PEDOMAN PERKADERAN 
HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM 
Bismillahirromanirrahiim 
BAB I 
PENDAHULUAN 
Islam merupakan ajaran hidup yang memuat sistem tata nilai kehidupan kesemestaan 
yang bersifat paripurna, kosmopolit dan egaliter. Karena itu, Islam di samping sebagai ajaran 
hidup, sekaligus merupakan agama (dien) yang menjadi cara pandang (word view) terhadap 
realitas kesemestaan. Hal ini termanifestasi dalam kesadaran bahwa alam semesta dengan 
kehidupan yang inheren di dalamnya merupakan manifestasi dari keberadaan Allah SWT 
sebagai zat yang telah menciptakan, memelihara dan memberi kepercayaan kepada manusia 
(sebagai khalifah) untuk memanfaatkan alam semesta ini sesuai dengan fitrahnya. Cara 
pandang semacam ini, merupakan kerangka landasan bagi HMI dalam merumuskan tujuan 
organisasi, yaitu terbinanya mahasiswa Islam menjadi insan ulul albab yang turut bertanggung 
jawab atas terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhai Allah SWT (AD HMI pasal 5). 
Konsekuensinya, usaha untuk melahirkan kader ulul albab merupakan landasan strategis bagi 
HMI dalam mengidentifikasikan dirinya sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan. Tatanan 
masyarakat yang diridhai Allah SWT (masyarakat paripurna), diinterpretasikan oleh HMI sebagai 
“peradaban yang tumbuh dan berkembang” secara dinamis. Dan kata “turut” dalam tujuan 
HMI itu, secara sadar menempatkan HMI merupakan bagian integral dari proses perjuangan 
umat. 
Kehadiran HMI di tengah masyarakat, merupakan realitas kesejarahan yang membawa 
pesan perkaderan dan perjuangan untuk mengakselerasi perubahan masyarakat yang 
konstruktif menuju tata sosial yang lebih baik. Karena itu, gerak HMI harus selalu mengarah 
pada cita ideal masyarakat yang diridhoi Allah SWT., sebagai perwujudan sosiologis tujuan 
HMI. 
Orientasi perjuangan pada gilirannya mensyaratkan adanya kader-kader berkualitas 
yang relevan dengan tugas dan tanggung jawabnya. Kader yang harus dikembangkan HMI 
adalah sosok kader ideal sebagaimana telah digambarkan dalam Al-Qur’an, yaitu sosok ulul 
albab. Untuk melahirkan sosok kader-kader semacam itu dibutuhkan sistem perkaderan yang 
komprehensif dan dinamis, yang secara konseptual dan operasional tetap berpijak pada acuan 
dasar organisasi. 
K O N S T I T U S I H M I Pedoman Perkaderan 
DI Tetapkan dalam KONGRES HMI Ke 27 
Perkaderan, dengan demikian merupakan salah satu orientasi dasar organisasi yang 
tidak dapat dipisahkan dengan orientasi HMI sebagai organisasi perjuangan. Orientasi 
kepejuangan dan perkaderan bagi HMI merupakan dua aspek yang saling melengkapi, 
berproses secara sinergis dan terus menerus sampai pada tingkat optimum bagi keduanya serta 
menghasilkan result yang optimum pula. Dalam konteks ini, maka perkaderan dalam 
perkembangannya harus selalu dipahami secara dialektis antara perkembangan dinamika 
internal organisasi dengan realitas sosio-kultur dan sosio-politik masyarakat. 
Dalam dinamika sejarahnya, sistem perkaderan yang dikembangkan HMI tidak hanya 
berimplikasi konstruktif dalam mencapai tujuan HMI. Namun demikian, kadang-kala tidak bisa 
dipungkiri adanya distorsi pemahaman, operasionalisasi ataupun manajemen dan metodenya, 
sehingga perkaderan yang berlangsung bukannya mendekatkan proses perkaderan pada tujuan 
HMI, tetapi malah sebaliknya, destruktif terhadap tujuan organisasi. Karena itu, dalam 
pelaksanaan sistem perkaderan sangat diperlukan kajian kritis-inovatif terhadap proses 
perkaderan, sehingga diharapkan mampu mengantisipasi terjadinya distorsi. 
Dalam kaitannya sebagai organisasi perkaderan dan perjuangan, maka HMI memiliki dan 
menggunakan Pedoman Perkaderan sebagai acuan dalam proses pencapaian tujuannya. 
Lahirnya Pedoman Perkaderan 1998 ini, berawal dari proses pergumulan intelektual dan 
organisasional kader-kader HMI baik di tingkat internal maupun pertautannya dengan realitas 
sosio-politik dan sosio-kultur masyarakat. Karena itu, Pedoman Perkaderan ini yang merupakan 
hasil Lokakarya Pedoman Perkaderan di Yogyakarta pada tanggal 16-19 September 1998 dan 
disahkan oleh Konggres pada tahun 1999, secara umum merupakan respon positif terhadap 
tantangan perubahan dinamika internal dan eksternal HMI. Dan secara khusus, Pedoman 
Perkaderan ini merupakan penyempurnaan dari Pedoman Perkaderan hasil Lokakarya 
Perkaderan Nasional di Jakarta pada tanggal 15-19 Syawal 1412 H/18-22 April 1992 M yang 
ditetapkan oleh Kongres pada tahun 1994. Dan Pedoman Perkaderan 1994 tersebut merupakan 
hasil dari perubahan dan penyempurnaan Pedoman Perkaderan 1983. 
Pedoman Perkaderan 1999 memuat gagasan-gagasan perubahan mendasar di seputar 
upaya pengembangan model perkaderan yang didasarkan pada pemahaman HMI sebagai 
institusi Islam yang berada pada lingkaran kosmos gerakan Islam universal. Sekat etnis, 
geografis-kultural dan berbagai aspek keindonesiaan tetap dipandang sebagai kisaran strategis 
dalam pencapaian pengembangan peradaban Islam. Karenanya, dalam pencapaian perubahan 
mendasar itu, terdapat beberapa catatan kritis mengenai Pedoman Perkaderan 1994. 
Pertama, Pedoman Perkaderan 1994 cenderung menyentuh pada aspek pengembangan 
kualitas ulul albab, sementara gagasan-gagasan pengembangan tatanan masyarakat cita yang 
diformulasikan dalam gagasan besar, masyarakat yang diridloi Allah masih menjadi serpihan- 
serpihan tematik yang belum menjadi kesatuan wacana pengembangan yang lebih intensif. 
K O N S T I T U S I H M I Pedoman Perkaderan 
DI Tetapkan dalam KONGRES HMI Ke 27 

Kedua, Pedoman Perkaderan 1994 memahami perubahan global dunia cukup 
memberikan peluang bagi terbentuknya hubungan saling mempengaruhi antar berbagai sekat 
institusional yang tidak hanya menjadi monopoli institusi negara. Situasi saling mempengaruhi 
adalah cukup dominan dalam tata dunia global. Dengan demikian, probabilitas terjadinya 
pengaruh eksternal terhadap HMI juga kian meningkat. Karena itu, dalam memproyeksikan 
perkaderan ke depan dikembangkan tiga model perkaderan, yaitu model pendidikan, model 
kegiatan dan model jaringan. Namun, dalam implementasinya masih cenderung terkonsentrasi 
pada model pendidikan, sementara dua model lainnya belum memiliki kerangka penjelas dan 
implementasi yang sinergis dengan pengembangan kualitas kader cita dan masyarakat cita HMI. 
Ketiga, Pedoman Perkaderan 1994 cenderung menggeneralisasi kualitas potensi kader 
dalam satu frame tertentu dengan ukuran kualifikasi seragam untuk setiap peserta kader. 
Padahal, raw input kader HMI meliputi berbagai latar belakang pendidikan, tingkat 
pemahaman keislaman, pengetahuan, budaya, emosi personal dan sebagainya. Karena itu, 
pluralitas potensi individual yang memiliki kelebihan dan kekurangan pada kader HMI tidak bisa 
dikesampingkan. 
Keempat, Pedoman Perkaderan 1994 belum memiliki sistematika yang mendiskripsikan 
mekanisme proses perkaderan secara dinamis, khususnya dalam aspek muatan perkaderan, 
manajerial dan metodenya. 
Dengan beberapa catatan kritis di atas, maka Pedoman Perkaderan 1999 mencoba 
mengelaborasi kelebihan dan kekurangan pengalaman hampir satu dasawarsa pelaksanaan 
Pedoman Perkaderan 1994. Dengan dorongan semangat pembaharuan dalam berbagai aspek 
kehidupan sosio-politik baik di tingkat global maupun nasional, maka Pedoman Perkaderan 
1999 ini diharapkan mampu melahirkan kader-kader kualitas ulul albab yang memiliki daya 
vitalitas tinggi untuk mengembangkan tata nilai yang diridloi Allah dalam masyarakat. 
