Kerja kemanusiaan atau amal saleh itu merupakan proses perkembangan yang permanen. Perjuang kemanusiaan berusaha mengarah kepada yang lebih baik, lebih benar. Oleh sebab itu, manusia harus mengetahui arah yang benar dari pada perkembangan peradaban disegala bidang. Dengan perkataan lain, manusia harus mendalami dan selalu mempergunakan ilmu pengetahuan. Kerja manusia dan kerja kemanusiaan tanpa ilmu tidak akan mencapai tujuannya, sebaliknya ilmu tanpa rasa kemanusiaan tidak akan membawa kebahagiaan bahkan mengahancurkan peradaban. Ilmu pengetahuan adalah karunia Tuhan yang besar artinya bagi manusia. Mendalami ilmu pengetahun harus didasari oleh sikap terbuka. Mampu mengungkapkan perkembangan pemikiran tentang kehidupan berperadaban dan berbudaya. Kemudian mengambil dan mengamalkan diantaranya yang terbaik.

Dengan demikian, tugas hidup manusia menjadi sangat sederhana, yaitu beriman, berilmu dan beramal.


Disalin dari : Hasil Kongres HmI XXX di Ambon 14-27 Februari 2018

BPL atau singkatan dari Badan Pengelola Latihan merupakan badan khusus Himpunan yang mengampuni amanah bandiklat dalam tugas dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan latihan himpunan dan pengkaderan. 

BPL bila dianalogikan dalam negara adalah suatu institusi pendidikan guna mencetak kader sesuai tujuan Himpunan. Walaupun BPL pengemban amanah perkaderan sebagai pusat institusi namun gerakan nya terbatas juga sulit akan mencapai tujuan bilamana institusi cabang dan komisariat juga tidak turut menjunjung perkaderan.

Sebagai Institusi Bandiklat, ruang gerak BPL tidak hanya sebatas ruang himpunan. BPL secara umum juga sebagai EO masyarakat dalam pelatihan seperti TOT(Training of Trainer), KMO Training dll.

BPL seperti ESQ Training maupun institusi pelatihan yang menitikberatkan pada building of character karena tidak hanya sebatas melakukan transfer of knowledge namun juga melakukan transfer of values dan building of mindset guna building of awareness. Pedekatan Spiritual Quantum dan Emosional Quantum adalah yang membedakan pelatihan BPL.

Kemampuan ini adalah yang sangat jarang dimiliki bahkan oleh para tenaga didik saat ini yang sebatas melakukan transfer of knowledge.

Mengutip kata Said Muniruddin, instruktur BPL ideal layaknya tugas seorang sufi. Mereka mereka adalah syair dalam kehidupan. Mereka mereka adalah pelajaran bagi orang orang sekitar. Oleh karena itu BPL juga sebagai elite people.

Saya berimajinasi kepada BPL kedepan untuk bisa menyediakan suatu wadah untuk alumni instruktur yang telah terlatih mengelola latihan, adanya wadah para instruktur yang pensiun berhimpun namun rindu akan pengelolaan.

Wadah ini bersifat sosial dan monetize, dimana alumni bisa terus berkiprah di dunia pelatihan, juga bisa mendapatkan pendapatan sampingan mengelola dan sebagian dari pendapatan nya dizakatkan untuk adik adik BPL yakni wadah profesionalisme alumni instruktur dengan dan dalam naungan BPL sehingga ilmu yang dimiliki bisa kembali ditransfer ke adik adik, para alumni mapan dalam ekonomi, juga hasrat berhimpun bisa dialokasikan kepada bangsa, upaya ridha, atas terwujudnya masyarakat adil makmur.
😁
🙏



TAFSIR INDEPENDENSI
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

A. PEDAHULUAN
Menurut fitrah kejadiannya, maka manusia diciptakan bebas dan merdeka. Karenanya kemerdekaan pribadi adalah hak yang pertama. Tidak ada sesuatu yang lebih berharga dari pada kemerdekaan itu. Sifat dan suasana bebas dan kemerdekaan seperti diatas, adalah mutlak diperlukan terutama pada fase/saat manusia berada dalampembentukan dan pengembangan. Masa/fase pembentukan dari pengembangan bagi manusia terutama dalam masa remaja atau generasi muda.

Mahasiswa dan kualitas-kualitas yang dimilikinya menduduki kelompok elit dalam generasinya. Sifat kepeloporan, keberanian dan kritis adalah ciri dari kelompok elit dalam generasi muda, yaitu kelompok mahasiswa itu sendiri. Sifat kepeloporan, keberanian dan kritis yang didasarkan pada obyektif yang harus diperankan mahasiswa bisa dilaksanakan dengan baik apabila mereka dalam suasana bebas merdeka dan demokratis obyektif dan rasional. Sikap ini adalah yang progresif (maju) sebagai ciri dari pada seorang intelektual. Sikap atas kejujuran keadilan dan obyektifitas.

Atas dasar keyakinan itu, maka HMI sebagai organisasi mahasiswa harus pula bersifat independen. Penegasan ini dirumuskan dalam pasal 6 Anggaran Dasar HMI yang mengemukakan secara tersurat bahwa "HMI adalah organisasi yang bersifat independen"sifat dan watak independen bagi HMI adalah merupakan hak azasi yang pertama.

Untuk lebih memahami esensi independen HMI, maka harus juga ditinjau secara psikologis keberadaan pemuda mahasiswa Islam yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam yakni dengan memahami status dan fungsi dari HMI.

B. STATUS DAN FUNGSI HMI
Status HMI sebagai organisasi mahasiswa memberi petunjuk dimana HMI berspesialisasi. Dan spesialisasi tugas inilah yang disebut fungsi HMI. Kalau tujuan menunjukan dunia cita yang harus diwujudkan maka fungsi sebaliknya menunjukkan gerak atau kegiatan (aktifitas) dalam mewujudkan (final goal). Dalam melaksanakan spesialisasi tugas tersebut, karena HMI sebagai organisasi mahasiswa maka sifat serta watak mahasiswa harus menjiwai dan dijiwai HMI. Mahasiswa sebagai kelompok elit dalam masyarakat pada hakikatnya memberi arti bahwa ia memikul tanggung jawab yang benar dalam melaksanakan fungsi generasinya sebagai kaum muda terdidik harus sadar akan kebaikan dan kebahagiaan masyarakat hari ini dan ke masa depan. Karena itu dengan sifat dan wataknya yang kritis itu mahasiswa dan masyarakat berperan sebagai "kekuatan moral" atau moral forces yang senantiasa melaksanakan fungsi "social control". Untuk itulah maka kelompok mahasiswa harus merupakan kelompok yang bebas dari kepentingan apapun kecuali kepentingan kebenaran dan obyektifitas demi kebaikan dan kebahagiaan masyarakat hari ini dan ke masa depan. Dalam rangka penghikmatan terhadap spesialisasi kemahasiswaan ini, maka dalam dinamikanya HMI harus menjiwai dan dijiwai oleh sikap independen.

Mahasiswa, setelah sarjana adalah unsur yang paling sadar dalam masyarakat. Jadi fungsi lain yang harus diperankan mahasiswa adalah sifat kepeloporan dalam bentuk dan proses perubahan masyarakat. Karenanya kelompok mahasiswa berfungsi sebagai duta-duta pembaharuan masyarakat atau "agent of social change". Kelompok mahasiswa dengan sikap dan watak tersebut di atas adalah merupakan kelompok elit dalam totalitas generasi muda yang harus mempersiapkan diri untuk menerima estafet pimpinan bangsa dan generasi sebelumnya pada saat yang akan datang. Oleh sebab itu fungsi kaderisasi mahasiswa sebenarnya merupakan fungsi yang paling pokok. Sebagai generasi yang harus melaksanakan fungsi kaderisasi demi perwujudan kebaikan dan kebahagiaan masyarakat, bangsa dan negaranya di masa depan maka kelompok mahasiswa harus senantiasa memiliki watak yang progresif dinamis dan tidak statis. Mereka bukan kelompok tradisionalis akan tetapi sebagai "duta-duta pembaharuan sosial" dalam pengertian harus menghendaki perubahan yang terus menerus ke arah kemajuan yang dilandasi oleh nilai-nilai kebenaran. Oleh sebab itu mereka selalu mencari kebenaran dan kebenaran itu senantiasa menyatakan dirinya serta dikemukakan melalui pembuktian di alam semesta dan dalam sejarah umat manusia. Karenanya untuk menemukan kebenaran demi mereka yang beradab bagi kesejahteraan umat manusia maka mahasiswa harus memiliki ilmu pengetahuan yang dilandasi oleh nilai kebenaran dan berorientasi pada masa depan dengan bertolak dari kebenaran Illahi. Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang dilandasi oleh nilai-nilai kebenaran demi mewujudkan beradaban bagi kesejahteraan masyarakat bangsa dan negara maka setiap kadernya harus mampu melakukan fungsionalisasi ajaran Islam.

Watak dan sifat mahasiswa seperti tersebut diatas mewarnai dan memberi ciri HMI sebagai organisasi mahasiswa yang bersifat independen. Status yang demikian telah memberi petunjuk akan spesialisasi yang harus dilaksanakan oleh HMI. Spesialisasi tersebut memberikan ketegasan agar HMI dapat melaksanakan fungsinya sebagai organisasi kader, melalui aktifitas fungsi kekaderan. Segala aktifitas HMI harus dapat membentuk kader yang berkualitas dan komit dengan nilai-nilai kebenaran. HMI hendaknya menjadi wadah organisasi kader yang mendorong dan memberikan kesempatan berkembang pada anggota-anggotanya demi memiliki kualitas seperti ini agar dengan kualitas dan karakter pribadi yang cenderung pada kebenaran (hanief) maka setiap kader HMI dapat berkiprah secara tepat dalam melaksanakan pembaktiannya bagi bangsa dan negaranya.