K O N S T I T U S I H M I Pedoman Perkaderan 
DI Tetapkan dalam KONGRES HMI Ke 27 
BAB II 
POKOK-POKOK PERKADERAN 
1. Arah Perkaderan 
Islam sebagai sebuah cara pandang, merupakan konsep integral antara Tuhan, manusia 
dan alam. Pemahaman akan ketiga realitas itu menentukan perilaku manusia terhadapnya. 
Kerangka landasan tersebut menjadikan revolusi Islam bukan hanya dalam rangka 
perlawanan terhadap patung-patung berhala namun secara substansi pada perlawanan 
penghambaan manusia terhadap materi. 
Setiap makhluk di alam semesta, termasuk manusia, secara fitrah memiliki 
kecenderungan pada nilai-nilai suci yang terkandung di dalam Dienul Islam. Dengan 
demikian tugas seorang Muslim selaku khalifah di dunia adalah mengikuti petunjuk suci 
Dienul Islam dan berkewajiban mengimplementasikannya dalam bentuk perjuangan 
(harakah Islamiyah) untuk sebuah peradaban Islam yang sesuai dengan kehendak Ilahi. 
Namun, kondisi realitas menampakkan manusia semakin jauh dari fitrahnya. 
Orientasi materi dengan pemajuan kepada indra dan akal menyebabkan adanya perubahan 
nilai kemanusiaan dan ideologi sosial. Hal ini sering bertentangan dengan cita-cita kultural 
dan nilai-nilai Islam. Kebenaran bukan lagi atas dasar nilai-nilia Islam tetapi dengan 
paradigma posivistik yang mengakibatkan manusia mengalami split dan kepincangan dalam 
mengidentifikasi dan mendefinisikan realitas. Manusia pun akhirnya menyembah “tuhan- 
tuhan” buatannya sendiri. Jadi musuh manusia tidak lagi “tuhan” secara kasat mata seperti 
pemimpin zalim yang mudah ditaklukkan, namun persepsi atau cara pandangnya dalam 
memahami realitas kehidupan. 
Banyak bentuk persepsi dan cara pandang yang positivistik telah menghegomoni 
kehidupan manusia hingga menjadi makhluk yang tidak merdeka, antara lain feodalisme 
dan aristokrasi, kediktatoran dan kolonialisme, kapitaslisme dan materialisme, dan 
liberalisme dan neo liberalisme. Semua persepsi dan cara pandang tersebut meniscayakan 
semakin terlindasnya kaum mustadhafin secara struktural. Peran institusi masyarakat yang 
melindungi masyarakat dari kehancuran menjadi mandul sehingga tiap individu harus 
bersaing bebas tanpa ada perlindungan. Diperparah dengan rendahnya peningkatan 
kapasitas masyarakat untuk hidup, membuat jurang kesenjangan kualitas hidup semakin 
lebar dan semakin dalam. 
Hal ini dapat dilihat pada sistem pendidikan yang tidak lagi menjadi sistem yang 
memanusiakan manusia, malah menjadi sistem pembunuh karakter diri manusia. Mahalnya 
pendidikan dan dominasi pragmatisme pada orientasi pendidikan, berdampak pada 
perubahan orientasi hidup ke arah hegemoni materialisme. Ilmu pengetahuan dan teknologiT I T telah digunakan sebagai alat dominasi satu kaum terhadap kaum lainnya. Alat dominasi si 
“kuat” dan si “lemah.” Hal tersebut menjadikan kaum-kaum subordinat semakin jauh dari 
ilmu dan teknologi itu sendiri. Dan semakin rendah pula ketahanan kehidupan mereka di 
muka bumi ini. Dampaknya terlihat pada generasi manusia kontemporer yang semakin 
permissif dalam berinteraksi dan berorientasi pada hasil semata daripada proses. Hal ini 
akan menyuburkan eksploitasi kehidupan manusia dan alam semesta yang membawa 
kerusakan di mana-mana. 
Ruh inilah yang menjadi semangat HMI sebagai organisasi perkaderan yang 
diimplementasikan dalam pedoman perkaderan. Melalui pengelolaan yang terarah, teratur 
dan sistematis, muatan ideologi, manajemen dan sistemnya akan menghasilkan kader 
paripurna dengan komitmen moral yang mantap, kemampuan intelektual yang berkualitas, 
sikap keberpihakan yang tegas, kemampuan manajerial yang baik dan kepemimpinan yang 
adil dan tangguh dalam menghadapi berbagai orientasi hidup. Kemampuan ini menjadi 
senjata ampuh bagi kader dalam menghadapi relitasnya melalui formula perkaderan yang 
terdiri dari Pendidkan, Aktifitas, dan Jaringan. 
2. Asas Perkaderan 
Asas perkaderan adalah prinsip-prinsip yang menjiwai semangat pelaksanaan perkaderan. 
Beberapa asas yang harus dikembangkan dalam proses perkaderan: 
a. Asas ketaqwaan, artinya perkaderan itu harus meningkatkan ketaqwaan pribadi kader. 
b. Asas kepejuangan, artinya bahwa perkaderan itu harus merupakan manifestasi dari 
perjuangan untuk menuju keadaan yang lebih baik. 
c. Asas keumatan, artinya bahwa perkaderan itu harus dapat memberi manfaat langsung 
ataupun tidak langsung terhadap peningkatan kehidupan umat. 
d. Asas kesinambungan, artinya perkaderan itu harus memproses secara terus menerus 
tidak terbatas pada dimensi ruang dan waktu, sekaligus mampu menopang kesinam- 
bungan perjuangan organisasi khususnya dan perjuangan Islam pada umumnya. 
e. Asas kemandirian, artinya bahwa perkaderan itu menciptakan kondisi yang dinamis 
untuk melahirkan kader-kader yang mandiri dalam bersikap, berfikir dan memutuskan 
sesuatu per-soalan pribadi maupun kelembagaan. 
f. Asas persaudaraan, artinya bahwa perkaderan itu mampu menciptakan dan 
memperkuat ikatan persaudaraan (ukhuwah) di kalangan kader HMI itu sendiri dan 
dengan sesamanya. 
g. Asas keteladanan, artinya bahwa perkaderan itu harus memperhatikan aspek–aspek 
keteladanan sebagai faktor penting dalam proses perkaderan pada umumnya dan 
pelaksanaan asas–asas perkaderan lain khususnya. 
3. Tujuan Perkaderan. 
Perkaderan HMI disusun untuk pembentukan Kader Cita HMI. Karateristik ideal tersebut 
terformulasi dalam ungkapan Al-Qur’an, ulul albab, dengan kualifikasi sebagai berikut: 
a. Hanya takut kepada ALLAH SWT : 
o Berjiwa berani dalam menghadapi tantangan dalam bentuk apapun 
o Tawakal kepada Allah SWT dan hanya mengharap ridha- Nya. 
b. Tekun beribadah : 
o Taat menjalankan ibadah mahdhah yang diajarkan Rasullullah SAW 
o Rajin mengerjakan amalan–amalan sunnah 
o Suka bangun dan beribadah ditengah malam. 
c. Memiliki ilmu dan hikmah : 
o Berpengalaman luas, serta mampu berpikir rasional dan obyektif. 
o Memiliki kemampuan konseptual, sehingga dapat memformulasikan dan 
menjelaskan apa yang diketahui dan dirasakannya. 
o Sanggup mengantisipasi keadaan dan siap menghadapi segala perubahan, karena 
memiliki daya apresiasi, prediksi dan antisipasi yang tinggi. 
o Memiliki keterampilan praktikal yang menghasilkan karya–karya nyata. 
d. Kritis dan teguh pendirian 
o Bersikap terbuka dan kritis terhadap berbagai macam pandangan. 
o Bersikap selektif dan apresiatif terhadap berbagai pandangan, serta inovatif untuk 
menciptakan karya-karya baru. 
o Sanggup sendirian (istiqomah) dan tidak terjebak pada pandangan mayoritas. 
e. Progresif dalam berdakwah : 
o Bersedia berdakwah dengan sungguh-sungguh. 
o Sanggup dan berani menghadapi segala bentuk resiko. 
o Kreatif dalam strategi dan taktik berdakwah. 
o Memiliki penampilan dan daya tahan fisik serta psikologis yang tinggi. 
Dengan Kualifikasi Insan Ulil Albab itu maka diharapkan kader akan menjadi seorang: 
Mu’abid : Kader menjadi insan yang tekun beribadah, mulai dari ibadah yang terkait pada 
dirinya maupun terkait pada lingkungannya. 
Mujahid : Kader memiliki semangat juang yang tinggi sehingga ia memiliki pemahaman 
dan kemampuan berjihad dalam garis agama 
Mujtahid : Kader mampu berijtihad sehingga segala tindakannya didasarkan pada pilihan 
sadar dari dalam dirinya 
Mijadid : Kader menjadi harapan atas usaha organisasi yang memiliki kekamampuan 
dalam melakukan pembaharuan dilingkungan sekitarnya. 