C. SIFAT INDEPENDEN HMI
Watak independen HMI adalah sifat organisasi secara etis merupakan karakter dan kepribadian kader HMI. Implementasinya harus terwujud di dalam bentuk pola pikir, pola sikap dan pola laku setiap kader HMI baik dalam dinamika dirinya sebagai kader HMI maupun dalam melaksanakan "Hakekat dan Mission" organisasi HMI dalam kiprah hidup berorganisasi bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Watak independen HMI yang tercermin secara etis dalam pola pikir pola sikap dan pola laku setiap kader HMI akan membentuk "Independensi etis HMI", sementara watak independen HMI yang teraktualisasi secara organisatoris di dalam kiprah organisasi HMI akan membentuk "Independensi organisatoris HMI".

Independensi etis adalah sifat independensi secara etis yang pada hakekatnya merupakan sifat yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan. Fitrah tersebut membuat manusia berkeinginan suci dan secara kodrati cenderung pada kebenaran (hanief). Watak dan kepribadian kader sesuai dengan fitrahnya akan membuat kader HMI selalu setia pada hati nuraninya yang senantiasa memancarkan keinginan pada kebaikan, kesucian dan kebenaran adalah ALLAH SUBHANAHU WATA'ALA. Dengan demikian melaksanakan independensi etis bagi setiap kader HMI berarti pengaktualisasian dinamika berpikir dan bersikap dan berprilaku baik "hablumminallah" maupun dalam "hablumminannas" hanya tunduk dan patuh dengan kebenaran.

Aplikasi dari dinamika berpikir dan berprilaku secara keseluruhan merupakan watak azasi kader HMI dan teraktualisasi secara riil melalui watak dan kepribadiaan serta sikap-sikap yang :
o  Cenderung kepada kebenaran (hanief)
o  Bebas terbuka dan merdeka
o  Obyektif rasional dan kritis
o  Progresif dan dinamis
o  Demokratis, jujur dan adil

Independensi organisatoris adalah watak independensi HMI yang teraktualisasi secara organisasi di dalam kiprah dinamika HMI baik dalam kehidupan intern organisasi maupun dalam kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara.

Independensi organisatoris diartikan bahwa dalam keutuhan kehidupan nasional HMI secara organisatoris senantiasa melakukan partisipasi aktif, konstruktif, korektif dan konstitusional agar perjuangan bangsa dan segala usaha pembangunan demi mencapai cita-cita semakin hari semakin terwujud. Dalam melakukan partisipasipartisipasi aktif, konstruktif, korektif dan konstitusional tersebut secara organisasi HMI hanya tunduk serta komit pada prinsip-prinsip kebenaran dan obyektifitas.

Dalam melaksanakan dinamika organisasi, HMI secara organisatoris tidak pernah "committed" dengan kepentingan pihak manapun ataupun kelompok dan golongan manapun kecuali tunduk dan terikat pada kepentingan kebenaran dan obyektifitas kejujuran dan keadilan.

Agar secara organisatoris HMI dapat melakukan dan menjalankan prinsip-prinsip independensi organisatorisnya maka HMI dituntut untuk mengembangkan "kepemimpinan kuantitatif" serta berjiwa independen sehingga perkembangan, pertumbuhan dan kebijaksanaan organisasi mampu diemban selaras dengan hakikat independensi HMI. Untuk itu HMI harus mampu menciptakan kondisi yang baik dan mantap bagi pertumbuhan dan perkembangan kualitas-kualitas kader HMI. Dalam rangka menjalin tegaknya "prinsip-prinsip independensi HMI" maka implementasi independensi HMI kepada anggota adalah sebagai berikut :

o  Anggota-anggota HMI terutama aktifitasnya dalam melaksanakan tugasnya harus tunduk kepada ketentuan-ketentuan organisasi serta membawa program perjuangan HMI. Oleh karena itu tidak diperkenankan melakukan kegiatan-kegiatan dengan membawa organisasi atas kehendak pihak luar manapun juga.
o  Mereka tidak dibenarkan mengadakan komitmen-komitmen dengan bentuk apapun dengan pihak luar HMI selain segala sesuatu yang telah diputuskan secara organisatoris.
o  Alumni HMI senantiasa diharapkan untuk aktif berjuang meneruskan dan mengembangkan watak independensi etis dimanapun mereka berada dan berfungsi sesuai dengan minat dan potensi dalam rangka membawa hakikat dan mission HMI. Dan menganjurkan serta mendorong alumni untuk menyalurkan aspirasi kualitatifnya secara tepat dan melalui semua jalur pembaktian baik jalur organisasi profesional, kewiraswastaan, lembaga-lembaga sosial, wadah aspirasi politik, Lembaga pemerintahan ataupun jalur-jalur lainnya yang semata-mata hanya karena hak dan tanggung jawabnya dalam rangka merealisasikan kehidupan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. Dalam menjalankan garis independen HMI dengan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, pertimbangan HMI semata-mata adalah untuk memelihara mengembangkan anggota serta peranan HMI dalam rangka ikut bertanggung jawab terhadap negara dan bangsa. Karenanya menjadi dasar dan kriteria setiap sikap HMI semata-mata adalah kepentingan nasional bukan kepentingan golongan atau partai dan pihak penguasa sekalipun. Bersikap independen berarti sanggup berpikir dan berbuat sendiri dengan menempuh resiko. Ini adalah suatu konsekuensi atau sikap pemuda. Mahasiswa yang kritis terhadap masa kini dan kemampuan dirinya untuk sanggup mewarisi hari depan bangsa dan negara.

D. PERANAN INDEPENDENSI HMI DI MASA MENDATANG
Dalam suatu negara yang sedang berkembang seperti Indonesia ini maka tidak ada suatu investasi yang lebih besar dan lebih berarti dari pada investasi manusia (human investment). Sebagaimana dijelaskan dalam tafsir tujuan, bahwa investasi manusia yang kemudian akan dihasilkan HMI adalah adanya suatu kehidupan yang sejahtera material, spiritual, adil dan makmur serta bahagia.

Fungsi kekaderan HMI dengan tujuan terbinanya manusia yang beriman, berilmu dan berperikemanusiaan seperti tersebut di atas maka setiap anggota HMI di masa datang akan menduduki jabatan dan fungsi pimpinan yang sesuai dengan bakat dan profesinya.

Hari depan HMI adalah luas dan gemilang sesuai status fungsi dan perannya dimasa kini dan masa mendatang yang menuntut kita pada masa kini untuk benar-benar dapat mempersiapkan diri dalam menyongsong hari depan HMI yang gemilang.

Dengan sifat dan garis independen yang menjadi watak organisasi berarti HMI harus mampu mencari, memilih dan menempuh jalan atas dasar keyakinan dan kebenaran. Maka konsekuensinya adalah bentuk aktifitas fungsionaris dan kader-kader HMI harus berkualitas sebagaimana digambarkan dalam kualitas insan cita HMI. Soal mutu dan kualitas adalan konsekuensi logis dalam garis independen HMI harus disadari oleh setiap pimpinan dan seluruh anggota-anggotanya adalah suatu modal dan dorongan yang besar untuk selalu meningkatkan mutu kader-kader HMI sehingga mampu berperan aktif pada masa yang akan datang.

Wabilahittaufiq Wal Hidayah

Pena : Muhammad Ramadhan Sebelas
Kisah inspiratif seorang enterpreneur muda yang dahulunya aktifis idealis namun dibuang oleh organisasinya.

Kisah seorang yang terbuang dari organisasi nya dan dari proses pembuangan itu, dia menikmati dan menjadi motivasi hingga dia sukses menjadi pengusaha. Walaupun begitu dia tetap selalu berkontribusi secara diam diam untuk organisasi nya. Pada suatu ketika Perusahaan nya sedang mencari tenaga kerja. Ketika dia ingin masuk ke kantor, dia selalu meluangkan waktu paginya dengan ngopi di sofa umum ruang tunggu. Dia bertemu dengan temannya yang dahulu membuatnya terbuang. Dia menyapa orang tersebut dan mengajaknya ngobrol sembari menikmati kopi buatannya sendiri yang dibuat dari tempat penyediaan minuman ruang tamu. 
Awalnya kawan tersebut mengira dia ingin melamar kerja diperusahaan ini. Orang tersebut lalu berfikir untuk menyingkirkan dia demi mengurangi saingan dengan mengejek nya lalu memalukan diri nya didepan umum hingga datang pihak HDR. Ketika HRD ingin menyapa bosnya lalu bosnya memberikan kode untuk diam dan membawa orang tersebut ke ruangan interview dan HRD mengiyakan. Orang tersebut merasa dirinya dipanggil duluan semakin merasa dirinya lebih baik dari pada bos itu dan dia tetap mengejek bos itu hingga akhirnya dia berangkat bersama HRD menuju ruang interview dan menunggu diruang tunggu kembali bersama beberapa orang yang lebih dahulu menunggu. 

Satu per satu dari mereka masuk, hingga terakhir dia yang masuk. Sejenak dia melihat ke pintu menanti bos yang dihina tadi namun tak kunjung datang hingga dia berfikir bos itu tidak lulus administrasi lalu dia masuk ke ruangan interview. Ketika dia masuk hanya ada seorang sekretaris dan sekretaris menyampaikan bos sedang ke belakang dan dia dipersilahkan duduk. Dia lalu duduk sambil menunggu bos dan sekretaris menanyakan beberapa hal mengenai administrasi. Sekretaris itu juga menyampaikan kampus bos kuliah sama seperti dia bahkan fakultasnya sama dan itu membuatnya tersenyum. Dia berfikir dia akan mudah masuk diterima di kantor tersebut. Tak lama kemudian bos datang dan duduk di kursi nya. Sejenak orang itu berubah raut muka. Tersentak dia terkejut dan merasa malu dengan dirinya.

Bos itu pun menghibur dengan dirinya dengan menanyakan apa kabar, bagaimana organisasi dahulu dan hal hal basa basi lainnya. Ada sekitar 30menit perbincangan itu, bahkan Bos itu memperkenalkan istrinya yakni sekretaris itu sendiri. Hingga sampai pada pertanyaan "kamu mau kerja di bagian apa? Aku sudah sangat mengenal dirimu, apalagi kita pernah hidup dalam organisasi yang sama walaupun pandangan berbeda namun dirimu punya kemampuan lebih dalam mengorganisir anggota oleh karena itu aku yakin dirimu bisa bekerja dengan sangat baik di perusahaan ku". Dia tersipu malu tanpa kata, tubuhnya bergetar, keringat di sekujur tubuh dengan kepala menunduk. 