4. Fungsi Perkaderan 
Perkaderan HMI memiliki fungsi sebagai motor penggerak organisasi yang melahirkan usaha- 
usaha yang terencana, sistematis, dan berkelanjutan menuju ke arah tercapainya tujuan 
organisasi. Fungsi perkaderan, antara lain harus dapat melahirkan kondisi-kondisi sebagai 
berikuti: 
a. Kesinambungan dan peningkatan kualitas perjuangan misi Islam. 
b. Kesinambungan dan kedinamisan kepemimpinan HMI. 
c. Kesinambungan dan pengembangan perjuangan HMI. 
d. Konsistensi pemahaman perjuangan HMI. 
a. Peningkatan peran-peran personal kader dan kelembagaan. 
5. Ruang Lingkup 
Perkaderan sebagai salah satu bagian sistem organisasi dalam pencapaian tujuan organisasi 
memiliki lingkup tersendiri yang berbeda dengan kelengkapan system organisasi lainnya. Ada 
satu ruang lingkup dalam Pedoman Perkaderan yang menjadi sat elemen utama dalam 
kehidupan organisasi, yaitu “Kader.” Pedoman Perkaderan membentuk kader dalam 
memposisikan kader pada beberapa wilayah, yaitu: 
a. Kader sebagai pribadi, kader HMI merupakan hamba Allah yang mukhlish, zuhud, dan 
tawadhu’, sehingga terimplementasi dalma sosok pribadi paripurna yang memiliki 
mentalitas mantap, cerdas, dan bijaksana sebagai manifestasi citra diri ulul albab. 
b. Kader sebagai pemuda, kader HMI memiliki sifat perjuangan yang senantiasa peka dan 
militan menjawab kehidupan lingkungan di skeitarnya, sehingga mampu tampil menjadi 
pelopor dan dinamisator bagi gerakan komunitas kaum muda untuk melakukan usaha 
amar ma’ruf nahi munkar secara ikhlas. 
c. Kader sebagai warga masyarakat, kader HMI merupakan warga yang selalu peduli dan 
peka terhadap aspirasi masyarakatnya, memiliki solidaritas yang tinggi dan senantiasa 
berpartisipasi aktif dalam dinamika masyarakat. 
d. Kader sebagai mahasiswa, kader HMI adalah orang yang berpendidikan dan memiliki 
jiwa dan kemampuan intelektual, dan mampu mendayagunakan untuk mempercepat 
transformasi masyarakat pada umumnya dan gerakan mahasiswa pada khususnya. 
e. Kader sebagai pemimpin, kader HMI adalah sosok figure yang memilki kemapuan untuk 
memimpin organisasi khususnya dan komunitas social pada umumnya, dengan 
berlandaskan pada sifat amanah, adil, jujur, dan benar serta penyeru, pengayom, dan 
penuntun bagi lingkungan social yang dipimpinnya. 

6. Muatan Perkaderan 
Muatan perkaderan adalah semangat atau isi yang perlu diinternalisasikan, 
disosialisasikan atau dikembangkan dalam setiap bentuk/model perkaderan sesuai dengan 
proporsinya. Muatan perkaderan ini, merupakan arahan strategis sebagai derivasi dari 
tujuan perkaderan itu sendiri. Muatan perkaderan ini, dijabarkan ke dalam tema-tema, 
baik yang bersifat teoretis maupun praktis, dapat dikembangkan secara kreatif sesuai 
dengan bentuk/model dan jenjang perkaderan itu. Karenanya, muatan ini tidak bersifat 
membatasi, tetapi justru memberikan arahan dalam pengembangan sumber daya kader 
untuk menuju kualitas kader cita yang holistik. Beberapa muatan perkaderan itu adalah 
sebagai berikut : 
a. Muatan Ideologi 
Muatan ini berisi nilai-nilai ideal universal seperti keadilan, persaudaraan persamaan 
kebebasan, kasih sayang, kearifan dan sebagainya yang kesemuanya itu merupakan 
nilai-nilai dasar pesan ajaran Islam. Muatan ideologi ini menjadi peletak dasar bagi 
pengembangan berbagai aspek kehidupan lainnya. Termasuk asumsi–asumsi dasar 
mengenai ALLAH SWT, manusia, alam semesta, hari akhir dan sebagainya. 
b. Muatan Kepribadian 
Muatan ini berisi beberapa aspek yang akan membentuk kepribadian kader seperti 
sikap, mentalitas, intelektualitas, kebiasaan dsb-nya. Termasuk dalam hal ini yang 
mampu dikembangkan lewat proses perkaderan beserta kendala-kendalanya. 
c. Muatan Epistemologi 
Muatan epistemologi berisi seputar kaidah-kaidah sains sebagai muatan yang 
memberikan landasan keilmuan bagi kader. Karena itu, dengan muatan ini, diharapkan 
kader HMI mampu memiliki kerangka analisis yang jelas dan tepat dalam menyikapi, 
menyiasati dan mencari solusi ber-bagai persoalan. Dengan demikian, setiap kader HMI 
mampu bersikap, berpikir dan berperilaku saintifik serta mampu mengembangkan 
potensi intelektual dalam bentuk karya-karya ilmiah secara optimal. 
d. Muatan Sosiologis-Politis 
Muatan sosiologis-politis berisi seputar berbagai persoalan sosial, budaya, politik, 
ekonomi, sejarah dan budaya. Dengan muatan ini, maka kader HMI diharapkan mampu 
mengembangkan wawasan sosial yang luas, kepekaan dan kepedulian sosial yang tinggi, 
apresiatif terhadap berbagai fenomena sosial kemasyarakatan (keumatan). Lebih dari 
itu, dengan muatan ini maka kader HMI diproyeksikan mampu melakukan sosialisasi dan 
berintegrasi ke tengah komunitas sosial yang pluralistik, serta mengoptimalkan peran- 
peran sosial kependidikannya baik secara personal maupun kelembagaan dalam 
melakukan perubahan sosial yang kontruktif. 
e. Muatan Organisatoris 
Muatan organisatoris berisi berbagai aspek yang berkaitan dengan seluk beluk 
keorganisasian HMI khususnya, misalnya mengangkat perkem-bangan dan peran-peran 
kesejarahan perjuangannya, dinamika organisasinya, konstitusinya, perkaderannya dan 
sebagainya. Dengan pemahaman muatan ini maka kader HMI diproyeksikan memiliki 
sense of belonging, rasa memiliki dan sadar sepenuhnya untuk berjuang lewat HMI. 
f. Muatan Skill-Profesionalitas 
Muatan ini berisi pengetahuan praktis yang bersifat strategis atau pun teknis yang 
mampu membekali kader guna mengembangkan profesi secara profesional yang berdaya 
bagi pengembangan organisasi dan masa depan pribadi kader, misalnya jurnalistik, 
kewirausahaan, teknologi informasi dan sebagainya. 
7. Model Pekaderan HMI 
HMI mengembangkan tiga model perkaderan yang diharapkan mampu menciptakan standar 
kader cita HMI (Insan Ulil Albab), yang pada akhirnya, kualitas kader tersebut akan menjadi 
sumber kekuatan efektif bagi organisasi dalam mewujudkan tatanan masyarakat yang 
diridloi Allah SWT. 
a. Model pendidikan 
o Pengertian 
Model pendidikan merupakan peletakan dasar-dasar pem-binaan dan pengembangan 
potensi kader melalui proses sosialisasi dan internalisasi nilai-nilai yang membentuk 
pola pikir, sikap, mentalitas dan perilaku kader. Aplikasi model pendidikan ini 
meliputi aspek kognitif dan afeksi kader serta aspek psikomotorik. 
o Tujuan 
Tujuan model pendidikan adalah untuk menginternalisasikan nilai-nilai Islam dalam 
pembinaan sikap dan mentalitas kader. Sehingga kader bisa mempertegas citra, 
identitas dan peran-peran diri yang dibentuk untuk mencapai tujuan HMI. 
b. Model Kegiatan 
o Pengertian 
Perkaderan model kegiatan menekankan pada pemetaan potensi kader dan 
aktualisasinya dalam aktivitas struktural HMI. Hal ini diwujudkan dalam aktifitas 
formal dan nonformal struktur HMI tingkat Komisariat sampai pusat. 
K O N S T I T U S I H M I Pedoman Perkaderan 
DI Tetapkan dalam KONGRES HMI Ke 27 
10 
o Tujuan 
Tujuan model kegiatan adalah untuk mengaktualisasikan potensi kreatif kader ke 
dalam pengalaman-pengalaman nyata ke dalam bentuk karya nyata baik secara 
personal maupun kelembagaan. 
c. Model Jaringan 
o Pengertian 
Model jaringan atau kemitraan adalah kegiatan yang dilakukan secara kelembagaan 
dengan lembaga lain, yang diproyeksikan sebagai media sosialisasi visi dan misi HMI 
dengan mengembangkan strategi organisasi yang merupakan implementasi 
pemahaman pluralitas dan inklusivitas HMI. 
o Tujuan 
Tujuan model jaringan adalah untuk mem-pertegas keberadaan kader-kader HMI 
khu-susnya dan organisasi HMI pada umumnya, di tengah pluralitas lembaga-lembaga 
lain dan mengakses informasi yang bermanfaat bagi organisasi. 
Ketiga model perkaderan ini bukanlah model yang lineir. Namun model yang terus 
tersambung satu sama lainnya. Sehingga keberadaan satu model perkaderan tidak bisa 
lepas atas keberadaan dua model lainnya. Artinya keberhasailan HMI dalam mewujudkan 
kader berkualifikasi insan ulil albab dengan satu model tidak akan berhasil jika tidak 
didukung oleh dua model perkaderan lainnya. Berikut gambaran sederhana atas keterkaitan 
ketiga model perkaderan tersebut. 

BAB III 
PENGELOLAAN MODEL PENDIDIKAN 
A. Gambaran Umum 
Pendidikan merupakan proses pembentukan pribadi manusia, pewarisan dan 
penciptaan nilai, pengetahuan dan keterampilan sehingga pribadi tersebut dapat 
mengembangkan diri secara optimal untuk menghadapi kehidupan nyata. Maka perkaderan 
pendidikan HMI diorientasikan pada pengembangan integritas pribadi kader secara 
menyeluruh sehingga mampu menjadi pemimpin yang adil dan progresif-inovatif. Sehingga 
perkaderan Model Pendidikan ini menyentuh aspek pemahaman dan pengamalan Islam yang 
termanifestasikan dalam sikap, mentalitas dan perilaku pribadi muslim, wawasan 
intelektual, kepekaan sosial, kemampuan dan keberanian memecahkan persoalan (pribadi, 
kemasyarakatan). 
Perkaderan model pendidikan meliputi tiga jenis. Pertama adalah Pendidikan 
Keluarga. Pendidikan jenis ini menekankan pada nilai kebersamaan atau jama’ah yang 
menumbuhkan sikap saling bertanggungjawab dan saling menolong antara satu dengan 
lainya. Kedua adalah jenis Pendidikan Pelatihan Umum. Pendidikan jenis kedua ini 
menekankan pada penggalian dan pengembangan potensi kreatif kader dengan memberikan 
prinsip dasar keislaman, kepribadian, keilmuan, sosial kemasyarakatan dan keorganisasian 
melalui proses atau forum pelatihan. Jenis pendidikan yang ketiga adalah Pendidikan 
Pelatihan Khusus. Pendidikan Pelatihan Khusus adalah jenis pendidikan yang melalui proses 
atau forum pelatihan yang menekankan pada peningkatan keahlian di wilayah minat dan 
bakat serta tanggungjawab pada diri dari seorang kader. 
Pendidikan model Pendidikan keluarga akan efektif jika dilakukan dengan tingkat 
frekwensi komunikasi yang tinggi, sehingga kader terjaga dari waktu kewaktu dan akhirnya 
meminimalisir kemungkinan disorientasi kader. Namun pada Pelatihan Umum, keefektifan 
akan tercipta jika pelaksanaan melalui pengasramaan, sehingga kader diharapkan benar- 
benar berproses dan belajar bersosialisasi dalam kelompok. Interaksi antar pribadi yang 
dinamis akan mampu memotivasi dan mempercepat perkembangan diri kader menuju 
integritas pri-badi yang matang, mandiri, progresif dan inovatif dengan dasar moralitas. 
Efektifitas pengkaderan model pendidikan Pelatihan Khusus terletak pada proses setelah 
pelatihan itu berjalan. Artinya pendampingan dan latihan diluar waktu pelatihan menjadi 
faktor penting dalam pencapaian tujuan yang diinginkan. 

2. Model Pendidikan Keluarga 
a. Pendidikan Keluarga Semester Pertama 
o Tujuan 
Tujuan Pendidikan Keluarga semester pertama adalah mempererat tali ukhuwah 
antar kader dalam satu angkatan LK I dan dalam satu Komisariat. Harapannya 
semua kader HMI yang telah lulus LK I dapat terjaga semangatnya, kebersamaannya 
dan ghiroh perjuangan dalam sistem organisasi. Pada akhirnya semua lulusan kader 
dapat beraktifitas di Komisariat secara utuh. 
Materinya: 
1. Syahadat 
2. Sholat 
3. Shaum 
4. Zakat 
5. Haji 
6. Muslim Kaffah 
7. Mu’min 
8. Muhsin 
9. Mukhlis 
10. Ukhuwah 
11. Ikhtiar dan Jihad 
12. Insan Ulil Albab 
13. Teologi dan Eskatologi 
14. Kosmologi dan Sosiologi 
15. Rasul sebagai Uswatun Hasanah 
o Pelaksanaan 
Pendidikan Keluarga semester I dilaksanakan Komisariat yang dikoordinir oleh 
pendamping yang ditunjuk Komisariat atau cabang (bagi yang tidak memiliki 
Komisariat). Sasaran didik pendidikan keluarga adalah Lulusan LK I yang terbagi 
dalam kelompok-kelompok. Bentuk acara dapat dilaksa-nakan sesuai keinginan 
peserta. Bentuk dapat berupa forum diskusi kecil, Rihlah, Silaturahmi atau aktifitas 
lain yang dirancang oleh peserta dan pendamping. Namun harus terdiri dari 
pembukaan, tilawah, pembahasan hadis Arbain, materi, Qodlya (sharing antar 
individu) dan penutup. 
o Evaluasi 
Evaluasi yang dilakukan Peserta berupa tingkat kemampuan komunikasi 
pendamping. Pendamping mengevaluasi peserta berupa perkembangan tingkat 
komunikasi antar sesama peserta. Pengurus Komisariat melakukan evaluasi berupa 
kemampuan pendamping dalam menjaga keutuhan kader dalam HMI. 
o Administrasi 
Administrasi dalam pendidikan ini tidaklah diperlukan selain administrasi yang 
mengukur kehadiran peserta dan administrasi evaluai deskriptif pendamping atas 
tingkat komunikasi antar sesama kader. 

b. Pendidikan Keluarga Semester Kedua 
o Tujuan 
Tujuan Pendidikan Keluarga semester pertama adalah mempererat tali ukhuwah 
antar kader dalam satu lingkungan cabang. Setelah tali ukhuwah satu komisariat 
terbentuk maka pembentukan komunitas dalam satu kesatuan cabang menjadi hal 
penting berikutnya. Harapan lainnya adalah munculnya penggerak penggerak baru 
dalam aktifitas HMI tingkat. 
o Meteri pendidikan keluarga semester kedua terdiri dari: 
1. Sejarah Islam 
2. Idiologi idiologi dunia 
3. Pemikiran tokoh-tokoh Islam 
4. Umat Islam dalam Dunia Politik 
5. Umat Islam dalam Dunia Sosial Budaya 
6. Umat Islam dalam Dunia Pendidikan 
7. Umat Islam dalam Dunia Hukum 
8. Umat Islam dalam Dunia Ekonomi 
9. Umat Islam dalam kelangsungan kelestarian ekologi 
o Pelaksanaan 
Pendidikan Keluarga semester II dilaksanakan Komisariat yang dikoordinir oleh para 
pendamping yang ditunjuk Komisariat atau cabang (bagi yang tidak memiliki 
Komisariat). Sasaran didik pendidikan keluarga adalah anggota HMI yang telah 
melalui Pendidikan Keluarga semester pertama. Pembagian kelompok dapat dirubah 
atau tetap, juga pendampingnya. Bentuk acara dapat dilaksanakan sesuai dengan 
keinginan peserta namun unsurnya sama dengan Pendidikan keluarga semester 
pertama. 
o Evaluasi 
Evaluasi yang dilaksanakan dilakukan oleh Peserta berupa tingkat kemampuan 
komunikasi pendampingnya. Pendamping melakukan evaluasi peserta berupa 
perkembangan tingkat pemahaman peserta atas nilai-nilai keislaman dan tingkat 
komitmen keorganisasiannya. Pengurus Komisariat melakukan evaluasi berupa 
kemampuan pendamping dalam menjaga keutuhan kader dalam organisasi HMI. 
o Administrasi 
Administrasi dalam pendidikan ini tidaklah diperlukan selain administrasi yang 
mengukur kehadiran peserta dan administrasi evaluai deskriptif pendamping atas 
tingkat kebersamaan kader dalam berinteraksi antar sesama angkatannya ataupun 
dengan selain angkatanya. 