Bos itu berusaha mencoba dengan meringkas waktu dengan memberikan nya posisi yang strategis sesuai dengan kemampuan nya dan memberikan gaji yang tinggi lalu bos itu pamit dikarenakan ada janji dengan seseorang Bos tersebut memanggil HRD untuk menuntunnya ke posisi dia bekerja. Selepas Bos itu pergi dan HRD mengajaknya dia untuk menuju ruang kerja nya lalu tiba tiba dia berlari mengejar bos itu dan sampai lah pada depan pintu keluar kantor. Dia memanggil bos itu, dan bos tersebut berbalik. Akhirnya mereka berdua berhadapan dan bos itu bertanya, kenapa kamu disini? Bukankah saya sudah meminta HRD untuk mengarahkan mu ke ruang kerja mu? Tiba tida pelamar kerja itu lalu bersujud didepan nya dan memohon ampun dan meminta maaf dan bos itu langsung menariknya dan memeluknya dan berkata yang lalu biarkan lah berlalu bahkan karena masa lalu itu.

Aku mendapatkan banyak pelajaran dari proses kita tersebut. Jika bukan karena itu mungkin aku tidak seperti saat ini. Sejak Mereka menjadi sahabat yang baik, bahkan pelamar kerja itu sangat bekerja sangat maksimal dan akhirnya dia di tambahkan untuk menjalankan usaha bos tersebut dengan syarat tetap terus menjaga organisasi yang pernah di diami bersama dan adik adik mereka yang di organisasi diminta untuk terus membina dan direkrut untuk membesarkan perusahaan cabang Bos tersebut. Tidak hanya itu, organisasi yang mereka pernah di diami bersama dibina bukan hanya untuk mampu bekerja namun juga berwirausaha.

Terus lah berbuat baik, sekalipun kepada seseorang yang membenci mu karena kita tidak tahu kapan Tuhan akan membalikkan hati seseorang.

Tegakan kebenaran(dalam diri) dan berbuat kebaikan(kepada siapapun)


(IDEOLOGI, POLITIK, ORGANISASI STRATEGI TAKTIK)
ASPEK IDEOLOGI DARI ISLAM

A. PENDAHULUAN
Adanya “larangan” dari kongres Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di Ujung Pandang tahun 1979 kepada Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) untuk melakukan kegiatan politik tidaklah menutup pintu aktivitas KAHMI bahkan mendorong untuk melakukan “Intelectual exercise” yang di masa depan dapat mempunyai “political significance”, khususnya dalam rangka mencapai kebangkitan kembali umat di dalam abad XV H ini dan abad mendatang.

Penyajian tulisan ini diilhami oleh beberapa petunjuk Al-Quran, Hadist dan ucapan orang pandai, yang kutipan-kutipannya dibawah ini diambil dari buku Penghayatan Ilmu Agama, buah pemikiran Imam Al Ghazali dan disusun oleh Syekh Mohamad Jamaludin Alqasimi Addimasyqi, diterjemahkan oleh Moh.; Abdai Rathomy (1975). Kutipan-kutipan yang mengilhami penyajian tulisan dalam buku ini dapat dilihat dibawah ini.
1. Al-Qur’an
a. Surat Attaubah ayat 122 (S.9:122) yang artinya tidaklah tepat jika semua orang mukmin pergi. Sebaiknya ada sebagian yang memperdalam pengetahuan agama yang kemudian akan mengingatkan kaumnya setelah kembali agar mereka dapat menjaga diri.
b. Surat Faathir ayat 28 (S.35:28), yang artinya yang takut kepada Allah ialah hamba-hamba-Nya yang berilmu pengetahuan.
c. Surat Ali Imran ayat 187 (S.3:187), yang artinya dan ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang diberi kitab suci yaitu : haruslah kamu menerang-nerangkan itu kepada seluruh manusia dan janganlah kamu menyimpan – nyimpan isinya.

2. Hadits Nabi
a. Barang siap yang dikehendaki oleh Allah, ia akan dipahamkan dalam hal agama dan diilhami petunjuk (Bukhari-Muslim).
b. Jika suatu hari lewat tanpa bertambahnya ilmuku yang mendekatkanku kesisi Allah, tidaklah ada berkah untukku dalam terbitnya matahari pada hari itu, (Thabrani, Abu Na’im dan Ibnu Abdilbar).
c. Hendaklah engkau berangkat dan mempelajari suatu bab dari ilmu, hal ini lebih baik dari sembahyang seratus rakaat), (Ibnu Abdilbar).
d. Pengajar dan yang belajar bersekutu di dalam mendapatkan pahala, dan tidak ada kebaikannya bagi selain kedua orang tersebut (Ibnu Abdilbar).
3. Fatah Almaushili, Apabila hati enggan akan hikmah dan Ilmu selama tiga hari akan matilah hati itu.

B. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
1. Sejak bulan-bulan pertama setelah Proklamasi khususnya dalam tahun-tahun 50-an, partai-partai Islam di Indonesia menganut apa yang sering didengung-dengungkan sebagai “Ideologi Islam” tanpa memberikan perincian yang lengkap dan komprehensif apa isinya mengenai semua segi kehidupan Negara dan masyarakat, sehingga sampai sekarangpun perumusan ideologi itu belum pernah diberikan. Dapatlah dikatakan bahwa selama 35 tahun, umat Islam Indoensia hanyut dalam slogan yang dalam Al-Qur’an terdapat pada surat 34 ayat 15 dan dalam verbalisme : “Berlakunya hukum dan ajaran Islam di dalam kehidupan orang-perseorangan masyarakat dan Negara”. Terhadap gerakan mendirikan NII dari Almarhum Kartosuwiryo, partai-partai Islam tidak menyikapinya dari sudut ajaran Islam sendiri, melainkan sekedar menyatakan bahwa berbeda dengan kartosuwiryo, partai-partai Islam menempuh jalan yang legal parlementer.

Partai NU-lah yang ada pada tahun 1953 menyatakan sikap agamis terhadap gerakan kartosuwiryo yaitu dengan mengatakan Sukarno sebagai “ “Pemegang pemerintahan darurat berkekuasaan penuh”, dengan demikian memberi “Legitimasi agamis” kepada pemerintah RI untuk menumpas gerakan Kartosuwiryo sebagai telah melakukan “Bughoh” (pemberontakan) (Kyai Masykur Tempo 2 Mei 1981). Kata Bughoh tercantum dalam Al-Quran surat Hl-Hujrat (Surat 49 ayat 9). Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, partai-partai Islam telah melepaskan aspirasi “Negara Islam” namun persoalan ini kadang-kadang muncul di dalam era politik di Indonesia, sampai-sampai di kalangan umat Islam di Indonesia, ada yang merasakan seakan-akan persoalan ini akan dijadikan semacam “hutang abadi” yang setiap waktu dapat ditagih kepada generasi penerus umat yang notabene tidak tahu menahu apalagi bertanggung jawab atas persoalan tersebut.

Dibalik itu, dari kalangan umat Islam sendiri atau tepatnya dari kalangan kepemimpinan (politik) umat Islam di Indonesia tidak tampak adanya usaha atau bimbingan untuk membuat umat Islam Indonesia Immnun (kebal) terhadap aspirasi “Negara Islam” itu, meskipun disadari bahwa aspirasi ini tidak boleh tidak akan membentur kepada tembok beton dasar Negara Pancasila, terlepas dari persoalan Pancasila nya sendiri.

Belakangan ini dengan munculnya gerakan Warman dan imran terlepas pula dari soal bonafiditasnya gerakan kedua orang ini, namun yang terang adalah bahwa ada kalangan generasi muda Islam yang terpikat dan terbawa oleh gerakan itu. Kemungkinan selalu ada akan munculnya gerakan serupa, bagaimana mencegahnya, hal ini terutama tugas kepemimpinan (politik) umat Islam Indonesia dan di dalam hal ini kaum intelektual muslim harus pula memberikan sahamnya.

2. Perkembangannya di luar Indonesia menunjukan bahwa Negara-negara yang (mayoritas) rakyatnya beragama Islam dan sebagian besar memperoleh kemerdekaan setelah usainya perang dunia II, Negara-negara tersebut tidak atau belum mengatur kehidupannya menurut ajaran-ajaran Islam, walaupun Negara-negara tersebut secara tidak tepat sering disebut sebagai “Negara Islam”. Di dalam tempo 30 tahun, kita menyaksikan tumbangnya kerajaan-kerajaan “Islam” (Islam antara tanda kutip) dimulai dengan kerajaan mesir pada tahun 1952, disusul dengan kerajaan irak pada tahun 1958, Yaman Utara pada tahun 1962, Libya pada tahun 1969, Afganisthan pada tahun 1973, dan Iran pada tahun 1979.

Di dalam tempo 10 tahun terakhir, kita menyaksikan republik-republik “Islam” bergelimpangan jatuh, yaitu Yaman Selatan pada tahun 1969. Sudan pada tahun 1969, Irak pada tahun 1969, Syria pada tahun 1970, Pakistan pada tahun 1971 (dengan munculnya Republik Bangladesh) dan Afganistan pada tahun 1978 (dengan digulingkannya Presiden Daud oleh tokoh Marxis Taraki). Pakistan adalah Negara pertama di dunia yang secara formal dapat disebut Negara/Republik Islam karena konstitusinya yang disahkan pada tahun 1956 disebut “The Constitution of The Islamic Republic of Pakistan” dimana tercantum diantaranya : “that Pakistan Would be a democratic state based on Islamic Principles of social justice”. Artinya, bahwa Pakistan akan menjadi sebuah Negara demokrasi berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang berkeadilan sosial.