c. Pendidikan Keluarga Lanjutan 
o Tujuan 
Tujuan Pendidikan Keluarga Lanjutan adalah mempererat tali ukhuwah antar kader 
di lingkungan HMI. Pada tingkatan ini kader diharapkan tidak lagi terkooptasi 
struktur sosial dan budaya lingkangannya. Kemampuan interaksi pada berbagai 
lingkungan menjadi output yang diharapkan. 
o Meteri 
Materi pendidikan keluarga terdiri dari: 
1. Model dan Metodologi Penelitian 
2. Analisis Sosial 
3. Network Actifity Method 
4. Pengelolaan Keuangan Organisasi 
5. Pengeloaan Struktur Organisasi 
6. Media dan Jurnalistik 
7. Strategi dan Teknik Rekayasa. 
8. Manajemen Konflik 
9. dll 
o Pelaksanaan 
Pendidikan Keluarga Lanjutan dilaksanakan Komisariat, dikoordinir para 
pendamping yang ditunjuk Komisariat atau cabang (bagi yang tidak memiliki 
Komisariat). Sasaran didik Pendidikan Keluarga Lanjutan adalah anggota HMI yang 
telah melalui Pendidikan Keluarga Semester Kedua. Pembagian kelompok dapat 
dirubah atau tetap, juga pendampingnya. Bentuk acara dapat dilaksanakan sesuai 
dengan keinginan peserta namun tetap harus terdiri dari pembuka, tilawah, 
pembahasan hadis Arbain, penyampaian materi, Qodlya (sharing antar individu) dan 
penutup. 
o Evaluasi 
Evaluasi yang dilakukan Peserta berupa tingkat kemampuan komunikasi 
pendampingnya. Pendamping mengevaluasi peserta pada perkembangan tingkat 
pemahaman nilai-nilai keislaman dan komitmen keorganisasian-nya. Pengurus 
Komisariat melakukan evaluasi pendamping dalam menjaga keutuhan kader dalam 
organisasi HMI. 
o Administrasi 
Administrasi harus mampu mengukur kemampuan peserta dalam bersosialisasi dan 
berinteraksi dengan lingkungan diluar komisariat dan diluar HMI-nya. Admisnitrasi 
inilah yang perlu dipersiapkan oleh pendamping. 

3. Model Pendidikan Pelatihan Umum 
a. Latihan Kader I 
o Tujuan 
Latihan Kader I (Basic Training) bertujuan untuk mengembangkan potensi kreatif 
mahasiswa agar memiliki kesadaran berproses menjadi seorang muslim yang Kaffah 
dan mempertegas jati diri sebagai mahasiswa. 
o Materi 
1. Materi Dasar Keislaman : a. Keyakinan Muslim 
b. Wawasan Keilmuan 
c. Wawasan Sosial 
d. Kepemimpinan 
d. Etos Perjuangan 
e. Hari Kemudian 
2. Materi Pelengkap Keislman : a. Shirah Nabawiah 
b. Sejarah Peradaban dan Perjuangan Islam 
c. Dasar-Dasar Amaliah 
3. Materi Ke HMI an : a. Sejarah HMI 
b. Konstitusi HMI 
c. HMI dalam Gerakan Kemahasiswaan 
d. Dasar-Dasar Organisasi 
e. Keskretariatan dan Atribut HMI 
f. Azaz Tujuan Usaha dan Independensi 
4. Materi Alat : a. Pengantar Logika 
b. Adab Majelis 
5. Materi Lokal 
o Pelaksanaan 
Latihan Kader I dilakukan oleh Komisariat minimal satu kali dalam satu tahun Elemen 
pelaksananya: 
1. Panitia sebagai penyelenggara teknis ditetapkan oleh Komisaraiat atau cabang 
yang dilengklapi dengan sebuah propsal kegiatan 
2. Pemandu dan Pemateri yang ditugaskan cabang mengelola forum. Pemandu LK I 
adalah kader HMI lulusan Senior Course dan Pemateri adalah kader yang memiliki 
pengalaman dalam memandu LK I. 
3. Peserta merupakan mahasiswa islam yang berkeinginan masuk HMI. 
4. Pengurus Komisariat atau cabang merupakan elemen penanggungjawab dari 
pelaksanaan LK I. Inilah letak tanggungjawab akhir atas pelaksanakaan LK I. 

o Administrasi 
a. Administrasi dalam LK I terdiri dari: 
Administrasi kepanitiaan berupa: 
a. Surat menyurat kegiatan 
b. Laporan pertanggungjawaban kegiatan 
2. Administrasi Kepemanduan, buku rekam proses kegiatan yang berisi: 
a. Gambaran perkaderan HMI 
b. Gambaran Latihan Kader I 
c. Biodata Peserta 
d. Absensi Peserta 
e. Rekam Proses Materi 
f. Lembar evaluasi pemandu, pemateri dan panitia 
g. Surat Keputusan Kelulusan peserta dalam hal kelulusan LK I 
3. Administrasi Kepengurusan Komisariat/Cabang yang terdiri dari: 
a. Surat Keputusan Pembentukan Panitia 
b. Proposal kegiatan 
c. Surat Permohonan Pemandu dan Pemateri 
d. Surat Keputusan Pengangkatan Anggota HMI (hanya oleh cabang) 
o Evaluasi Pelaksanaan 
1. Evaluasi dilakukan oleh: 
2. Peserta, terdiri dari: Evaluasi Pemandu, Pemateri dan Panitia 
3. Panitia, meliputi Evaluasi Pemandu dan Pengurus 
4. Tim Pemandu, evaluasi peserta LK I 
5. Pengurus Komisariat, evaluasi panitia dan peserta 
6. Pengurus Cabang, evaluasi kualitas pemandu, pemateri dalam satu musim LK I 
b. Latihan Kader II (Intermediate Traning) 
o Tujuan 
Latihan Kader II (Intermediate Training) merupakan LK tingkat lanjut yang 
merupakan media aktualisasi dan pengembangan potensi kreatif secara mandiri 
dengan berpedoman pada nilai dasar keislaman untuk menumbuhkan kemampuan 
analitis dalam merespon persoalan keumatan dengan ketegasan sikap. 
o Materi 
1. Materi Teoritik 
a. Dasar-Dasar Filsafat 
b. Dialektika Ideologi 
c. Pembentukan Masyarakat Kontemporer 

2. Materi Realita Keislaman 
a. Implementasi Tauhid Dalam Wacana Keumatan 
b. Islam Dan Problematika Sains Kontemporer 
c. Telaah Kritis Sistem Sosial Islam 
3. Materi Gerakan Pembaharuan 
a. Gerakan Pembaharuan Ummat Islam Dunia 
b. Dinamika Kehidupan Ummat Islam Indonesia 
c. Gerakan Dakwah Lokal 
4. Materi ke-HMI-an 
a. Khittah Gerakan sebagai paradigma gerakan 
b. HMI dalam setting gerakan umat 
c. Relevansi perjuangan HMI 
5. Materi Alat 
a. Strategi dan taktik pemberdayaan masyarakat 
b. Metodologi penelitian sosial 
c. Media dalam dialektika opini masayarakat 
o Pelaksanaan 
Latihan Kader II sebaiknya dilakukan oleh Pengurus Cabang minimal sekali satu 
tahun. Elemen pelaksananya: 
1. Panitia sebagai penyelenggara teknis ditetapkan oleh cabang yang dilengkapi 
dengan sebuah propsal kegiatan 
2. Pemandu ditugaskan cabang untuk menentukan tema, pemateri dan menseleksi 
peserta LK II serta mengelola forum. Pemandu LK II adalah pemateri LK I yang 
telah mengisi Materi LK I dalam jumlah tertentu. 
3. Pemateri dalam LK II merupakan pihak-pihak yang kompeten dalam 
penyampaian materi baik itu dari kader HMI maupun dari luar HMI. 
4. Peserta merupakan kader HMI yang telah lulus LK I dan telah lulus dalam proses 
seleksi peserta LK II oleh tim pemandu LK II. 
5. Pengurus Cabang merupakan elemen penanggungjawab dari pelaksanaan LK II. 
Disinilah letak tanggungjawab akhir atas semua bentuk pelaksanakaan LK II 
secara kualitas maupun kuantitas. 
o Administrasi 
Administrasi dalam LK II terdiri dari: 
1. Administrasi kepanitiaan berupa: 
a. Surat menyurat kegiatan 
b. Laporan pertanggungjawaban kegiatan 
2. Administrasi Kepemanduan, buku rekam proses kegiatan yang berisi: 
a. Gambaran Perkaderan HMI dan Latihan Kader II 
b. Biodata dan absensi Peserta 
c. Rekam Proses Materi 
d. Lembar evaluasi pemandu dan panitia 
3. Administrasi Kepengurusan Cabang yang terdiri dari: 
a. Surat Keputusan Pembentukan Panitia 
b. Proposal kegiatan 
c. Surat Permohonan Pemandu dan Pemateri 
o Evaluasi 
Evaluasi dilakukan oleh: 
b. Peserta, terdiri dari: Evaluasi Pemandu dan Panitia 
c. Panitia, meliputi Evaluasi Pemandu dan Pengurus 
d. Tim Pemandu, evaluasi peserta LK II 
e. Pengurus Cabang, evaluasi kualitas pemandu 
c. Latihan Kader III (Advanced Traning
o Tujuan 
Latihan Kader III (Advanced Training) adalah jenjang pembinaan dan pengem-bangan 
kader dalam memformulasikan gagasan-gagasan kreatifnya (konsepsional dan 
operasional) dan dalam mengantisipasi berbagai persoalan keumatan sehingga yang 
akhirnya mampu memberi solusi alternatif pada rekayasa masa depan umat. Atas 
dasar tersebut maka LK III di format dalam bentuk eksperimentasi. Eksperimentasi ini 
dapat berupa penelitian maupun simulasi lapangan. Materi yang hadir hanya untuk 
membangkitkan memori peserta atas pembacaan mereka terhadap lingkungan sekitar 
sebagai dasar lahirnya gagasan-gagasan perubahan. 
o Materi 
1. Materi Konsepsi Realitas 
a. Konsepsi Politik 
b. Konsepsi Ekonomi 
c. Konsepsi Pendidikan 
d. Konsepsi Hukum 
e. Konsepsi Lingkungan 
2. Tema Konsepsi Alat 
a. Metodologi Penelitian 
b. Analisis Lingkungan 
c. Metodologi Gerakan 
o Pelaksanaan 
Pelaksanaan LK III dilakukan oleh Pengurus Besar minimal sekali dalam dua tahun. 
Elemen pelaksananya: 
1. Panitia sebagai penyelenggara teknis adalah dari cabang yang ditetapkan oleh 
Pengurus Besar. 
2. Pemandu ditugaskan PB untuk menentukan tema, pemateri dan menseleksi peserta 
serta mengelola forum LK III. Pemandu LK III adalah kader HMI yang telah menjadi 
pemandu LK II dan lulus LK III. Peran pemandu dalam LK III hanya sebagai 
fasilitator. Sehingga peran peserta mendapat porsi yang lebih besar dalam 
pengelolaan forum. 
3. Pemateri dalam LK III merupakan pihak-pihak yang kompeten dalam penyampaian, 
materi baik itu dari kader HMI maupun dari luar HMI. 
4. Peserta merupakan kader HMI yang telah lulus LK II dan telah lulus dalam proses 
seleksi peserta LK III oleh tim pemandu LK III. 
5. Pengurus Besar merupakan penanggungjawab dari pelaksanaan LK III secara 
kualitas maupun kuantitas. 
o Administrasi 
Administrasi pelaksanaan Latihan Kader III terdiri dari: 
1. Administrasi kepanitiaan berupa: 
a. Surat menyurat kegiatan 
b. Laporan pertanggungjawaban kegiatan 
2. Administrasi Kepemanduan, buku rekam proses kegiatan yang berisi: 
a. Gambaran Perkaderan dan Latihan Kader III HMI 
b. Biodata dan Absensi Peserta 
c. Rekam Proses Materi 
d. Lembar evaluasi pemandu dan panitia 
3. Administrasi Kepengurusan Cabang yang terdiri dari: 
a. Surat Keputusan Pembentukan Panitia 
b. Proposal kegiatan 
c. Surat Permohonan Pemandu dan Pemateri 
o Evaluasi Kegiatan 
Evaluasi dilakukan oleh: 
1. Peserta, terdiri dari: Evaluasi Pemandu dan Panitia 
2. Panitia, meliputi Evaluasi Pemandu dan Pengurus 
3. Tim Pemandu, evaluasi peserta LK III 
4. Pengurus Besar, evaluasi kualitas pemandu dan peserta 
4. Model Pendidikan Pelatihan Khusus 
a. Kursus Keorganisasian 
1. Tujuan 
Kursus Korganisasian bertujuan meningkatkan keahlian atau kemampuan kader 
dalam pengelolaan organisasi, baik dalam peran-peran tertentu maupun secara 
keseluruhan. Tujuan Akhir dari Kursusu ini tidak lain adalah peningkatan kualitas 
pengelolaan organisasi HMI dari waktu kewaktu. Peningkatan melalui kursus 
diperlukan karena HMI memiliki siklus dan pergantian kader dari waktu kewaktu 
dalam pengelolaan organisasi. Sehingga perlu transfer kemampuan dari pihak 
generasi awal ke generasi berikutnya. Kursus ini adalah salah satu wahana terbaik 
dalam melakukan transformasi keahlian ini. 
Namun demikian karena kursus ini bisa bersifat terbuka untuk umum maka tanpa 
menghilangkan kepentingan kader, maka tujuan kusrus dapat diarahkan untuk 
masyarakat luas. 
2. Bentuk 
Bentuk bentuknya berupa kursus yang berkaitan dengan keorganisasian baik itu 
keorganisasian HMI maupun keorganisasi secara umum. Contohnya: 
a. Kursus Manajemen Organisasi 
b. Kursus Administrasi Organisasi 
c. Kursus Keuangan Organisasi 
d. Kursus Manajemen Massa 
3. Pelaksanaan 
Kursus keorganisasian lebih ditekankan bagi para pengurus HMI, mulai dari tingkat 
Komisariat sampai tingkat pusat. Sehingga pelaksanaannya lebih baik atas inisiatif 
dari struktur kepengursan HMI, walaupun peserta yang dilibatkan terbuka untuk 
kader HMI dan umum. Elemen kegiatan berupa pemandu atau pemateri dapat diambil 
dari luar Kader HMI. 
4. Administrasi 
Administrasi yang dipersiapkan sama dengan administrasi Latihan Kader II namun 
disesuaikan dengan bentuk dan kepentingan kursus. 
5. Evaluasi 
Evaluasi dilakukan oleh: 
a. Peserta: Evaluasi Pemandu dan Panitia serta Bentuk Kegiatan 
b. Panitia, meliputi Evaluasi Pemandu dan Pengurus 
c. Tim Pemandu, evaluasi peserta 
d. Pengurus evaluasi kualitas pemandu dan peserta 
b. Kursus Keahlian 
1. Tujuan 
Kursus Keahlian bertujuan meningkatkan kapasitas kader dalam bentuk 
keterampilan diri. Harapannya kader memiliki alat dalam melakukan gerak 
perjuangan di lingkungan masyarakat luas. Namun demikian karena kursus ini bisa 
bersifat terbuka maka tanpa menghilangkan kepentingan kader, kursus ini dapat 
ditujukan bagi masyarakat luas lainnya juga. 
2. Bentuk 
Bentuknya berupa training keahlian dan training tematik, antara lain: 
a. Training Manajemen Dakwah 
b. Training Jurnalistik 
c. Training Politik 
d. Tarining Lingkungan 
e. Training Ekonomi dan kewirausahaan 
f. Training Advokasi 
g. Training Pelaksanaan Penelitian 
3. Pelaksanaan 
Kursus keahlian lebih ditekankan untuk para kader HMI yang memiliki keaktifan 
dalam lembaga kekaryaan HMI ataupun lembaga masyarakat lainnya. Sehingga 
pelaksanaannya didasarkan pada kecendrungan minat dan bakat kader baik yang 
sudah tersalurkan maupun masih potensial. Elemen kegiatan berupa pemandu atau 
pemateri dapat diambil dari luar Kader HMI kecuali jika Kursus memiliki jumlah 
peserta yang lebih banyak (dominan) dari internal HMI dibandingkan jumlah peserta 
dari luar HMI atau jika kursus dilaksanakan untuk menjalankan kepentingan khusus 
organisasi HMI. 
4. Administrasi 
Seperti halnya administrasi yang dimiliki Kursus Keorganisasian, kusrus keahlianpun 
perlu menyiapkan administrasi yang sama dengan administrasi Latihan Kader II 
namun disesuaikan dengan bentuk dan kepentingan kursus keahlian itu sendiri. 
5. Evaluasi 
Evaluasi dilakukan oleh: 
a. Peserta, Evaluasi Pemandu dan Panitia serta Bentuk Kegiatan 
b. Panitia, meliputi Evaluasi Pemandu dan Pengurus 
c. Tim Pemandu, evaluasi peserta 
d. Pengurus, evaluasi kualitas pemandu dan peserta 
c. Kursus Kedirian 
1. Tujuan 
Kursus Kedirian bertujuan meningkatkan kapasitas pengendalian diri dan 
aktualiasasi potensi diri yang belum terwujudkan. Harapannya kader mampu 
bersikap dengan benar dan tepat dalam menghadapi lingkungan sekitar dirinya. 
Kursus kedirian ini juga dapat juga bertujuan meningkatkan kemampuan 
pengendalian diri masyarakat selain kader HMI. 
2. Bentuk 
Bentuk bentuknya berupa training keahlian dan training tematik-tematik. Beberapa 
contohnya adalah sebagai berikut: 
a. Training Kepemimpinan 
b. Training Pengenalan Diri 
c. Achievement Motivation Training 
d. Training Kecerdasan emosional 
e. Training Kecerdasan Sipiritual 
f. Training Manajemen Konflik 
g. Anger Management Training 
h. Training Pemetaan Potensi Diri 
3. Pelaksanaan 
Kursus kedirian ini dapat ditujukan bagi semua kelompok kader yang ada, sehingga 
pelaksanaannya lebih baik berdasarkan keinginan kader sendiri bukan merupakan 
paksaan struktur HMI. Pemandu atau pematerinya dapat diambil dari luar Kader HMI 
baik itu sebagaian atau secara keseluruhan. 