Where in the principles of democracy, freedom, equality, tolerance and social justice as enunciated by Islam, should be fully observed” ; Artinya, dimana dalam prinsip-prinsip demokrasi kebebasan persamaan, toleransi dan keadilan sosial sebagaimana dianjurkan oleh islam harus dilaksanakan sepenuhnya.

Where in the muslims of Pakistan should be enable individually and collectively to order their lives in accordance holy Qur’an and Sunnah. Artinya, dimana masyarakat muslim di Pakistan harus mampu menata kehidupan mereka baik secara individual maupun bersama-sama sesuai dengan ajaran dan ketentuan islam sebagaimana diatur dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Tetapi di dalam perkembangannya sejak didirikan, republic Islam di Pakistan itu dalam praktek politiknya telah hanyut di dalam demokrasi liberal ala demokrasi Barat dan di dalam ekonominya tenggelam di dalam oligarchaal kapitalisme, dimana penguasaan ekonomi Pakistan berada ditangan 21 keluarga muslim (Pakistan Barat), yang semuanya itu mengakibatkan disintegrasi Republik Islam Pakistan.
Republik “Islam” Pakistan ala Jenderal Ziau’Ihaq masih merupakan tanda Tanya besar, karena ungkapan Islam baru pada pelaksanaan hukum cambuk bagi yang kedapatan mabuk di tempat umum, sedangkan sistim politik Negara “Islam” (Islamnya antara tanda kutip) ini adalah dictator militer yang tidak dapat “Justified” dari sudut ajaran Islam.
3. Kaum Muslimin Iran telah berhasil dalam sikap radikal Revolusioner menghentikan persekongkolan kapitalisme dan neo-feodalisme dengan telah terusirnya begundal-begundal kapitalis-Amerika dan ditumbangkannya rezim otoriter Feodal Syah. Revolusi rakyat iran (yang berhasil itu) pada hekakatnya adalah revolusi anti ne-kolonialisme, dengan demikian revolusi Iran itu merupakan bagian dari perlawanan rakyat dari Negara-negara berkembang terhadap neo-kolonialisme yang dipimpin oleh Amerika Serikat.

Rupanya Ayatullah Khomeini telah mengalihkan revolusi anti neo-kolonialisme itu menjadi revolusi kaum syi’ah, setidak-tidaknya Khomeini telah memberi warna syi’ah yang tebal kental kepada revolusi anti neo-kolonialisme dari rakyhat Iran pada tahun 1979 itu.

Dengan telah berubahnya karakter revolusi rakyat Iran dari Revolusi anti neo-kolonialisme menjadi revolusi syi’ah itu, timbullah kekuatiran akan munculnya kaum Mullah, meskipun dalam introduction dari konstitusi RII (Republik Islam Iran) dalam bab “Method of government in-Islam, tercantum : “From the viewpoint of Islam, government is not the product of any class distinction or the supremacy of one particular group or class in society...”. Artinya, (cara pemerintah Islam). Dari sudut pandang Islam, pemerintah bukanlah produk dari perbedaan klas atau keunggulan satu kelompok atau kelas tertentu dalam masyarakat.
Apakah dengan suksesnya Revolusi Syiah di Iran itu, sasaran yang hendak dicapai oleh satu revolusi anti neo-kolonialisme lalu menjadi terbengkalai? Saya rasa tidak karena revolusi syiah tentulah membawakan aspirasi islam yaitu menentang setiap bentuk kolonialisme terutama di bidang ekonomi dan kebudayaan yang dewasa ini melanda Negara-negara berkembang.
4. Di dalam pertarungan sengit yang sekarang masih berkecamuk antara dua ideologi dunia yang besar yaitu antara liberalisme/kapitalisme/demokrasi dan variasi-variasinya pada pihak yang satu dan marxisme/sosialisme/ komunisme dan variasi-variasinya pada pihak lain, orang menuju pula kepada alamat Islam dan bertanya sejauh mana Islam dapat menyajikan Ideologi yang lebih baik dari kedua ideologi tersebut. Tantangan kepada Islam ini tentulah tidak dapat dijawab hanya dengan keterangan bahwa Islam adalah sempurna melebihi isme-isme dan ideologi lain. Betapapun yakinnya seorang muslim terhadap kesempurnaan Islam dan seorang muslim memang harus berkeyakinan demikian, namun jawaban serupa itu tidaklah membuat orang muslim, apalagi yang bukan muslim lalu memperoleh pegangan yang konkrit tentang bagaimana Islam mengatur kehidupan Negara dan masyarakat walau hanya dalam garis-garis besarnya saja. Ini berarti bahwa Islam ditantang untuk menyajikan suatu konsep ideologi yang meliputi semua segi kehidupan Negara dan masyarakat, khususnya yang menyangkut cirri-ciri khas suatu ideologi yang membedakan dengan ideologi lain yaitu tentang bagaimana hubungan warga Negara dan penguasa c.q. hak/kewajiban warga Negara vis-a-vvis hak/kewajiban penguasa, jadi mengenai apa yang lazim dikenal tentang hak-hak asasi atau hak-hak politik; serta hak/kewajiban warga Negara vis a vis penguasa dalam bidang ekonomi, jadi mengenai hak berusaha berikut hak pemilikan atas sumber ekonomi (tanah, kekayaan bumi dan alat- alat produksi) berikut pembatasan-pembatasannya.
5. Umat Islam diseluruh dunia berhasrat menjadikan abad XV Hijriah sebagai abad kebangkitan Islam tetapi baik dari organisasi-organisasi Islam Internasional maupun National c.q. DPP Partai Persatuan Pembangunan dan MUI Pusat tidak atau belum ada rencana bagaimana akan mencapai kebangkitan kembali itu. Dengan kegiatan-kegiatan tradisional dan rutin saja, walaupun kegiatan tradisional ini sudah ditambah dengan penyelenggaraan MTQ setiap dua tahun, kebangkitan itu tidaklah akan tercapai. Proponen approach kekuasaan akan mengedepankan tentang perlunya lebih dahulu kekuasaan berada di tangan kembali tanpa menerangkan bagaimana akan memperoleh kekausaan itu. Kekuasaan politik di Negara-negara yang rakyatnya (mayoritas) beragama islam berada di tangan orang-orang Islam tetapi sebagian, khususnya yang di Timur-Tengah dalam kondisi sekedar mempertahankan status quo dengan mengadakan reform kecil-kecilan, setidak-tidaknya tidak menyeluruh secara fundamental. Di Indonesia partai-partai Islam pernah beberapa kali memegang kekuasaan politik tetapi lepas tanpa bekas. Apakah dari fakta-fakta ini tidak dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan umat Islam, khususnya di Indonesia belum mempunyai suatu konsep Ideologi untuk mengatur kehidupan Negara di dalam segala seginya, sedangkan umat lainnya yaitu pihak Barat (kapitalis) dan Pihak Timur (komunis) masing-masing sudah mempunyai secara “being in and ready for use”. Dapatkah kebangkitan kembali Islam dicapai tanpa adanya konsep ideologi yang bersumberkan kepada ajaran-ajaran Islam.

Latar belakang permasalahan – permasalahan tersebut diataslah yang mendorong tulisan ini men- coba menelaah aspek ideologi dari islam.

C. PERMASALAHAN
1. Adakah Islam itu suatu ideologi? Jika demikian apakah islam itu lalu berdiri sama tingginya, sejajar dengan ideologi-ideologi di dunia? Bukankah Islam itu Dienullah, agama wahyu Illahi, sedangkan ideologi-ideologi itu adalah hasil pemikiran manusia ?
2. Apakah Islam itu bukanlah ideologi? Lalu apa peranan Islam dalam pertarungan dan per-cautaran ideologi-ideologi di dunia dewasa ini dan dimasa yang akan datang? Apakah hanya sekedar menentang sesuatu ideologi yang anti Tuhan?
3. Ideologi berfungsi untuk mengatur kehidupan bernegara dan bermasyarakat; jika islam bukanlah Ideologi atau tidak mengandung ajaran-ajaran idelogi, lalu bagaimana Islam akan mengurus kehidupan bernegara, dan bermasyarakat, karena Islam selain mengurus ibadah juga mengurus kehidupan Negara dan Masyarakat?
4. Benarkah pendapat seorang orientalis bahwa di kalangan kaum muslimin terdapat kelompok yang mengidealisir “Islam sebagai satu-satunya alternative terhadap segala macam isme dan ideologi” (Abdurrahman Wahid, Majalah Tempo, 20 Juni 1981).
5. Menurut hakekat ajaran Islam, bukannya menurut pendapat orientalis, bagaimana sebenarnya hubungan antara Islam dan ideologi, bagaimana sikap Islam terhadap ideologi dan bagaimana kedudukan ideologi terhadap Islam.
6. Bagaimana kondisi ideologis dari Negara-negara yang rakyatnya beragama Islam dewasa ini ?

D. PENGERTIAN DAN FUNGSI IDEOLOGI
1. Ideologi adalah : “Seperangkat ajaran-ajaran atau gagasan berdasarkan suatu pandangan hidup untuk mengatur kehidupan Negara/masyarakat di dalam segi-seginya serta yang disusun di dalam sebuah sistim berikut aturan-aturan operasionalnya”.
a. Penyusunan seperangkat gagasan/ajaran menjadi sebuah sistim adalah hasil pemikiran manusia, sedangkan ajaran-ajarannya sendiri dapat berasal dari Allah bagi yang berdasarkan pandangan hidup Islam, dan berasal dari pemikiran manusia jika pandangan hidupnya berasal dari pemikiran manusia. Dengan demikian, ideologi itu adalah hasil pemikiran manusia.
b. Ideologi hanya untuk kehidupan di dunia.
c. Ideologi adalah untuk Negara tertentu (karena belum adanya Negara dunia).
d. Ideologi dapat berubah menurut tempat dan waktu.
2. Fungsi Ideologi adalah untuk mengatur kehidupan Negara di dalam segala segi-seginya. Yang mengatur sebuah segi saja dari kehidupan Negara misalnya mengenai sistim politiknya disebut sub ideologi. Di dalam Negara yang terdiri dari berbagai golongan rakyat yang masing-masing berideologi sendiri, jika saling bertentangan dinamakan counter Ideologi, jika tidak bertentangan dinamakan co-idelogi (misalnya Islam terhadap Pancasila).