4. Administrasi 
Administrasi yang dipersiapkan sama dengan administrasi Latihan Kader III namun 
disesuaikan dengan bentuk dan kepentingan kursus. 
5. Evaluasi 
Evaluasi dilakukan oleh: 
a. Peserta, Evaluasi Pemandu dan Panitia serta Bentuk Kegiatan 
g. Panitia, meliputi Evaluasi Pemandu dan Pengurus 
h. Tim Pemandu, evaluasi peserta 
i. Pengurus evaluasi kualitas pemandu dan peserta 

BAB IV 
PENGELOLAAN MODEL KEGIATAN 
1. Gambaran Umum 
Kegiatan adalah aktivitas yang dilakukan secara sadar dalam rangka meningkatkan 
dan mengembangkan potensi diri kader baik secara sendiri maupun bersama. Model 
kegiatan ini bertujuan untuk memberikan alternatif aktivitas sebagai bagian dari 
perkaderan yang secara strategis memberikan peluang dan kesempatan bagi anggota untuk 
mengembangkan dirinya dalam skala lebih luas. 
Satu hal yang sangat perlu dipersiapkan oleh berbagai pihak terutama pengurus 
struktural HMI dalam menjalankan pengelolaan perkaderan dalam bentuk Kegiatan adalah 
pemetaan Kader. Pemetaan Kader ini mencakup pemetaan potensi yang belum atau sudah 
terlihat, pemetaan komitmen kader dengan organisasi HMI, pemetaan kesesuaian wadah 
aktifitas yang ada dilingkungan sekitar dengan minat dan bakat kader. Pemetaan yang 
deprlukan juga adalh pemetaan kemampuan organisasi untuk mengelola kader dalam 
bentuk kegiatan pada titik yang diharapkan dan ditentukan melalui mekanisme 
pengambilan keputusan organisasi. 
Pemetaan ini sangat perlu dilakukan agar pengelolaan kader dalam prosesperkaderan 
bentuk kegiatan berjalan secara efektif dan efisian. Pengelolaan model Kegiatan ini sendiri 
dapat diorientasikan pada: 
a. Peningkatan keshalehan 
Yaitu suatu upaya meningkatkan dan mengem-bangkan kualitas diri secara individual 
dan senantiasa dzikrullah, baik dalam keadaan duduk, berdiri atau berbaring untuk 
mencapai level /maqam ketaqwaan, sehingga mampu memahami dan mencerap 
kebenaran ayat-ayat qauliyah dan kauniyah. 
b. Mempertegas eksistensi dan jati diri 
Yaitu suatu proses pendewasaan atau pema-angan diri sehingga terbangun eksistensi 
dan jati diri yang mantap sebagai perwujudan kepribadian kader yang ideal, 
sebagaimana terformulasi dalam kader cita ulul al baab. 
c. Profesionalitas 
Yaitu upaya meningkatkan keahlian seorang kader menuju profesionalisme sesuai 
dengan kemampuan dan keahlian setiap anggota baik dalam hal kepemimpinan, 
keorganisasian, kemahasiswaan, maupun keilmuan. 
d. Pengembangan diri 
Yaitu upaya untuk berperan aktif dalam mengembangkan dan mengaktua-lisasikan 
profesionalitas diri di kehidupan kampus dan masyarakat. 
2. Bentuk Kegiatan 
Pengelolaan perkaderan dengan model kegiatan memiliki ragam dan varisasi 
bentuknya. Jika dilihat dari jumlah kader yang terlibat maka pengelolaan perkaderan 
dengan model kegiatan dapat dibagi menjadi 2 bentuk yaitu Kegiatan kolektif dan Kegiatan 
Individu. Jika dilihat dari wahana kegiatan tersebut maka pengelolaan perkaderan dengan 
model kegiatanpun dapat dibagi menjadi Kegiatan dalam bentuk Kepengurusan dan dalam 
bentuk kepanitiaan serta dalam bentuk forum. 
a. Kegiatan Individu 
o Tujuan 
Tujuan kaderisasi model kegiatan dalam bentuk Kegiatan Individu adalah 
pembentukan Kualitas personal pada kader dalam kesehariannya. Kualitas ini 
berupa Kualitas Belajar, Kualitas Berinteraksi, dan Kualitas Bersikap. Tujuan 
tersebut dapat dibahasakan berupa Peningkatan aspek kognitif, afektif, 
psikomotorik dan menguatkan IQ, EQ dan SQ 
o Bentuk 
1. Muhasabah 
2. Tadzkiyatun Nafs 
3. Mengikuti berbagai kegiatan yang meningkatkan kualitas diri 
o Pelaksanaan 
Kegiatan indvidu yang dimaksud disini adalah segala aktifitas individual sehari-hari. 
Akibatnya pada tingkat teknis sang kader memiliki wilayah otoritas yang tidak bisa 
dimasuki oleh perkaderan organisasi. Besarnya wilayah pada aktifias keseharaian 
kader yang bisa masuk dalam format kaderisasi organisasi tergantung kesepakatan 
antara pendamping kader dan kader itu sendiri. Namun demikian satu hal yang 
harus dipegang adalah aktifias kader tidak boleh bertentang atau bahkan merugikan 
aktifitas organisasi. Peran pendamping adalah pemberi tauladan dalam beraktifitas 
di keseharian. Artinya sang pendampinglah yang selalu mengajak, mendorong dan 
menemani kader dalam perjalanan aktifitas individu keseharaian menuju nilai-nilai 
yang diyakini baik. 
o Administrasi dan Evaluasi 
Pada aktifitas Individu adminitrasi yang perlu disiapkan hanyalah berita acara 
pendampingan yang disusun oleh sang pendamping. Berita acara ini akan memantau 
sejauh mana peningkatan kualitas hidup sang kader atas ajakan dan dorongan sang 
Pendamping dengan baik dan benar. Evaluasi ini akan menjadi bahan penilaian 
Pengurus Komisariat dalam menentukan tingkat kualitas kader dalam pengelolaan 
dirinya. 
b. Kegiatan Kolektif (bersama) 
o Tujuan 
Tujuan kaderisasi model kegiatan dalam bentuk Kegiatan Kolektif atau bersama 
juga untuk membentuk Kualitas personal pada kader dalam kesehariannya. Kualitas 
ini berupa Kemampuan berinteraksi dengan lingkungan yang didasari atas 
kemampuan memberi nilai tambah dalam dinamika lingkungannya. Tujuan lainnya 
adalah menumbuhkembangkan daya kreasi dan inovasi kader dalam memberikan 
solusi atas problematika lingkungan sosialnya. 
o Bentuk 
Sebenarnya banyak bentuk kegiatan yang dapat dilakukan secara bersama (lebih 
dari satu orang. Namun kita dapat mengambil beberapa contoh yang sering 
dilakukan oleh kader HMI selama ini secara bersama-sama 
1. Kajian. 
2. Bakti Sosial 
3. Advokasi 
4. Out Bound 
5. Penelitian 
6. dan lain sebagainya 
o Pelaksanaan 
Pada dasarnya kegiatan Kolektif (bersama) yang dimaksud disini adalah segala 
aktifitas yang melibatkan lebih dari satu individu. Memang akibatnya bentuk 
kegiatan yang dapat dilihat sangatlah banyak. Namun dapat diambil titik fokus pada 
wilayah kesepakatan atas pelaksanaan kegiatan tersebut. Pedoman perkaderan akan 
berbicara semua bentuk kegiatan bersama yang disepakati dalam forum struktur 
HMI. 
Sehingga pelaksanaan kegiatan bersama harus melibatkan unsur struktur organisasi 
dan ada pemantuan atas pelaksanaan kegiatan yang dijalankan atas dasar 
kesepakatan tersebut. Memperbanyak jumlah atau varian kegiatan bersama 
sangatlah penting dalam membuat kesepakatan dan dalam menjalankan kegiatan 
kolektif ini. Hal ini untuk menstimulus daya kreasi kader dalam beraktifitas dan 
menekan rasa jenuh dalam beraktifitas di HMI. 
o Administrasi dan Evaluasi 
Pada aktifitas Kolektif adminitrasi yang perlu disiapkan adalah administasi yang 
mampu mengukur tingkat keterlibatan peserta dan administrasi evaluasi atas daya 
inovasi dan kerasi para kader. Semua administrasi ini dipersiapkan oleh para 
pengurus yang memimpin pelaksanaan kegiatan 
c. Kegiatan pada Kepengurusan 
1. Tingkat Komisariat 
o Tujuan 
Tujuan Kederisasi model kegiatan dalam bentuk Kepengurusan ditingkat 
Komisariat adalah untuk memunculkan kekuatan kader dalam berinteraksi dan 
beororganisasi di lingkungan struktur Komisariat. Ciri khas kekuatan berinteraksi 
dan berorganisasi yang ada pada tingkat komisariat adalah semangat 
kekeluargaan. Artinya kemampuan berinteraksi dan berorganisasi bukan atas 
dasar persaingan yang saling menyingkirkan namun atas dasar saling tolong 
menolong, saling menghormati dan saling mengasihi dengan semangat 
kekeluargaan 
o Bentuk 
Kegiatan kegiatan yang dibuat dalam aktifitas Komisariat memiliki bentuk yang 
sangat variatif dengan warna kekeluargaan yang dominan. Akhirnya mekanisme- 
mekanisme yang berjalanpun dalam berbagai kegiatan di Komisariat juga lebih 
banyak mekanisme pendekatan kekluargaan. Bentuk kegiatan yang diperuntukan 
bagi kader di Komisariat antara lain: 
1. Rihlah, 
2. Silaturahmi, 
3. Diskusi kecil, 
4. Belajar Bersama, 
5. Kajian rutin. 
o Pelaksanaan 
Memastikan keikutsertaan kader dalam berbagai kegiatan Komisariat adalah 
tanggungjawab pendamping kelompok kader, sedangkan pihak yang 
bertanggungjawab atas keterlaksanaannya adalah Pengurus Komisariat. 