E. ISLAM DAN IDEOLOGI
a. Islam adalah wahyu Ilahi, bukan hasil pemikiran manusia.
b. Islam mengatur kehidupan dunia dan akhirat.
c. Islam adalah universal, ajaran-ajarannya berlaku kapan saja, dimana saja dan bagi rakyat/bangsa mana saja.

Dengan demikian, maka Islam bukan ideologi tetapi lebih tinggi dari ideologi.

F. SYARI’AH DAN FIQH
Bagaimana kedudukan Fiqh terhadap Syari’ah, hal ini disinggung oleh Sayid Qutb di dalam bukunya “ Masyarkat Islam” terjemahan H.A. Mu’thi Nurdin, SH, terbitan Yayasan At-Taufiq, PT. AL-Maarif Bandung, Cetakan Kedua, 1978, Sayib Qutb diantaranya, menerangkan Syariah adalah ciptaan Allah bersumber Al-Qur’an dan Sunnah sedangkan Figh adalah ciptaan mansia yang terbuat dari upaya memahami, manafsirkan dan menerangkan Syari’ah di dalam suasana tertentu “....hasil-hasil yang disimpulkan (oleh Figh) tidak akan naik martabanya menjadi “bagian yang suci” dalam Syari’ah (hal:38).

Mengenai figh ibadah dan figh muamalat, Qutb berkata bahwa fiqh ibadah adalah tetap dan stabil karena menyangkut peribadan yang tidak akan terpengaruhi oleh perubahan zaman. Sedang fiqh muamalah banyak berubah dan berkembang, karena lebih banyak terpengaruhi oleh perubahan keperluan manusia...(hal:39).

Kemudian menurut Qutb (1978:44) kebijaksanaan pemerintah sudah mengalami penyimpangan dari prinsip Islam sejak berakhirnya zaman Khulafar Rosyidin dan adanya kericuhan kekuasaan di jaman Mu’awiyah. Akibatnya ialah membesarnya fiqh ibadah dan menciutnya fiqh muamalah.

Mengapa ulama-ulama pada masa raja-raja muslim dulu tidak menulis tentang soal-soal politik (yang termasuk muamalah), menurut Prof. Dr. A. Shalaby dalam bukunya Negara dan Pemerintahan dalam Islam yang diterjemahkan oleh Muchtar Jahya (1957:17) ialah karena “Membahas tentang pemerintahan Islam sebetulnya berarti membatasi kekuasaan khlifah-khalifah itu, dan memperkecil pengaruh mereka, serta menggariskan syarat-syarat yang tentu saja menjadikan kebanyakan diantarah khalifah-khalifah itu akan kehilangan kekuasaannya dan tidak dapat mewariskan kerajaannya itu kepada puteranya. Karena kuatirnya para ulama akan pembalasan yang kejam dari raja-raja itu diabaikanlah oleh mereka membahas dan mengatur muamalah yang amat penting ini.

Islam mengandung seperangkat ajaran-ajaran atau nilai-nilai yang jika disusun didalam suatu sistim serta diproyeksikan kedalam suatu Negara akan merupakan ideologi bagi Negara itu. Ideologi demikian disebut ideologi yang berdasarkan ajaran-ajaran Islam, atau yang bersumberkan Islam atau yang diwarnai oleh Islam.

G. KEHARUSAN UMAT ISLAM BERIDEOLOGI
1. Dalam Al-Qur’an
a. Surat Al An’aamm ayat 165 (S.6:165) yang artinya Dan Dialah yang menjadikan kamu manusia penguasa di bumi.
b. Surat An-Nur ayat 55 (S.24:55) yang artinya Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal sholeh diantara kamu, mereka akan menjadi penguasa di bumi sebagaimana orang- orang sebelum mereka.
c. Surat Al Maaidah (S.5) ayat 44, 45, 47 yang artinya, barang siapa tidak terhukum mengatur dunia dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah, mereka adalah kafir/dholim/fasiq.

2. Hadist Nabi
Kutinggalkan kepadamu dua perkara yang jika kalian berpegang kepada keduanya tidak akan menyesal selama-lamanya (Kitab Allah dan Sunnah Rasul). Keharusan berideologi adalah konsekuensi dari pengangkatan manusia menjadi khalifah di muka bumi, karena ideologi berfungsi untuk mengatur bumi/dunia yang terdiri dari Negara-negara dan masyarakat- masyarakat. Dan kedudukan khalifah itu dijanjikan oleh Allah kepada manusia yang beriman dan beramal soleh, jadi kepada kaum muslimin. Dan ideologi itu mestilah bersumber kepada Al-Qur’an danHadist.

H. USAHA MEMAHAMI ASPEK IDEOLOGI DARI ISLAM
1. Menurut yang lazim diajarkan, Islam adalah terdiri dari Aqidah, Syari’ah dan Ahklaq. Sedangkan Syari’at terbagi atas Ibadah dan Muamalah. Muamalah sebenarnya masih dapat dibagi atas muamalah dalam hati sempit yaitu yang terbatas kepada hubungan antara orang perseorangan dan muamalah yang menyangkut pengaturan kehidupan kenegaraan/kemasyarakatan atau ideologi.
Dengan demikian isi dari Islam dapat dibagi atas:
a. Aqidah
b. Ibadah
c. Akhlak
d. Muamalah
e. Ideologi
2. Islam mempunyai satu kaidah yaitu : “...yang mengenai soal ibadah, yakni mengenai hubungan manusia dengan Tuhan semua terlarang, kecuali yang diperintahkan dan mengenai hidup keduniaan : semua boleh, kecuali yang terlarang. Menurut istilah Yurisprudensi Islam, kaidah ini dinamakan Al baraatul ashliyah. (dikutip dari Pidato Muhammad Natsir di Sidang Konstituante dimuat dalam buku “Tentang Dasar Negara RI dalam konstituante “Jilid I halaman 130).
Bagi keperluan usaha memahami aspek ideologi dari Islam, yang harus diketahui ialah mana-mana yang terlarang, karena tidak terlarang adalah boleh. Hanya saja menemukan “mana-mana yang terlarang” itu tidaklah mudah, karena Al-Qur’an mengandung ketentuan (Nash) yang baru dapat dipahami setelah diberikan interpretasi ataupun setelah dikaitkan dengan Nash lain.
3. Jadi dalam rangka usaha menemukan aspek ideologi dari Islam, perlu lebih dahulu diusahakan untuk menemukan methodology memahami isi Al-Qur’an sebagai berikut:
Ayat-ayat Al-Qur’an terdiri dari
a. .Ayat Muhkam
b. Ayat mutasyabih yang tidak dapat ditakwilkan (diinterpretir)
c. .Ayat mutasyabin yang dapat ditakwilkan (Ali Imran, ayat 7, Terjemahan Departemen Agama RI). Menurut Sayib Qutb (1978:41) perincian dan penerapan syari’ah yang dibutuhkan masyarakat untuk menampung keperluan-keperluan yang temporer dan selalu berubah itu tidak keluar dari empat kemungkinan:
1) Syari’ah telah menetapkanya dengan nash (teks) yang tegas (uitdrukkelijk) suatu hukum tertentu. Dalam hal ini, hukum itu mesti diterapkan menurut hurufnya betul, tanpa perubahan atau penyimpangan sedikitpun (Qutb, 1978:41).
2) Syari’at tampil dalam bentuk satu nash atau lebih yang menurut materi dan susunan katanya dapat ditakwilkan. Dalam hal ini kesempatakan untuk ijtihad terbuka luas untuk tarjih (menguatkan) atau taufiq (mencocokkan) berbagai nash yang berbeda-beda. Kalau nashnya hanya satu, maka penerapannya dapat disesuaikan dengan keadaan, seraya mengambil petunjuk praktek penerapan yang dilakukan pada permulaan Islam, jika ada, dengan memanfaatkan buah pikiran ahli hukum dalam perkara-perkara itu. Namun demikian, kita tidak perlu mengikuti praktek dan pendapat mereka itu secara dogmatis. Sebab pendapat mereka pada hakekatnya hanyalah berupa tanggapan yang sepadan dengan tuntutan dan keperluan dimasa mereka. (Ibid hal : 42).
3) Adakalanya Syari’ah membawakan suatu prinsip umum yang menyinggung suatu masalah yang terkandung dalam prinsip umum itu. Hukumnya tidak disebutkan dalam bentuk nash yang tegas.

Jika demikian duduknya, maka hukumnya termasuk kedalam ijtihadiyah, yakni menggunakan rasio ketiak menerapkan prinsip umum tadi menghadapi masalah yang konkrit (Ibid hal : 43).
4) Bisa juga kita temukan masalah yang tidak disinggung oleh Syari’ah. Dalam hal ini keputusan hukumnya semata-mata bergantung kepada hasil ijtihad dengan syarat tidak bertabrakan dengan salah satu prinsip agama Islam atau salah satu hukum pokok dari Syari’ah (Ibid hal : 43).
a) Ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung nash (ketentuan=regel) pada umumnya tetap berlaku sepanjang masa, tetapi ada nash yang sudah merupakan fakta sejarah yang tidak muncul lagi (misalnya tentang budak dan tentang cara memperoleh harta rampasan perang, yang terakhir tercantum di dalam Al Khasr ayat 7).
b) Nash dapat diangkat dari ayatnya tanpa terikat kepada sebab turunya ayat itu, tetapi (tentunya) tanpa meninggalkan jiwa dari nash itu.
c) Ada nash yang maknanya dapat dipahami secara tepat hanya jika dihubungkan dengan nash dalam ayat lain.
d) Mengaitkan/melengkapi nash-nash Al-Qur’an dengan hadist-hadist yang relevan.
e) Melakukan ijtihad dengan mempergunakan kaidah-kaidah usul fiqh dan rasio asalkan tidak bertentangan dengan ketentuan Al-Qur’an dan sunnah Rasul.

Di dalam bagian depan (Islam dan Ideologi) disinggung bahwa Islam mengandung ajaran-ajaran atau nilai-nilai yang jika disusun dalam satu sistim dapat merupakan suatu ideologi. Ajaran atau nilai itu disebut oleh Sayid Qutb prinsip global, kaidah umum atau pokok dasar; oleh Shalaby disebut patokan umum; oleh Rosyidi disebut prinsip umum oleh Abdurrahman Azzam disebut “general prociple” yang semuanya ini mempunyai arti sama.

Sayid Qutb, (Ibid hal : 37) : “DIa (syariat) tampil dalam bentuk prinsip-prinsip yang global adalah kaidah-kaidah umum sehingga dibawah naungannya dapat memancar puluhan bentuk masyarakat yang hidup dan aktif bergerak dalam lingkungannya yang luas, tetapi tetap berpegang kepada pokok dasarnya.

Shalaby, adapun urusan duniawi, Tuhan telah menggariskan pokok-pokok yang penting. Manusia berkewajiban memperluas memperkembangkannya, agar sesuai dengan kehidupan meraka dalam segenap tempat dan masa, dalam batas-batas patokan umum yang telah dipancarkan oleh Tuhan, sesuai dengan sabda Rasul; Anma alam bisyam nadh lilam. (Negara dan Pemerintahan Dalam Islam, hal : 18).

Prof. Dr.H.M. Rasyidi, “Oleh karena yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadist kebanyakan mengenai ibadah pribadi, sedangkan yang mengenai kemasyarakatan dan ketatanegaraan pada umumnya hanya terdapat garis-garis besar serta prinsip-prinsip umum”.

Abdurrahman Azzam, “Upon perusal of the holy bock and Islamic traditions (Sunnah) and upon examination of Islamic history during the era of the orthodox calipsh, we find that Islam is definite and conclusive on ail genenal principles suitbles for all times places and people. When these principles are implemented, therefore, one can witness the flexibility of the Shariah and its dispotition to independent reasoning”. (The Eternal Messange of Muhammad, hal 105), artinya Setelah merujuk pada kitab suci dan tradisi kitab suci dan tradisi Islam (Sunnah) dan setelah dilakukan pengkajian terhadap sejarah-sejarah Islam selama zaman kalifah ortodok, seluruhnya selalu cocok untuk semua tempat dan manusia. Apabila prinsip-prinsip ini dilaksanakan, orang akan mampu menyaksikan kefleksibelan ajaran tersebut (syariah) dan pengaturannya dengan penalaran yang netral (independent) (Pesan Nabi Muhammad yang abadi).

Bandingkan pendapat para penulis diatas dengan pendapat Nurcholis Madjid, “Kecuali nilai-nilai dasar yaitu rasa taqwa yang terbit dari iman kepada Allah dan ibadah kepada-Nya, (di dalam Islam) tidak ada nilai-nilai yang tetap”. (Pembaharuan Pemikiran Islam, Penerbit Islamic Research Centre, Jakarta, Hal.10).

Bandingkan pula dengan pendapat Abdurrahman Wahid tentang adanya sekelompok Muslim “yang mengidealisir Islam sebagai alternative satu-satunya terhadap segala macam isme dari ideologi “(Tempo, 20 Juni 1981). Jadi Menurut Abdurrahman Wahid, Islam itu pada hakekatnya tidak mengandung ajaran ideologi dan pendapat bahwa Islam adalah mengandung ideologi hanyalah di idealisir saja, jadi hanya di angan-angan saja. Menurut Abdurrahman Wahid, “Isalam difungsikan terutama dalam pergaulan sosio-kultural”.

Karakteristik suatu ideologi yang membedakannya dengan ideologi lain ialah terutama terletak pada system politik dan sistim ekonomi, sedangkan segi-segi lainnya (budaya, pendidikan, militer dll) adalah refleksi atau penunjang dari kedua system itu.
Karena itu di dalam buku ini hanya akan dikemukakan beberapa prinsip umum dalam Al-Qur’an dan Hadist mengenai sistim politik dan sistim ekonomi saja.

I. PRINSIP-PRINSIP UMUM SISTEM POLITIK MENURUT ISLAM
1. Sistem politik dalam Islam adalah berdasarkan prinsip-prinsip umum yang terdapat di dalam Al Qur’an dan Hadist. Orang boleh saja memperbandingkan sistim politik dalam Islam dengan yang terdapat di luar Islam, tetapi orang tidak dapat menilai apa-apa yang terdapat di dalam system politik dalam Islam lain. Misalnya saja mengenai lembaga “kedaulatan rakyat” hamper semua manusia gandrung (rindu dendam) kepada kedaulatan rakyat, sampai-sampai dikalangan kaum intelektual muslim ada yang berpendirian bahwa di antara isme-isme di dunia, demokrasilah yang paling dekat dengan islam. Seorang intelektual muslim yang dalam berfikir bernafaskan Islam, yaitu bertitik tolak dari dan melakukan pemikiran menurut garis ajaran-ajaran Islam tentulah tidak akan menilai jauh-dekatnya isme lain dari / dengan islam, karena jarak dekat atau jauh sukar diukur, sebab sistim politik menurut islam mempunyai dasar dan sistimnya sendiri yang secara fundamental berbeda dengan yang ada di dalam sistim-sistim lain.Jika kepada seorang intelektual yang bernafaskan barat ditegaskan bahwa sistim politik dalam Islam tidaklah didasarkan kepada “kedaulatan rakyat” melainkan kepada bahwa “kedaulatan Tuhan”, ia akan skeptis, apalagi jika diingat bahwa “kedaulatan Tuhan” itu yang pernah menjadi dasar sistim politik dari abad pertengahan sudah dicampkkan oleh Negara-negara Barat sejak Revolusi Perancis. Tetapi yang dicampakkan di Barat itu adalah “Kedaulatan Tuhan” yang dipraktekkan oleh gereja dalam kombinasinya dengan feodalisme-nya abad pertengahan; Kombinasi demikian tidak pernah dikenal dan tidak ada di dalam Islam.
2. Menurut Abul A’ala Mandudi dalam bukunya pokok-pokok pandangan hidup muslim terjemahan Osman Raliby (1979:50), sistim politik Islam berdasarkan atas tiga prinsip, yaitu Tauhid (Ke-Maha Esa-an Tuhan), Risalah (Ke-Rasulan Muhammad), dan Khilafah.

Khalifah artinya wakil, khilafah artinya perwakilan. Menurut Maududi (Ibid hal : 52), sebagai wakil dari Allah harus dipenuhi empat syarat:
a. Pemilik dari bumi seluruhnya adalah tetap Tuhan dan bukan Wakil-Nya yang bertugas mengelola.
b. Pengelola itu akan mengelola milik Allah (bumi) sesuai dengan instruksi-instruksi-Nya.
c. Pengelola bumi akan melaksanakan ke-kuasaannya dalam batas-batas yang Allah telah tetapkan baginya.
d. Dalam mengelola itu ia akan melaksanakan kehendak Allah bukan kehendak sendiri.

Kemudian ditegaskan Maududi (Ibid hal : 53) bahwa tidak ada perorangan manusia atau kelas satu dinasti dapat menjadi khalifah, dan bahwa kekuasaan khalifah itu dianugerahkan kepada seluruh golongan rakyat, kepada masyarat sebagai satu keseluruhan, yang memang bersedia memenuhi syarat-syarat perwakilan itu setelah menyetujui prinsip-prinsip Taukhid dan Risalah.

Implikasi dari khilafah ialah bahwa setiap apa yang didalam Al-Qur’an disebut sebagai milik Allah atau sebagai kekuasaan Allah maka yang mewakili-Nya adalah manusia sebagai satu keseluruhan.

Selanjutnya Maududi berkata, “setiap orang menikmati hak-hak dan kekuasaan-kekuasaan dari perwakilan ketuhanan itu dan dalam hal ini semua perorangan adalah sama. Badan-bdan untuk melaksanakan soal-soal Negara dibentuk sesuai dengan kehendak-kehendak dari orang-orang itu.

Pendapat mereka adalah menentukan (decisive) dalam pembentukan pemerintah yang harus dijalankan sesuai dengan kehendak mereka. Barang siapa memperoleh kepercayaan mereka ia akan menjalankan tugas dan kewajiban-kewajiban dari Khilafah atas nama mereka; Jika ia kehilangan kepercayaan itu, ia harus berhenti dan tuntuk terhadap kemauan mereka. Dalam hal ini sistim politik Islam adalah suatu bentuk demokrasi yang sempurna.

Mengenai perbedaan antara demokrasi Barat dan demokrasi Islam, Maududi (Ibid Hal : 54) mengatakan, dalam demokrasi Barat, rakyat yang berdaulat, dalam demokrasi Islam kedaulatan berada pada Tuhan dan rakyat adalah Khalifah atau wakil-Nya. Dalam demokrasi Barat rakyat membuat undang-undang sendiri sedang dalam demokrasi Islam rakyat haru mentaati undang- undang Syariat yang diberikan lewat Rasul-Nya Nabi Muhammad SAW.
Mengenai Khilafah Shalaby (1957:11) berkata, Khilafah itu mulai dari pagi-pagi telah kehilangan corak keagamaannya, yaitu sejak berdirinya kerajaan Umawiyah. Islam tidak mengenal sistim mewarisi kekuasaan (sistim berputera mahkota). Sejak sistim mewarisi kekuasaan itu dipakai pada kerajaan Umawiyah, jadilah jabatan Khalifah yang diwarisi itu suatu jabatan yang asing dari sistim Islam.