Bentuknya lebih ditekankan pada usulan kader begitupun pengelolaannya. 
Intinya mereka melakukan sesuatu untuk mereka. Pendamping kelompok 
memastikan semua kader ikut dan Pengurus Komisariat memastikan 
pelaksanaannya berjalan dengan baik melalui dukungan struktural. 
o Administrasi dan evaluasi 
Administrasi yang diutamakan dalam kaderisasi dalam model kegiatan terdiri 
dari tiga bagian yaitu laporan aktifitas yang dibuat kader, laporan aktifitas 
dibuat pendamping dan laporan kegiatan yang dibuat pengurus Komisariat. 
Semua laporan ini dievaluasi secara bersama oleh kader, pendamping dan 
Pengurus Komisariat secara bersama di forum Komisariat. 
2. Tingkat Cabang 
o Tujuan 
Tujuan Kederisasi model kegiatan dalam bentuk Kepengurusan ditingkat Cabang 
memiliki tujuan untuk memunculkan kekuatan kader dalam berinteraksi dan 
berorganisasi di lingkungan struktur Cabang. Berbeda dengan komisariat pada 
lingkungan cabang ciri khas yang muncul adalah warna dan suasana formalitas 
dan kebakuan dalam pola-pola kerja struktur. Sehingga segala sesuatu yang 
dilakukan pada tingkat cabang harus berdasarkan pedoman-pedoman organisasi 
yang berlaku. Bahkan dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang 
muncul di anjurkan melalui mekanisme peradilan bukan mekanisme kompromi. 
o Bentuk 
Kegiatan kegiatan dalam aktifitas Cabang merupakan kegiatan-kegiatan yang 
telah terencana dalam mekanisme struktur organisasi cabang. Akhirnya 
mekanisme-mekanisme yang berjalanpun lebih banyak melalui pendekatan 
formal yang baku dan sistematis. Bentuk kegiatannya antara lain: 
1. Seminar, 
2. Training, 
3. Advokasi, 
4. Media, 
5. Kajian terkurikulum. 
o Pelaksanaan 
Memastikan keikutsertaan kader dalam berbagai kegiatan Cabang secara baik 
dan benar adalah tanggungjawab pendamping kelompok dan Pengurus 
Komisariat bagi para kader yang sudah melewati masa pendampingan. Pihak 
yang bertanggungjawab atas kepastian terlaksananya kegiatan adalah Pengurus 
Cabang. Bentuk-bentuk kegiatan lebih ditekankan pada kegiatan yang sudah 
tersusun dalam perencanaan Cabang. Keikutsertaan para kader yang tidak 
masuk dalam struktur Pengurus Cabang memiliki peran sebagai pelaksana 
kegiatan dan para kader yang masuk dalam struktur Pengurus Cabang memiliki 
peran perencana kegiatan. 
o Administrasi dan Evaluasi 
Administrasi yang diutamakan dalam kaderisasi dalam model kegiatan terdiri 
dari dua bagian yaitu laporan kualitas aktifitas kader yang dibuat oleh Pengurus 
Cabang laporan kualitas aktifitas kader yang dibuat oleh pendamping kelompok 
kader dan pengurus Komisariat. 
3. Tingkat Pusat 
o Tujuan 
Tujuan Kederisasi model kegiatan dalam bentuk Kepengurusan ditingkat Pusat 
adalah memunculkan kekuatan kader dalam berinteraksi dan beororganisasi di 
lingkungan struktur Pengurus Besar. Cirikhas yang dimilikinya adalah warna 
aktifitas dengan dominasi bentuk pembuatan kebijakan dan jaringan. Sehingga 
aktifitas akan selalu merupakan sebuah bentuk strategi atas nama organisasi 
dalam dataran konsep maupun pada datran teknis. Akibatnya perhitungan 
untung rugi yang didasarkan atas pembacan realitas lingkungan luar akan 
menjadi sangat dominan. 
o Bentuk 
Kegiatan kegiatan yang dibuat dalam aktifitas tingkat Pusat merupakan 
kegiatan-kegiatan yang sangat dipengaruhi oleh kondisi eksternal dalam bentuk 
penciptaan kebijakan-kebijakan dan jaringan-jaringan. Akhirnya keikutsertaan 
kader dalam aktifitas kader bersifat tetap dalam jangka waktu tertentu. Bentuk 
kegiatan yang diperuntukan bagi kader ditingkat kepengurusan cabang antara 
lain: 
1. Penyusunan Kebijakan, 
2. Penelitian dan pengembambangan, 
3. Koordinasi Keorganisasian, 
4. Pembangunan Jaringan Kerja, 
o Pelaksanaan 
Memastikan keaktifan kader dalam kerja struktur Pengurus Besar secara baik 
dan benar adalah tanggungjawab Pengurus Cabang, namun kualitas kegiatan 
adalah tanggungjawab Pengurus Besar. Bentuk kegiatan lebih ditekankan pada 
pembuatan regulasi dan kebijakan hubungan organisasi dengan dunia luar. Oleh 
sebab itu kader di biasakan membuat kebijakan dengan lingkungan eksternal 
yang mudah berubah dan penuh manipulasi. Kader harus ditekankan atas 
kesesuaian antara arah gerak dan tujuan organisasi dengan arah keberpihakan 
dari kerbijakan itu sendiri. 
o Administrasi dan Evaluasi 
Administrasi pada model kegiatan dalam kepengurusan tingkat pusat terdiri dari 
laporan kualitas aktifitas kader di PB yang dibuat Pengurus Besar dan Pengurus 
Cabang yang bersangkutan dengan kader. Oleh sebab itu laporan aktifitas kader 
di PB harus diberikan kepada cabang secara periodik dan adminitrasi laporan 
kualitas kader tersebut di letakan di LPJ. 
d. Kegiatan Kepanitiaan 
o Tujuan 
Tujuan Kederisasi model kegiatan dalam bentuk Kepanatian adalah pembentukan 
kapasitas diri kader dalam pengambilan peran dan pembuatan keputusan dalam 
suatu lingkungan aktifitas yang terorganisir. Keluaran akhirnya adalah kemampuan 
kader dalam menjalankan tanggungjawab yang diemban sesuai dengan peran yang 
diambilnya. 
o Pelaksanaan 
Pelaksanaan kegiatan dalam wujud kepanitian memiliki ciri khas adanya jangka 
waktu yang ditentukan, sumber daya yang dialokasikan dan yang dicarikan serta 
spesifikasi aktifitas yang terjelaskan. Oleh sebab itu pelibatan kader dalam kegiatan 
kepanitian harus memperhatikan waktu luang yang dimiliki sang kader, kemampuan 
teknis yang telah ada dan kapasitas mental yang terbentuk. Ketiga hal ini akan 
menjadi faktor pertimbangan utama dalam pemberian peran dalam kepanitian bagi 
sang kader. Penanggungjawab utama dalam ketepatan pembagian peran pada keder 
terletak pada Pengurus Komisariat yang menentukan Kepanitiaan ini. Sedangkan 
pendamping kader hanya bertanggungjawab atas pemberian dorongan dan 
konsultasi aktifitas pada kader 
o Administrasi dan Evaluasi 
Administrasi ini berbentuk pendeskripsian kegiatan kepanitian yang cukup jelas bagi 
kader. Tanpa ada kejelasan pendiskripsian ini, pelaksanaan peran dan 
tanggungjawab oleh kader tidak akan ada optimal. Pengurus Komisariat 
mengevaluasi kemampuan kader dalam menyelesaikan tanggungjawabnya. 
Pendamping Kader mengevaluasi atas kemampuan kader dalam mengatasi konflik- 
konflik peran yang kemudian muncul selama kepantiaan. Kader sendiri melakukan 
evaluasi atas pelaksanaan kepanitian yang dijalankan.

 DI Tetapkan dalam KONGRES HMI Ke 27