Di dalam pelajaran “sejarah Islam”, kerajaan serupa itu biasanya dimasukkan kedalam ke-Khalifahan (di dalam Islam) yang sebenarnya tidaklah tepat, sebab Islam tidak mengenal sistim politik monarchal, sehingga kerajaan serupa itu tepatnya disebut pseudo Islam, karena menurut Shalaby kerajaan serupa itu adalah asing dari Islam, atau dengan kata lain telah menyimpang dari syariat dan tidaklah mencerminkan masyarakat Islam. Bagaimana dapat diharapkan dari masyarakat pscudo-Islam seperti tiu akan keluar Fiqh-fiqh yang melaksanakan dan menegakkan syariat. Yang terang daripadanya tidak akan muncul fiqh yang lengkap menyangkut pengaturan kehidupan kenegaraan/kemasyarakatan. Memang sebagaimana yang dikatakan oleh Sayid Qutb :”.....bukan masyarakat Islam yang menciptakan Syariat, tetapi syariatlah yang menciptakan masyarakat Islam”.
3. Menurut Maududi, tujuan dari Negara menurut syariat adalah menegakkan, memelihara, memperkembangkan ma’rufat (vietues) yang dikehendaki oleh Allah dan mencegah serta membasmi mungkarat (vices). Syariat membagi ma’rufat kedalam tiga kategori : Fardhu (wajid), Sunat (mandub) dan Mubah; sedangkan mungkarat dibagi atas haram dan makruh. “.....yang mubah itu, yakni yang diperbolehkan, yang permissible, adalah sangat luas, sehingga terkecuali buat hal-hal yang memang secara khusus dilarang oleh syariat, segala sesuatu dibawah matahari adalah mubah buat setiap muslim (Maududi, Ibid hal : 32).

Monarkhi adalah bertentangan dengan prinsip persamaan antara hamba Allah, bertentangan dengan prinsip musyawarah (untuk memilih kepala Negara) dan bertentangan dengan prinsip menyerahkan Pimpinan kepada yang lebih cakap. Karena itu monarkhi bukanlah mubah, melainkan bertentangan dengan syariah.

Bagaimana dengan aspirasi “Negara Islam”?. Di dalam syariat tidak ada nash (ketentuan) yang memerinthakan berdirinya “Negara Islam” walau juga tidak ada larangan untuk itu. Bagi umat Islam di suatu Negara yang memang mampu dan sanggup mendirikannya, hukumnya adalah sekedar mubah; sedangkan bagi umat islam yang tidak mampu dan tidak sanggup, tapi bersikeras hendak mendirikannya hanyalah akan menimbulkan mahorot dan karenanya malahan terlarang berdasarkan kaidah; artinya Mencegah madhorot harus didahulukan daripada mencapai manfaat.

Bagi umat Islam di Indonesia yang didalam Negara non sekuler Pancasila berkesempatan sepenuhnya menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam, aspirasi “Negara Islam” adalah amat tidak relevan, juga melanggar Kesepakatan Bangsa 22 Juni 1945 yang didalam doktrin Islam dikenal sebagai “Negara Kesepakatan”.
4. Adapun mengenai Hak-Hak Asasi Manusia, di bawah ini tertera beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadist yang saya kutip dari buku “Hak-hak Asasi dalam Islam”, hasil seminar Riyadh, 22 Maret 1972 terjemahan A. rakhman Zainuddin MA, 1979, hal 39-41.
a. Dalam Al-Qur’an
1. Surat Al-Israa ayat 70 (S.17:70); yang artinya sesungguhnya telah kami muliakan anak Adam.
2. Surat Al Khujurat ayat 13 (S.49:13); artinya kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku- suku agar kamu saling mengenal. Yang paling mulia di antara kamu adalah yang paling bertagwa.
3. Surat Al Mumtahanah ayat 8 (S.60:8) artinya, terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu dalam masalah agama dan tidak pula mengusir kamu dari kampong halamanmu, Tuhan tidak melarang kami berbuat baik dan berlaku adil kepada mereka, karena Allah mengasihi orang yang berbuat adil.
4. Surat Al Baqarah ayat 256 (S.2:256) artinya, Tidak boleh ada paksaan dalam hal agama.
5. Surat Yunus ayat 99 (S.10:99) yang artinya adalah engkau akan membenci manusia sampai dia menjadi mukmin.
6. Surat An Nuur ayat 27 (S.74:27) yang artinya janganlah masuk kerumah orang lain tanpa izin.
7. Surat Al Maa’rij ayat 24 (S.70 :24) artinya orang-orang yang didalam harta benda terdapat hak- hak tertentu; bagi orang yang meminta dan tidak punya.
8. Surat Al Maidah ayat 8 (S.5:8) artinya, hai orang-orang yang beriman jadilah orang-orang yang berdiri tegak karena Allah sebagai saksi atas keadilan. Janganlah karena kamu benci kepada suatu golongan lalu engkau tidak bersikap adil; bersikaplah adil, karena ini lebih dekat kepada taqwa. Takutlah kepada Allah Sesungguhnya Allah itu Maha Tahu dengan apa yang kamu lakukan.

b. Hadist Nabi
1. Artinya; orang Arab tidak mempunyai kelebihan atas orang non Arab. Tidak pula orang putih atas orang hitam kecuali dengan taqwa.
2. Artinya; kaum wanita adalah saudara kandung kaum lelaki.
3. Artinya; harta dan darah saudaramu haram bagimu.
4. Artinya; menuntut ilmu adalah wajib bagi seorang muslim dan muslimat.
5. Artinya; semua mahluk ini adalah anggota keluarga Allah. Makhluk yang paling dicintai Allah adalah mahluk yang paling berguna bagi anggota keluarganya.

X. PRINSIP-PRINSIP UMUM SISTIM EKONOMI MENURUT ISLAM
1. Suatu sistim ekonomi (dari ideologi manapun) mengatur hubungan antara warga Negara dan penguasa / Negara dalam bidang ekonomi; c.q. hak milik warga Negara, hak pemilikan warga Negara atas sumber sumber ekonomi (tanah, kekayaan alam, alat-alat produksi) visa visa penguasaan/pemilikan sumber-sumber ekonomi oleh Negara, serta hak berusaha warga Negara vis a vis wewenang Negara dengan perusahaan Negara. Kapitalisme dan marxisme/sosialisme mempunyai pengaturannya masing – masing mengenai persoalan-persoalan tersebut di atas, Islam bagaimana?
2. Menurut Islam, tugas Negara diantaranya adalah membasmi mungkarat dan di dalam sistim ekonomi termasuk mungkarat adalah stiap bentuk penghisapan (exploitation), kedholiman dan ketidakadilan (Maududi, Ibid : 55). Hal ini dikonkritkan oleh Muhammad Qutb (Islama the Musinderstood Religion) “ 1964 : 132) dalam sikapnya terhadap kapitalisme : “They (orientalists) argue that as Islam permiited individual awnership it must likewise permit capitalism. In answer to this accousation it might suffice to point out that capitalism can not prosper or grow without usury and monopoly both of which were prohibilited by Islam about one thousand years before the existence of capitalism. Artinya ; kaum orientalis berpendapat bahwa karena islam mengijinkan kepemilikan secara individu, dengan demikian Islam pasti mengijinkan kapitalisme. Sebagai jawaban terhadap tuduhan ini, barang kali cukup dijelaskan bahwa kapitalisme tidak akan mampu berhasil baik atau berkembang tanpa adanya riba dan monopoli, kedua-duanya dilarang oleh Islam kira-kira 1000 tahun sebelum munculnya kapitalisme. Terhadap labah yang diperoleh sikapitalis berkat kerja si buruh, Muhammad Qutb (ibid hal: 135) berkata; The Islamic principle which was laid this respect entitles the workman to more the profit with their employers. The employer provides the capital and the workman does the work; the two efforts are equal and accordiangly they are entitled to an equal share in the profit. Artinya; ajaran-ajaran Islam yang menyangkut hal ini memberi hak kepada buruh untuk berbagi keuntungan dengan majikannya. Majikan menyediakan modal dan buruh yang berkerja. Kedua usaha tersebut adalah sama dan oleh karena itu mereka berhak mendapat keuntungan yang sama.Secara implicit, Muhammad Qutb menerima pendapat Karl Marxa tentang adanya surplus-value, hak buruh yang dirampas oleh si – kapitalis.
3. Mengenai riba yang dilarang oleh Islam (AL-Baqarah:275 dan Al-Imran 130), Syafruddin Prawira Negara di dalam sebuah ceramahnya “Hakekat ekonomi Islam” memberi interpretasi dengan bunga pinjaman uang yang biasa disebut di dalam dunia bank sebagai interest. Menurut Syafrudin, riba adalah segala bentuk keuntungan yang diperoleh dengan:
a. Exploitation de I’humoric par I’homme(Penindasan dan pemerasan oleh manusia atas manusia), dan
b. Abuse de la nature par I’homme(penyalah-gunaan alam oleh manusia). Jadi, riba adalah segala bentuk kedholiman dalam bidang ekonomi, diantaranya adalah excessive profit, excessive interest, pengerukan hasil hutan yang merusak lingkungan alam dan lain-lain.
4. Interpretasi ala Syafruddin diatas adalah sesuai dengan jiwa syariat, karena dengan melarang setiap bentuk kedholiman c.q. dalam bidang ekonomi, msyarakat atau kepentingan umum akan terlindungi. Dan tugas syariat diantaranya ialah melindungi kepentingan umum. Akhmad Zaki Yamani (Ibid Hal:44) menerangkan bahwa, Jika diluar bidang peribadatan dikatakan sesuatu hak adalah sebagai Hak Allah, yang dimaksud adalah hak jamaah atau hak umum.

Hubungan ini dengan ajaran khilafah yaitu bahwa yang menjadi wakil (khalifah) Allah dimuka bumi, bukanlah orang perseorang, bukan dinasti, melainkan masyarakat muslim secara keseluruhan (vide bab X, sub 2). Jadi terhadap hak milik ada pembatasan yaitu panjang tidak timbulkan kerugian kepada orang lain, hingga keluar Hadist Nabi; artinya tidak boleh merugikan dan dirugikan (Ahmad dan Ibnu Majah).

Dari prisip diatas, Yamani (Ibid hal : 48 – 49) sampai teori kesewenangan-wenangan dalam penggunaan hak isinya adalah sebagai berikut:
Penggunaan Hak (milik) hanya dibolehkan untuk mewujudkan maksud yang dituju sesuai dengan adanya hak itu.

Penggunaan hak dapat dianggap tidak menurut Syara bila menimbulkan kerugian yang luar biasa. Penggunaan tidak dibenarkan kecuali untuk mendapat sesuatu faedah dan bukan merugikan orang lain.
Kemudian Yamani (Ibid hal : 51) mengemukakan bahwa pemilik hak dianggap telah berlaku sewenang-wenang atau melakukan hal-hal sebagai berikut:
Jika tindakannya ditujukan untuk merugikan orang lain.
JIka tindakannya itu tidak membawa faedah kepadanya tapi malah merugikan orang lain.
Jika tindakannya itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat umum seperti halnya monopoli.
Menurut Yamani, teori tersebut telah dimuat dalam kitab Undang Undang Hukum Perdata Turki Usmani.

Dalam prinsip khilafah terletak prinsip kolektivitas dalam dam, karena yang menjadi khilafah adalah umat hamba Allah secara keseluruhan. Jadi jika di dalam Al-Qur’an disebut bahwa sesuatu milik Allah, maka implikasinya adalah bahwa milik Allah itu diserahkan pengelolaannya kepada umat hamba-hamba Allah secara keseluruhan. Dalam Al-Qur’an Surat Thaaha ayat 6 (S.20:6) artinya; Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di angkasa, yang ada dibumi, dan diantara keduanya serta yang ada di bawah tanah.

Mengenai ayat tersebut Yamani mengatakan bahwa kata-kata “apa” dalam ayat Al-Qur’an tadi memberikan pengertian bahwa semua yang ada di bumi seluruhnya” di ciptakan untuk manusia semuanya. Tidak ada seorang pun yang diistimewakan untuk melebihi yang lain. Ayat tersebut dikonretisir oleh sebuah hadists Nabi yang artinya; Manusia memiliki bersama tiga benda, yaitu air, rumput dan api dalam suatu riwayat ditambah “dan garam”.

Mustafa Husni Assiba’I, menunjuk kepada hadist tersebut sebagai dasar untuk nasionalisasi dengan menambahkan; Sudah tentulah bahwa hadist diatas yang hanya menyebutkan tiga macam benda itu, bukan sekali-kali dimaksudkan membatasi (hanya menyebutkan tiga macam benda itu saja yang boleh di nasionalisasikan), tetapi dapa dimasukkan didalamnya segala sesuatu yang menjadi kebutuhan bersama bagi manusia umumnya (Sosialisme Islam, Terjemahan M. Abdal Ratomy, Penerbit CV. Diponegoro, Bandung Cetakan I, 1969 hal 215).

Pada hemat saya, yang dimaksudkan di dalam hadist tersebut tentulah bukan sekedar air, rumput, dan api melainkan sumbernya. Dari ayat dan hadist tersebut terlihat adanya paralellisme dengan pasal 33 UUD 45.
6. 1400 tahun yang lalu dimana masyarakat Arab masih dalam tahap ekonomi yang dapat dikatakan baru berupa subsistence-economy atau standwitschaft, belum ada perdagangan inter-kontinental, industripun belum ada masalah hubungan perburuhan, namun Al-Qur’an dan Hadist telah menggariskan beberap prinsip umum yang tampak sekali relevansinya untuk masa kini juga untuk masa depan.
Bertolak dari prinsip:
(Al Baqarah : 279), dan Hadist:
Hubungan perburuhan adalah untuk memelihara keseimbangan (keadilan) antara buruh dan pemilik modal. Beberapa prinsip umum dalam bidang ini terkandung didalam sejumlah ayat Al- Qur’an dan Hadist di bawah ini yang dikutip dari buku “Sosialisme Islam”, Assiba’I 1969:207-214) sebagai berikut:
a. Al-Qur’an
1. Surat Ahqoof ayat 19 (S.46:19) yang artinya; Bagi setiap orang apa yang dikerjakan mempunyai nilai, imbalannya hendaknya dipenuhi dan jangan ada yang teraniaya.
2. Surat Ali Imran ayat 195 (S.3.195) yang artinya; Sesungguhnya Aku tidak mengabaikan amal dari kamu masing-masing baik lelaki maupun perempuan.
3. Surat Al A’raf ayat 85 (S.7:85) yang artinya; Dan janganlah kamu mengurangi barang- barang orang.
4. Surat Al Qashash ayat (S.28:5) yang artinya; Dan kami akan memberi pertolongan kepada orang-orang yang tertindas di muka bumi.
b. Hadis-hadist Nabi
1. Artinya; setiap orang dari kamu adalah penggembala dan setiap penggembala bertanggung jawab atas gembalanya (Bukhari-Muslim).
2. Artinya; Buruh adalah pengembala atas harga majikannya dan harus bertanggung jawab atas gembalaannya itu (Bukhari – Muslim).
3. Artinya; bayarlah tiga orang yang akan menjadi lawanku di akhirat,....seorang di antara mereka itu adalah orang yang memperkerjakan buruh tetapi tidak memenuhi upahnya.
4. Artinya; bayarlah upah si-buruh sebelum keringatnya kering.
5. Artinya; Kepada Buruh yang tidak mempunyai tempat tinggal berilah tempat tinggal, yang belum kawin kawinkanlah, yang belum mempunyai kendaraan sediakanlah kendaraan. (Imam Ahmad dan Abu Dawud).

Demikian banyaknya ayat-ayat Al-Qur’an dan hadist-hadits yang menyinggung soal kemiskinan, sehingga timbil pertanyaan apakah di dalam Islam, kemiskinan itu merupakan lembaga tersendiri, artinya yang tidak dapat dihapuskan dank arena itu harus di Bantu?.

Melihat prinsip-prinsip umum sistim politik dan sistim ekonomi di dalam Islam yang sebagiannya telah disinggung di muka, sebenarnya dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam Islam tidak mungkin terjadi kekayaan structural.

Kekayaan structural adalah kekayaan yang dimungkinkan oleh struktur kekuasaan. Feodalisme, monarki, kapitalisme, fasisme, oligarki dan kombinasi-kombinasi lain antara struktur kekuasaan dan stuktur ekonomi, masing-masing membawa kekayaan stukturalnya sendiri. Karena Islam menolak setiap sistim politik/ideologi tersebut, Islam karenanya juga menolak kekayaan stuktural dalam setiap manifestasinya.

Kekayaan stuktural menghasilkan kemikinan stuktural. Karena Islam menolak setiap bentuk kekayaan stuktural, Islam juga tidak mengenal kemiskinan structural. Karena itu kemiskinan yang dimaksud di dalam Al Qur’an dan Hadis bukanlah kemiskinan stuktural dank arena itu juga bukan merupakan lembaga.

Kemiskinan yang dimaksud di dalam ayat-ayat Al Quran dan hadist adalah kemiskinan karena musibah, kecelakaan, kemasalah, kebodohan dan lain-lain yang semuanya dapat dikategorikan ke dalam kemiskinan dhoruri.

Kemiskinan structural harus dan dapat diberantas, tetapi yang tidak dapat dihapus, setidak-tidaknya yang selalu saja dapat terjadi adalah kemiskinan dhoruri.

XI. KESIMPULAN
1. Islam bukanlah ideologi, tetapi mengandung prinsip-prinsip umum yang universal tentang bagaimana mengatur kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan.

2. Dari prinsip-prinsip umum tersebut dapatlah diyakini bahwa Islam adalah menolak feodalisme, monarki, kapitalisme, fasisme, diktatur, totaliterisme, otoriterisme, oligarki dan setiap bentuk kombinasi antara kekuasaan politik dan kekuasaan ekonomi. Sudah barang tentu Islam menolak atheisme dan sekulerisme dan setiap sistim politik yang didasarkan kepada kedua-duaisme tersebut.
Prinsip-prinsip umum tersebut yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan Hadist jika disusun di dalam satu sistim dapat merupakan sebuah ideologi yang aplikabel dalam suatu Negara.
Prinsip-prinsip umum tersebut jika diproyeksikan ke alam Indonesia akan menunjukkan adanya paralellisme dengan prinsip-prinsip Pancasila, Pembukaan dan Batang Tubuh UUD-45.

Bagi umat Islam di Indonesia tidaklah relevan untuk menyusun ideologinya sendiri, melainkan dapat mengusahakan agar pelaksanaan Pancasila, Pembukaan dan Pasal-Pasal UUD-45 diwarnai oleh Prinsip- prinsip umum yang terdapat di dalam Al-Quran dan Hadist tentang kehidupan bernegara dan bermasyarakat; bersama-sama dengan kaum Pancasila-is lainnya, umat Islam Indonesia lainnya hendaknya memperjuangkan agar Pancasila, Pembukaan dan Pasal-Pasal UUD-45 terlaksana secara riil operational, sehingga Pancasila benar-benar akan menjadi “Living ideology”.

Kegiatan memperdalam pengkajian isi Al-Qur’an dan Hadits akan membawa kepada pemahaman prinsip-prinsip umum yang terkandung di dalam Al-Quran dan hadist tentang pengaturan kehidupan Negara dan masyarakat (aspek ideologi), dan peningkatan pemahaman aspek ideologi dari Islam ini justru dapat menimbulkan dan meningkatkan harmoni dalam penghayatan ajaran-ajaran Muamalah (Islam) dan penghayatan ajaran-ajaran yang terkandung di dalam Pancasila, Pembukaan dan Batang Tubuh UUD-45, sehingga apa yang di sementara kalangan Islam di Indonesia terasa sebagai “hutang turun temurun” setidak-tidaknya apa yang masih merupakan “psychological baririer’ dapat dihapus. Demi Ketahanan Nasional, kelestarian, Republik Pancasila Indonesia.

BPL HMI Cabang Pontianak

{facebook#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {twitter#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {google-plus#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {pinterest#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {youtube#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL} {instagram#YOUR_SOCIAL_PROFILE_URL}

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.
Javascript DisablePlease Enable Javascript To See All Widget